Logo
>

BBCA Raup Laba Bersih Rp26,9 Triliun dalam Enam Bulan 2024

Ditulis oleh Syahrianto
BBCA Raup Laba Bersih Rp26,9 Triliun dalam Enam Bulan 2024

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat laba bersih sebesar Rp26,9 triliun sepanjang semester pertama 2024, meningkat 11,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

    Peningkatan laba ini dipicu oleh ekspansi pembiayaan serta kenaikan volume transaksi dan pendanaan. "Hingga semester I-2024, BCA mencatat pertumbuhan kredit korporasi sebesar 19,9 persen yoy menjadi Rp388,6 triliun, yang menjadi segmen kredit dengan pertumbuhan tertinggi," ujar Presiden Direktur Bank BCA, Jahja Setiaatmadja, dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 24 Juli 2024.

    Selain itu, kredit komersial tumbuh 7,9 persen yoy menjadi Rp127,8 triliun, dan kredit UKM naik 12,7 persen yoy mencapai Rp114,4 triliun.

    Portofolio kredit konsumer juga meningkat 13,6 persen yoy menjadi Rp210,2 triliun, didorong oleh penyaluran KPR yang tumbuh 10,8 persen yoy mencapai Rp126,9 triliun serta pertumbuhan KKB sebesar 18,4 persen yoy menjadi Rp62,1 triliun. Outstanding pinjaman konsumer lainnya, sebagian besar kartu kredit, tercatat naik 20,2 persen yoy mencapai Rp17,8 triliun.

    “Kredit untuk bisnis tercatat tumbuh dengan solid, baik di segmen korporasi maupun UMKM. Peningkatan juga terjadi di segmen kredit konsumer, ditopang pelaksanaan BCA Expoversary 2024. Event yang diselenggarakan sekitar dua bulan tersebut berhasil mengumpulkan total aplikasi KPR dan kredit kendaraan bermotor (KKB) sekitar Rp50 triliun," jelas Jahja.

    BCA juga mencatat Rasio loan at risk (LAR) sebesar 6,4 persen pada semester I 2024, turun dibandingkan angka setahun lalu yaitu 9 persen. Sementara itu, rasio non performing loan (NPL) berada di angka 2,2 persen. Rasio pencadangan NPL dan LAR berada pada level yang memadai, masing-masing sebesar 190,2 persen dan 71,2 persen.

    Di sisi pendanaan, total dana pihak ketiga (DPK) naik 5 persen menyentuh Rp1.125 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) berkontribusi 82 persen lebih dari total DPK, tumbuh 5,8 persen mencapai Rp915 triliun.

    Saham BBCA

    Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) diperdagangkan di 10.125, naik 0,49 persen pada awal perdagangan dan mencatatkan tertinggi hari di 10.175 pada satu jam pertama perdagangan. Setelah itu BBCA turun ke terendah hari 10.000. Saham ini tidak menunjukkan pergerakan yang besar menjelang laporan keuangan Bank BCA hari ini.

    Jika BBCA melanjutkan penurunan yang dimulai kemarin, saham ini akan menghadapi support di 10.000 (level psikologis), 9.800 (terendah 17 dan 18 Juli), dan 9.450 (terendah 25 dan 26 Juni). Sedangkan untuk sisi atas, BBCA memiliki resistance di 10.225 (tertinggi 10 Juli), 10.275 (tertinggi 18 Maret) dan 10.325 (tertinggi 14 Maret).

    Adapun saham BBCA ditutup melemah 0,98 persen atau 100 poin menjadi Rp10.075 per saham pada akhir perdagangan hari ini. Sahamnya diperdagangkan sebanyak 24,65 juta saham, dengan frekuensi mencapai 7.998 kali. Nilai perdagangannya mencapai Rp123,2 miliar.

    Isu Stock Split

    Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menembus level Rp10.000 per awal Juli 2024. Bahkan pada penutupan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, Rabu, 24 Juli 2024, saham emiten perbankan itu ditutup di level Rp10.075.

    Hal itu pun mendorong spekulasi adanya rencana stock split saham BBCA. Namun, Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menegaskan perseroan belum berencana untuk stock split atau pemecahan nilai saham hingga tahun depan.

    "Ya, kita tegaskan paling tidak tahun ini, kita tidak akan ada stock split. Tahun depan juga belum kita bicarakan dalam RBB, ya saya kalau memang nanti akan dilakukan ya kita hitung-hitung dalam RBB," ungkap Jahja dalam press conference kinerja BCA Semester I 2024.

    Lebih lanjut, Jahja mengatakan perseroan sudah pernah melakukan stock split saat saham BBCA menyentuh harga Rp35.000. Kala itu, stock split dilakukan 1 banding 5, sehingga harga saham yang tadinya Rp35.000 menjadi Rp7.000.

    "Tetapi rasanya pada tingkat harga seperti sekarang ini, karena kita ingat waktu kita mengadakan stock split yang lalu, itu harga saham BCA sudah di Rp35.000 ya Rp35.000 kita split 1 banding 5. Jadi pada saat itu Rp7.000," jelas Jahja.

    BCA telah melaksanakan stock split sebanyak empat kali dalam sejarahnya. Tiga di antaranya adalah stock split dengan rasio 1:2, yang dilakukan pada tahun 2001, 2004, dan 2008.

    Pada tahun 2021, BCA kembali melakukan stock split dengan rasio 1:5, saat harga sahamnya berada di sekitar Rp30.000 per lembar.

    "Dari harga Rp35.000 dibagi 5 menjadi sekitar Rp7.000. Saat ini, harga Rp7.000 sudah naik menjadi Rp10.000. Namun, karena harganya masih sekitar Rp10.000, rasanya belum perlu melakukan stock split lagi saat ini. Itu yang bisa saya jelaskan," kata dia. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.