KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi komentar terkait menyusutnya jumlah perusahaan yang Initial Public Offering (IPO) pada 2024 dibanding tahun lalu.
Kepala Divisi Riset BEI, Verdi Ikhwan mengatakan hingga 17 Desember 2024 sebanyak 40 perusahaan telah tercatat sebagai emiten baru di BEI. Kata dia, angka ini mengalami penurunan dibanding tahun 2023 yang mencapai 79 emiten baru.
"Masih ada sekitar 25 (perusahaan) yang mengantri di pipeline, dan mudah-mudahan bisa mencatatkan di tahun depan," ujar dia dalam agenda "Edukasi Wartawan terkait Market Outlook" di Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024.
Verdi melanjutkan, secara keseluruhan total emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia hingga saat ini ialah 942 hingga 17 Desember 2024.
Namun, angka tersebut baru saja bertambah setelah emiten MDIY resmi mencatatkan namanya di bursa efek pada hari ini. Sehingga, total emiten tercatat kini menjadi 943.
Kendati menorehkan catatan menurun di tahun ini, Verdi menyebut pertumbuhan emiten baru di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara dalam rentan 5 - 6 tahun terakhir.
"Secara itu tumbuh sebesar 40,4 persen kalau kita bandingkan dengan posisi di tahun 2019," jelas dia.
Menurut Verdy, angka tersebut masih lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia yang tumbuh 9,8 persen, Thailand sebesar 18,5 persen, hingga Filipina dengan pertumbuhan 5,2 persen.
Di sisi lain, Verdy juga memaparkan terkait update mengenai posisi indeks Indonesia yang mengalami penurunan sebesar 1,58 persen secara year to date di tahun 2024.
"Kemudian untuk jangka menengah panjang kita masih tumbuh gitu ya sekitar 27,55 persen dalam 10 tahun terakhir," pungkasnya.
Pemerintah Berharap Perusahaan yang IPO Bisa Meningkat pada 2025
Pemerintah berharap perusahaan yang Initial Public Offering atau IPO bisa meningkat pada tahun 2025. Untuk mencapai ini, diperlukan sejumlah hal yang harus dijalani.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengaku optimistis perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa meningkat pada tahun depan dengan beberapa syarat, salah satunya ialah memperkuat underwriter.
“Ya tentu kita tetap berharap bahwa IPO akan terus bisa ditingkatkan dan juga diharapkan underwriter diberi kekuatan,” ujar dia di Gedung BEI Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Perlu diketahui, underwriter adalah sebuah institusi yang berwenang untuk melakukan evaluasi risiko dan kelayakan suatu sekuritas. Dalam hal ini, yang dimaksud Airlangga ialah untuk melakukan penguatan terhadap dana IPO.
“Nah selama ini kan kita tahu bank asing menguasai itu. Itu tidak salah, tetapi juga kita harus memperkuat kemampuan dari underwriter di dalam negeri,” ujarnya.
Tak hanya itu, Airlangga juga menekankan untuk lebih fokus kepada struktur IPO di dalam negeri. Dia turut mengatakan keberadaan daripada industri asuransi juga sangat diperlukan.
“Karena industri asuransi kan itu kan untuk long term financing. Sedangkan market IPO juga butuh struktur financing,” pungkasnya.
Stabilitas Politik Dorong Lebih Banyak IPO
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, setuju apabila stabilitas politik yang terjaga di Indonesia pasca pemilu mampu mendongkrak minat perusahaan untuk melantai di bursa saham pada tahun depan. Hal ini diharapkan membawa dampak positif bagi jumlah IPO yang tercatat di BEI.
Hal ini disampaikan Iman dalam konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BEI di Jakarta, 23 Oktober 2024.
BEI juga terus berupaya meningkatkan jumlah IPO melalui berbagai program kerja sama dengan pemerintah, di antaranya Program Create IPO yang digagas bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta program IPO untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Kementerian Koperasi dan UKM.
Namun Iman menekankan, bahwa BEI sangat memperhatikan keberlanjutan perusahaan yang melakukan IPO. Menurutnya, hanya perusahaan yang memenuhi standar keberlanjutan yang dapat melantai di bursa.
“Keberlanjutan perusahaan sangat penting bagi BEI. Kami berharap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi syarat bisa memperbaiki dokumen atau kondisi mereka, agar dapat melanjutkan proses IPO di masa depan,” kata Iman.
OJK Kaji Calon Emiten Kripto untuk IPO
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap tengah mengkaji sejumlah calon emiten yang berencana melantai di bursa, salah satunya berasal dari industri kripto. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan proses penelaahan sedang berjalan.
“Saat ini kami sedang dalam proses penelaahan beberapa calon emiten, salah satunya bergerak di sektor kripto,” ujar Inarno dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu, 14 Desember 2024.
Meski begitu, detail terkait nama perusahaan, jumlah aset, atau nilai penawaran umum (IPO) belum dapat diungkapkan. Informasi tersebut baru akan disampaikan setelah calon emiten mendapatkan izin publikasi untuk memulai proses penawaran awal (bookbuilding).
Direktur Utama Datindo Entrycom, E Agung Setiawati, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima permintaan dari perusahaan kripto untuk bertindak sebagai Biro Administrasi Efek (BAE). Perusahaan tersebut dikabarkan menargetkan dana sekitar Rp1 triliun dari IPO ini dan telah menunjuk dua perusahaan sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi. Namun, hingga kini, nama perusahaan masih dirahasiakan.
Langkah perusahaan kripto untuk melantai di bursa sejalan dengan tren positif di sektor aset digital. OJK mencatat nilai transaksi kripto hingga Oktober 2024 mencapai Rp475,13 triliun, melesat 352,89 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menambahkan bahwa jumlah investor kripto di Indonesia juga terus meningkat. Hingga Oktober 2024, total investor mencapai 21,63 juta, naik dari 21,27 juta pada bulan sebelumnya.
“Pada periode yang sama, nilai transaksi aset kripto Oktober 2024 tercatat sebesar Rp48,44 triliun, meningkat 43,87 persen dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Hasan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK.
Hasan menjelaskan bahwa lonjakan transaksi kripto tidak lepas dari dinamika global, terutama kemenangan Donald Trump sebagai presiden terpilih AS. Trump dianggap lebih mendukung pengembangan mata uang digital dibandingkan kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris.(*)