KABARBURSA.COM – PT Sepatu Bata Tbk (BATA) belum keluar dari tekanan panjang industri alas kaki domestik hingga kuartal terakhir ini.
Dalam laporan keuangan sembilan bulan pertama 2025, perusahaan kembali mencatat rugi bersih Rp129,6 miliar, sedikit membaik dibanding periode sama 2024, namun menunjukkan bahwa pemulihan operasional belum berlanjut.
Sepanjang Januari–September 2025, penjualan bersih BATA tercatat Rp236,9 miliar, turun tajam dibanding Rp374,2 miliar pada 9M24. Penurunan ini disebabkan lemahnya daya beli masyarakat dan tekanan kompetisi produk impor di segmen menengah.
Dengan beban pokok penjualan Rp146,8 miliar, laba kotor hanya tersisa Rp90,2 miliar, menyusut lebih dari sepertiga dibanding tahun sebelumnya.
Kinerja operasional BATA belum pulih meski perusahaan menempuh berbagai langkah efisiensi. Catatan keuangan menunjukkan rugi usaha Rp118,9 miliar, jauh lebih dalam dibanding kerugian tahun lalu sebesar Rp55,1 miliar.
Beban restrukturisasi mencapai Rp44,9 miliar, sementara biaya penjualan dan pemasaran Rp68,7 miliar serta beban umum dan administrasi Rp96,9 miliar, masih menjadi faktor utama pembentuk rugi usaha.
Pada sisi bawah laporan laba rugi, rugi sebelum pajak tercatat Rp131,27 miliar dengan beban keuangan Rp11,97 miliar dan pendapatan keuangan hanya Rp1,35 miliar.
Setelah memperhitungkan pajak penghasilan badan, rugi tahun berjalan mencapai Rp129,64 miliar, sedangkan total rugi komprehensif setelah penyesuaian imbalan kerja tercatat Rp129,06 miliar.
Dari sisi neraca, BATA membukukan total aset Rp458,49 miliar, hampir seimbang dengan liabilitas Rp456,21 miliar, yang menunjukkan posisi keuangan yang masih ketat.
Rasio utang terhadap aset mendekati 1:1, mencerminkan ruang terbatas bagi ekspansi tanpa tambahan pendanaan eksternal. Perusahaan juga melaporkan kas dan bank Rp41,57 miliar pada akhir September 2025, turun signifikan dari Rp64,54 miliar di akhir tahun sebelumnya.
Arus kas dari aktivitas operasi menunjukkan tekanan likuiditas, dengan peningkatan pinjaman jangka pendek sebesar Rp53,5 miliar yang diimbangi pembayaran utang dan liabilitas sewa hingga Rp72,2 miliar.
Akibatnya, kas bersih dari aktivitas pendanaan mengalami defisit Rp50,6 miliar, sementara arus kas dari investasi juga negatif Rp3,86 miliar, menandakan aktivitas ekspansi baru masih sangat terbatas.
Dari sisi pasar, volume penjualan ekspor hanya 0,1 persen dari total penjualan, menunjukkan ketergantungan tinggi pada pasar domestik.
Perseroan menegaskan fokus pada optimalisasi toko dan jaringan distribusi di Indonesia, namun tekanan margin akibat biaya sewa dan operasional ritel yang tinggi masih membatasi potensi laba. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.