KABARBURSA.COM – Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Abdalloh mengatakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan bahwa suatu emiten yang sebelumnya telah masuk dalam daftar saham syariah dapat dikeluarkan apabila tidak lagi memenuhi kriteria seleksi.
"Emiten bisa keluar masuk daftar saham syariah karena seleksi dilakukan dua kali dalam setahun, setiap Mei dan November," ujar Irwan dalam acara edukasi wartawan dikutip Jumat, 25 Juli 2025.
Ia mencontohkan, jika pada periode seleksi bulan Mei sebuah emiten memenuhi kriteria, maka sahamnya akan dimasukkan ke dalam daftar. Namun jika kemudian struktur keuangannya berubah, misalnya karena menambah utang berbasis bunga, maka emiten tersebut bisa dikeluarkan pada seleksi bulan November.
Ia mengatakan, kasus keluar masuk emiten dalam golongan syariah pernah terjadi cukup umum terjadi. Salah satu contoh paling menonjol adalah Indosat yang pernah dikeluarkan dari daftar saham syariah karena perubahan rasio keuangannya, dan kemudian kembali masuk setelah rasio tersebut diperbaiki. Data lengkap saham yang masuk dan keluar dari daftar efek syariah dapat diakses di laman resmi Bursa Efek Indonesia maupun di situs Ideal Islamic.
Dalam forum yang sama, Irwan juga memaparkan perkembangan terkini terkait regulasi baru di pasar modal syariah, yaitu terbitnya POJK Nomor 8 Tahun 2025 tentang Penerbitan Daftar Efek Syariah dan Daftar Efek Syariah Luar Negeri. POJK ini akan menggantikan POJK Nomor 35 Tahun 2017 dan seluruh peraturan pelaksanaannya.
POJK baru tersebut memperketat rasio keuangan syariah. Rasio total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset maksimal 45 persen, namun akan diturunkan menjadi 33 persen secara bertahap dalam waktu 10 tahun. Sementara itu, total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya terhadap total pendapatan usaha tidak boleh lebih dari 10 persen, dan akan diketatkan menjadi 5 persen mulai tahun 2026. Kegiatan usaha dan transaksi juga tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.
Irwan menyebut penguatan regulasi ini menjadi fondasi penting untuk meningkatkan integritas pasar modal syariah di tengah pertumbuhan investor syariah yang semakin pesat. Namun ia juga menyoroti bahwa tantangan utama masih seputar edukasi dan ekosistem.
“Jumlah investor syariah memang naik, tapi tantangannya masih sama setiap tahun, yaitu edukasi dan keterbatasan ekosistem,” jelas Irwan.
Saat ini baru ada sekitar 20 Anggota Bursa yang menyelenggarakan layanan Sharia Online Trading System (SOTS), dibandingkan dengan 95 anggota bursa yang melayani konvensional. Menurutnya, keputusan untuk menjadi penyelenggara SOTS sepenuhnya bergantung pada pertimbangan bisnis masing-masing perusahaan sekuritas.
Di sisi lain, Irwan mengonfirmasi bahwa saat ini BEI tengah mengembangkan produk baru berbasis emas yaitu ITF Emas, yang juga mencakup aspek syariah. “ITF Emas ini unik karena dalam satu POJK mencakup ketentuan konvensional dan syariah sekaligus. Biasanya POJK-nya dipisah,” kata Irwan. Produk ini saat ini sedang dalam tahap akhir pembahasan dengan OJK dan ditargetkan menjadi bagian dari peluncuran prioritas OJK tahun ini.
Selain regulasi dan produk baru, kepercayaan investor ritel syariah juga didorong oleh terbitnya Fatwa DSN-MUI No. 157 Tahun 2024 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Pelindungan Aset Investor Pasar Modal. Fatwa ini mendukung keberadaan dan fungsi perlindungan aset melalui lembaga SIPF (Securities Investor Protection Fund). Menurut Irwan, fatwa ini bisa meningkatkan kepercayaan investor jika disosialisasikan dengan baik. “Masih banyak investor yang belum tahu kalau pasar modal kita punya perlindungan investor seperti SIPF,” ujarnya.
Saat ini terdapat 28 fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan pasar modal syariah. Tujuh di antaranya menjadi dasar utama pengembangan, termasuk fatwa tentang reksa dana syariah, prinsip perdagangan efek syariah, layanan kustodian, kliring dan penjaminan syariah, hingga fatwa tentang saham.
Dalam konteks teknologi, Irwan menilai blockchain sangat cocok untuk prinsip syariah karena sifatnya yang transparan dan otomatis melindungi setiap titik transaksi. Namun ia menegaskan bahwa adopsi teknologi seperti blockchain dan AI perlu melihat kesiapan ukuran pasar.
“Jangan sampai kita membunuh nyamuk dengan membakar rumah,” ujarnya menggambarkan potensi overinvestasi teknologi pada pasar yang belum cukup besar skalanya.
Sementara itu, dalam kondisi pasar global yang bergejolak dan suku bunga tinggi, Irwan menilai penerbitan sukuk korporasi tetap relevan selama kebutuhan pendanaan dan minat investor sejalan. Namun ia mengakui bahwa tantangan global bisa menekan minat institusi maupun investor ritel terhadap instrumen pendapatan tetap termasuk sukuk.
Dari sisi jumlah emiten, Irwan menyebut rasio emiten yang masuk daftar efek syariah masih signifikan. Sektor industri yang paling mendominasi konstituen indeks saham syariah seperti ISSI maupun JII adalah consumer goods, telekomunikasi, energi, dan basic materials. Data rinci dapat diunduh langsung dari materi publikasi yang diterbitkan BEI.
BEI dan OJK akan terus berupaya mengembangkan pasar modal syariah dengan pendekatan yang inklusif, efisien, dan sesuai dengan prinsip syariah. Fokus utama dalam waktu dekat adalah peningkatan literasi, penguatan regulasi, dan pengembangan produk yang relevan dengan kebutuhan pasar.(*)