Logo
>

Banyak Perusahaan Gulung Tikar, Rupiah Ditutup Rp16.567

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi menyampaikan salah satu faktor internal yang menyebabkan rupiah melemah ialah banyak perusahaan yang gulung tikar.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Banyak Perusahaan Gulung Tikar, Rupiah Ditutup Rp16.567
Ilustrasi rupiah. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah ditutup melemah sebanyak 66 poin di level Rp16.567 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin, 24 Maret 2025.

    Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan, salah satu faktor internal yang menyebabkan rupiah melemah ialah banyaknya perusahaan yang gulung tikar. 

    "Berimbas terhadap PHK besar-besaran membuat lebaran tahun ini masih dibayang-bayangi sentimen daya beli masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih sejak akhir tahun lalu," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Senin, 24 Maret 2025.

    Ibrahim menyebut, sejatinya lebaran merupakan periode  yang diharapkan oleh pelaku usaha untuk dapat meningkatkan bisnisnya, sekaligus momentum yang diharapkan bisa mendorong konsumsi masyarakat.

    Pasalnya, lanjut dia, perputaran uang selama lebaran cenderung meningkat dibandingkan bulan-bulan biasa. Hal ini terjadi seiring dengan naiknya aktivitas belanja masyarakat, perjalanan wisata, dan konsumsi barang serta jasa. 

    Menurut Ibrahim, Lebaran selalu menjadi salah satu pendorong penting bagi sektor di dunia usaha seperti ritel, pariwisata, akomodasi, makanan dan minuman, serta transportasi. 

    "Aktivitas mudik yang melibatkan ratusan juta masyarakat dari berbagai daerah biasanya memberikan efek berantai terhadap sektor-sektor tersebut," katanya. 

    Berpindah ke faktor eksternal, Ibrahim membeberkan pelaku pasar masih menilai potensi risiko dari tarif perdagangan AS yang akan datang. 

    Dia berujar, sentimen pasar bersikap hati-hati menyusul laporan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk menerapkan pendekatan yang lebih selektif terhadap tarif timbal balik mulai 2 April 2025.

    Ada pula sentimen dari delegasi AS  yang menunjukan arah untuk melakukan gencatan senjata Laut Hitam dan penghentian kekerasan yang dalam perang di Ukraina. 

    Di sisi lain, Gubernur Bank Jepang Kazuo Ueda, menyatakan pada hari Senin bank sentral tetap berkomitmen untuk menaikkan suku bunga jika inflasi inti bergerak mendekati target 2 persen terlepas dari potensi kerugian pada portofolio obligasi pemerintahnya. 

    "Data menunjukkan bahwa aktivitas pabrik Jepang menurun pada laju tercepat dalam setahun pada bulan Maret, dengan PMI manufaktur Bank Au Jibun turun menjadi 48,3 dari 49,0 pada bulan Februari," pungkasnya. 

    Modal Asing Kabur Periode 17–20 Maret Rp4,78 Triliun

    Bank Indonesia (BI) kembali mencatatkan tekanan arus modal keluar dari pasar saham domestik. Dalam periode 17–20 Maret 2025, investor asing melakukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp4,78 triliun di pasar saham, menambah kekhawatiran terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah sentimen global yang belum kondusif.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, mengatakan selama periode tersebut, aliran dana nonresiden menunjukkan jual neto sebesar Rp4,25 triliun. 

    “Komponen tersebut terdiri dari beli neto Rp1,20 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan jual neto Rp0,67 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” ungkap Ramdan dalam keterangan tertulis, Jumat 21 Maret 2025.

    Dari sisi nilai tukar, tekanan terhadap rupiah masih berlanjut. Pada akhir perdagangan Kamis 20 Maret 2025, rupiah ditutup pada posisi Rp16.470 per dolar AS. Sementara itu, pada pembukaan Jumat pagi, Rupiah sedikit melemah di level Rp16.480 per dolar AS. 

    Kenaikan imbal hasil SBN tenor 10 tahun ke 7,09 persen juga mencerminkan adanya penyesuaian risiko di pasar surat utang pemerintah.

    Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY) tercatat menguat ke 103,85, menambah tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia. Untuk instrumen global lainnya, yield US Treasury (UST) 10 tahun turun ke 4,237 persen, menunjukkan adanya preferensi investor global terhadap aset safe haven.

    Ramdan juga mengungkapkan secara kumulatif sejak awal tahun hingga 20 Maret 2025, investor asing mencatatkan jual neto sebesar Rp28,10 triliun di pasar saham. Pada saat yang sama, nonresiden masih menunjukkan minat terhadap pasar obligasi Indonesia dengan beli neto sebesar Rp23,87 triliun di SBN dan Rp8,58 triliun di SRBI.

    Namun demikian, peningkatan premi risiko Indonesia juga terjadi. “Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun per 20 Maret 2025 naik menjadi 88,51 basis poin, dibandingkan 81,20 basis poin pada 14 Maret 2025,” kata Ramdan.

    Kenaikan premi CDS ini mencerminkan meningkatnya persepsi risiko atas Indonesia di mata investor global, yang sejalan dengan tekanan di pasar saham dalam beberapa pekan terakhir. Sebelumnya, Bank Indonesia juga melaporkan bahwa hingga awal Maret 2025, aliran modal asing justru mencatatkan pembelian bersih yang cukup tinggi di pasar keuangan domestik.

    Berdasarkan data setelmen hingga 6 Maret 2025, investor asing tercatat melakukan beli neto Rp20,12 triliun di pasar saham, Rp19,01 triliun di SBN, dan Rp6,11 triliun di SRBI. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika pasar dalam dua pekan terakhir mengalami pembalikan sentimen cukup tajam.

    Kondisi ini terjadi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, khususnya arah kebijakan suku bunga The Fed dan tensi geopolitik di beberapa kawasan strategis dunia. Kenaikan suku bunga acuan di negara maju kerap mendorong investor global untuk menarik dananya dari negara berkembang, dan menempatkannya pada aset berisiko rendah.

    Untuk merespons situasi tersebut, BI berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung ketahanan eksternal melalui strategi bauran kebijakan. “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” jelas Ramdan.

    BI juga menyampaikan mereka terus memantau dinamika pasar keuangan dan akan menyesuaikan intervensi di pasar valas, DNDF, dan SBN guna meredam gejolak serta memastikan ketersediaan likuiditas yang cukup di pasar domestik. 

    Di tengah tekanan eksternal, upaya menjaga daya tarik aset keuangan dalam negeri menjadi krusial untuk menahan arus modal keluar yang lebih dalam.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.