Logo
>

Bank Syariah Indonesia (BRIS) Catatkan Kinerja di Luar Ekspektasi

Bank Syariah Indonesia bukukan laba Rp2,9 triliun hingga Mei 2025, namun realisasi masih di bawah ekspektasi. Pendapatan bunga naik, tapi efisiensi dan NIM belum optimal.

Ditulis oleh Yunila Wati
Bank Syariah Indonesia (BRIS) Catatkan Kinerja di Luar Ekspektasi
Gedung Bank Syariah Indonesia (BSI) di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Rabu, 22 April 2025. (Foto: KabarBursa)

KABARBURSA.COM – Kinerja PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) hingga Mei 2025 menunjukkan langkah yang positif namun belum sepenuhnya memuaskan. 

Laba memang naik, pendapatan bunga menguat, dan margin mulai membaik. Namun bila dibandingkan dengan harapan pasar dan proyeksi internal, hasilnya masih berada di bawah garis target.

Bank syariah hasil merger ini mencatat laba bersih Rp526 miliar pada Mei, naik 4,6 persen dibanding April. Jika dijumlahkan, laba bersih selama lima bulan pertama tahun ini mencapai Rp2,9 triliun, atau tumbuh lima persen dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Angka ini tentu tetap patut dicatat, tetapi jika dilihat dari ekspektasi yang sudah terbangun sejak awal tahun, laju pertumbuhannya terbilang belum cukup kencang.

Salah satu hal yang menjadi sorotan positif adalah pendapatan bunga bersih yang tumbuh 3,8 persen secara bulanan, menjadi sekitar Rp1,6 triliun. Angka ini naik dari basis yang rendah di April, dan turut didorong oleh kenaikan Net Interest Margin (NIM) ke level lima persen. 

Meski demikian, capaian NIM ini masih berada di bawah panduan internal BRIS untuk tahun 2025 yang ditargetkan di kisaran 5,5 hingga 5,9 persen. Secara tahunan, pendapatan bunga bersih tercatat naik 9,4 persen menjadi Rp7,9 triliun. 

Sebuah pertumbuhan yang sehat, tapi belum bisa menjadi penggerak utama perbaikan kinerja secara keseluruhan.

Di sisi lain, pendapatan non-bunga justru menunjukkan penurunan. Pada Mei, nilainya turun 6,5 persen dari bulan sebelumnya, disebabkan oleh kerugian yang timbul di lini treasury. Meski begitu, dalam rentang lima bulan pertama, pendapatan non-bunga masih tumbuh 32 persen secara tahunan dan menyentuh Rp2,1 triliun. 

Total pendapatan operasional BRIS hingga Mei mencapai Rp10 triliun, naik 13,5 persen dibanding tahun lalu. Kondisi yang menunjukkan bahwa mesin bisnis masih bekerja, walau tak sepenuhnya mulus.

Kuartal Pertama Biaya Operasional BRIS Naik Rp5 Triliun

Namun di tengah kenaikan pendapatan, biaya operasional juga membengkak. Mei lalu, biaya ini naik lima persen dibanding bulan sebelumnya dan menembus angka Rp1 triliun. Sepanjang lima bulan pertama tahun ini, biaya operasional naik 17 persen menjadi Rp5 triliun. 

Rasio efisiensi atau cost-to-income ratio (CIR) juga bergerak naik menjadi 49,4 persen. Ini menjadi refleksi dari langkah BRIS yang tengah giat berinvestasi dalam pengembangan kapabilitas digital. 

Di satu sisi, ini bisa dilihat sebagai fondasi untuk masa depan. Tapi dalam jangka pendek, tekanannya terhadap efisiensi cukup terasa.

Dari sisi kualitas aset, ada kabar baik. Beban provisi turun signifikan sebesar 15,5 persen secara bulanan. Biaya kredit pun tetap terjaga di level 1,04 persen untuk periode Januari hingga Mei, sedikit di atas target tahunan BRIS yang dipatok di bawah satu persen. 

Ini menandakan manajemen kredit BRIS cukup disiplin di tengah ketatnya likuiditas dan fluktuasi ekonomi.

Untuk penyaluran kredit, pertumbuhannya masih sesuai rencana. Kredit naik 1,6 persen secara bulanan dan 15 persen secara tahunan, berada tepat di tengah kisaran target tahunan 14 hingga 16 persen. 

DPK Turun 1,6 Persen: Likuiditas BRIS Semakin Sempit

Namun, dari sisi pendanaan, dana pihak ketiga (DPK) justru menurun 1,6 persen dibanding April, meski masih tumbuh sembilan persen secara tahunan. Kondisi ini membuat rasio kredit terhadap dana (Loan to Deposit Ratio/LDR) naik menjadi 91,4 persen. 

Artinya, hampir seluruh dana yang masuk sudah disalurkan ke sektor pembiayaan, menyiratkan strategi yang agresif namun menyisakan ruang likuiditas yang makin sempit.

Jika ditarik garis besar, BRIS saat ini sedang menjalani fase penyeimbangan antara pertumbuhan dan konsolidasi. Margin bunga mulai pulih, kredit tetap tumbuh, dan biaya risiko relatif terkendali. 

Namun di sisi lain, tekanan pada pendapatan non-bunga dan beban operasional yang terus naik menahan langkah perusahaan untuk berlari lebih kencang. 

Untuk saat ini, BRIS menunjukkan tanda-tanda stabil, tetapi belum cukup meyakinkan untuk menyatakan bahwa semua jalur telah sesuai rencana.

Investor masih perlu mencermati dengan seksama kuartal berikutnya: apakah strategi investasi digital BRIS mulai menunjukkan hasil nyata, dan apakah pendapatan non-bunga bisa kembali menopang pertumbuhan. 

Jika hal-hal tersebut membaik, bukan tidak mungkin BRIS kembali merebut ekspektasi pasar yang sempat lepas dari genggaman.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79