KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total emisi obligasi dan sukuk terus mengalami peningkatan di sepanjang tahun 2025.
Pelaksana Harian (P.H.) Sekretaris Perusahaan BEI, I Gusti Agung Alit Nityaryana mengatakan hingga pertengahan tahun ini, terdapat total 58 emisi dari 37 emiten senilai Rp71,08 triliun.
"Total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 619 emisi dengan outstanding sebesar Rp491,84 triliun dan USD112,08 juta, yang diterbitkan oleh 134 emiten," ujar dia dalam keterangannya, Sabtu, 21 Juni 2025.
Di sisi lain Gusti menyampaikan, Surat Berharga Negara (SBN) yang tercatat di BEI saat ini berjumlah 189 seri dengan nilai nominal Rp6.351,32 triliun dan USD502,10 juta.
"Selain itu, di BEI telah tercatat 7 emisi Efek Beragun Aset (EBA) dengan nilai Rp2,22 triliun," katanya.
Adapun pekan ini, tepatnya pada Kamis, 19 Juni 2025, terdapat dua pencatatan obligasi terbaru di BEI yakni Obligasi I Dwi Guna Laksana Tahun 2025 dan Obligasi Subordinasi Berkelanjutan III Bank Victoria Tahap II Tahun 2025.
Gusti mengatakan, Obligasi I Dwi Guna Laksana Tahun 2025 diterbitkan oleh PT Dwi Guna Laksana Tbk dicatatkan dengan nominal Rp300 miliar.
"Obligasi ini memperoleh peringkat irA- (Single A Minus) dari PT Kredit Rating Indonesia, dengan PT Bank Sinarmas Tbk bertindak sebagai Wali Amanat," jelas dia.
Kemudian, Obligasi Subordinasi Berkelanjutan III Bank Victoria Tahap II Tahun 2025 diterbitkan oleh PT Bank Victoria International Tbk dengan nilai nominal sebesar Rp500 miliar.
"Peringkat yang diberikan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) untuk obligasi ini adalah idBBB (Triple B), dan PT Bank Mega Tbk berperan sebagai Wali Amanat dalam penerbitan tersebut," pungkas Gusti.
Ekonom Sarankan Obligasi Pilihan Investasi Saat ini
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef Fadhil Hasan memberikan pandangan kritis mengenai gejolak pasar keuangan global yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Menurutnya, dampak dari kebijakan ini menyasar ke seluruh bursa saham dunia, termasuk Indonesia, dan menimbulkan ketidakpastian tinggi bagi para pelaku pasar.
Fadhil menekankan bahwa dalam kondisi seperti ini, investor sebaiknya memprioritaskan instrumen yang lebih aman seperti obligasi negara.
"Kalau investment itu, ya kalau mau aman, dan kalau ada duitnya tentunya, ya itu milih ke obligasi lah. Obligasi negara, kan. Itu sudah aman," ujarnya melalui sambungan telepon kepada Kabarbursa.com pada Kamis, 10 April 2025.
Ia menjelaskan bahwa saat ini pasar saham global berada dalam tekanan akibat ketegangan geopolitik yang masih terus berkembang, terutama perang dagang antara AS dan China.
“Uncertainty-nya itu masih sangat tinggi. Kita belum tahu lanjutan dari perang dagang ini seperti apa,” jelasnya. (*)