Logo
>

BEI Evaluasi Aturan IPO dan Free Float: Perkuat Daya Saing

BEI menyiapkan penyempurnaan ketentuan mengenai jumlah minimum saham yang beredar di publik, baik saat IPO maupun pasca pencatatan, agar tercipta likuiditas yang memadai di pasar.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
BEI Evaluasi Aturan IPO dan Free Float: Perkuat Daya Saing
Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI). (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna, menegaskan bahwa tren IPO dengan emisi kecil dan free float rendah masih memiliki relevansi tertentu dalam mendukung pengembangan pasar modal Indonesia. 

Namun, BEI terus mendorong peningkatan kualitas dan daya saing emiten, terutama agar semakin banyak perusahaan Indonesia yang dilirik oleh investor asing dan dapat masuk dalam indeks global seperti MSCI.

“Porsi saham perusahaan tercatat yang dapat ditransaksikan publik atau free float merupakan aspek penting karena mempengaruhi likuiditas di pasar sekunder dan bobot saham dalam indeks global,” ujar Nyoman dalam keterangan resminya di Jakarta, dikutip Minggu, 18 Mei 2025. 

Menurutnya, BEI telah menetapkan persyaratan minimum free float dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan kepemilikan publik agar transaksi saham lebih atraktif.

Evaluasi Ketentuan IPO dan Free Float

Menjawab pertanyaan apakah BEI berencana memperketat ketentuan IPO, Nyoman menjelaskan bahwa pihaknya tengah melakukan kajian komprehensif terhadap ketentuan pencatatan saham, termasuk kemungkinan peningkatan ambang batas minimum nilai emisi maupun free float.

“Kami selalu adaptif terhadap dinamika pasar. Evaluasi ini melibatkan benchmarking ke bursa global dan dengar pendapat dengan pemangku kepentingan. Konsep perubahan regulasi akan segera dipublikasikan untuk mendapatkan masukan sebelum diajukan ke otoritas,” ujarnya.

BEI juga menyiapkan penyempurnaan ketentuan mengenai jumlah minimum saham yang beredar di publik, baik saat IPO maupun pasca pencatatan, agar tercipta likuiditas yang memadai di pasar.

Strategi Dorong IPO Skala Besar


BEI menargetkan kehadiran lebih banyak lighthouse IPO yakni IPO dengan kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15 persen sebagai bagian dari strategi memperbesar bobot Indonesia dalam indeks global. Target 2025 adalah 5 IPO lighthouse, dan hingga saat ini telah tercapai tiga, yaitu PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS/RATU), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY/CBDK), dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI).

“Kami aktif mendampingi perusahaan berskala besar, termasuk BUMN dan anak usahanya, melalui coaching clinic, pertemuan langsung, dan kegiatan networking untuk memfasilitasi proses go public,” kaya Nyoman.

Dilansir dari laman resminya Bursa Efek Indonesia (BEI) jumlah perusahaan yang melantai melalui skema penawaran umum perdana saham (IPO) mengalami tren penurunan dalam empat tahun terakhir. Data yang dihimpun dari otoritas pasar modal menunjukkan bahwa pada 2021 terdapat 52 perusahaan yang melakukan IPO. 

Angka ini sempat meningkat menjadi 56 perusahaan pada 2022, namun mulai menunjukkan pelemahan signifikan dalam dua tahun berikutnya.

Pada 2023, jumlah perusahaan IPO meningkat tajam menjadi 78 entitas, namun hal ini terbukti tidak berkelanjutan. Memasuki tahun 2024, jumlah perusahaan yang tercatat melakukan IPO justru anjlok menjadi hanya 41 perusahaan, mencatatkan penurunan hampir 47 persen dibanding tahun sebelumnya.

Penurunan ini mencerminkan kondisi makroekonomi yang masih penuh ketidakpastian serta meningkatnya kehati-hatian investor terhadap aset berisiko. Selain itu, tingginya suku bunga global dan pengetatan likuiditas menjadi faktor eksternal yang turut menghambat minat korporasi untuk mencari pendanaan lewat pasar saham.

Penurunan jumlah IPO juga dinilai tidak serta merta mencerminkan kelesuan ekonomi, tetapi lebih pada perubahan strategi pendanaan korporasi yang kini lebih selektif dan berhati-hati.

Analis Strategi Institute Fauzan Luthsa, menilai turunnya jumlah perusahaan yang melakukan IPO tersebut karena strategi yang berkaitan dengan penjabat di pasar modal.

Salah satu orang yang menyebut dirinya sebagai aktivis 98 ini mengatakan penurunan itu menjadi sinyal perlunya perombakan komposisi direksi BEI, terutama menjelang periode kepemimpinan baru di lembaga tersebut.

“Pemenuhan target IPO tahun lalu saja gagal. Tahun ini ada kemungkinan terulang. Ini pertaruhannya pasar modal Indonesia,” ujar Fauzan dalam keterangan tertulis yang diterima KabarBursa.com pada Jumat, 16 Mei 2025.

Menurutnya, salah satu penyebab utama rendahnya jumlah IPO adalah lemahnya kapasitas tim penilaian, yang dia klaim belum memiliki sertifikasi profesi penunjang pasar modal, baik secara nasional maupun internasional. 

"Sehingga sepertinya menggunakan asumsi akan kebutuhan sektor riil," ujar dia.

Ia mengatakan, ada beberapa perusahaan yang sebenarnya sudah memenuhi persyaratan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) namun gagal melanjutkan proses IPO karena dinilai belum layak oleh BEI.

Sebagai langkah reformasi, Fauzan mengusulkan agar calon direksi BEI ke depan bukan berasal dari jalur karier internal bursa, melainkan dari kalangan sekuritas yang sudah memahami dinamika pasar dan memiliki sertifikasi kompetensi pasar modal.

Fauzan juga menyebut bahwa kewajiban sertifikasi sudah berlaku luas di berbagai profesi pasar modal, sehingga idealnya juga diberlakukan terhadap tim penilai IPO di BEI.

“Jadi sebaiknya tim yang melakukan penilaian atas calon emiten yang akan IPO, juga tersertifikasi,” kata dia.

Ia menekankan pentingnya sertifikasi sebagai standar minimal dalam mengelola pasar yang semakin kompleks. Direksi yang tersertifikasi dinilai lebih mampu menyusun strategi IPO yang inklusif dan menganalisis risiko berdasarkan data konkret.

Data Terbaru: 29 Emiten Antri IPO, Dominasi Skala Menengah


Sampai 16 Mei 2025, BEI telah mencatat 14 perusahaan baru dengan dana yang dihimpun mencapai Rp7,01 triliun. Saat ini, terdapat 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham, dengan klasifikasi aset sebagai berikut:

  • Tiga perusahaan aset kecil (di bawah Rp50 miliar)
  • Sebanyak 17 perusahaan aset menengah (Rp50–250 miliar)
  • Sembilan 9 perusahaan aset besar (di atas Rp250 miliar)

Dari sisi sektor, perusahaan dalam pipeline IPO mencakup:

  •  Consumer Cyclicals: 4 perusahaan
  • Consumer Non-Cyclicals: 5 perusahaan
  • Financials: 4 perusahaan
  • Energy: 3 perusahaan
  • Industrials: 3 perusahaan
  • Healthcare: 3 perusahaan
  • Technology: 2 perusahaan
  • Transportation & Logistic: 3 perusahaan
  • Basic Materials: 1 perusahaan
  • Infrastructures: 1 perusahaan
  • Properties & Real Estate: 0 perusahaan

Pasar Obligasi Lebih Bergairah: Rp57,4 Triliun Sudah Dihimpun

Sementara di pasar surat utang, hingga pertengahan Mei telah diterbitkan 44 emisi dari 31 penerbit dengan total dana Rp57,4 triliun. Dalam pipeline, tercatat 61 emisi dari 46 perusahaan, didominasi oleh sektor keuangan (24 perusahaan atau 53,2 persen). 

Disusul sektor energi (8 perusahaan), dan sektor properti (2 perusahaan). Tak ada perusahaan teknologi yang masuk pipeline obligasi hingga saat ini.

Rights Issue Masih Terbatas, Nilai Himpunan Rp860 Miliar

Untuk aksi korporasi rights issue, hingga 16 Mei 2025 terdapat 4 perusahaan tercatat yang telah menerbitkan rights issue dengan nilai total Rp860 miliar. Pipeline rights issue saat ini mencakup 4 perusahaan, terdiri dari:

  • Dua perusahaan sektor Basic Materials
  • Satu perusahaan sektor Healthcare
  • Satu perusahaan sektor Transportation & Logistic

Meskipun IPO dengan emisi kecil masih terjadi, tren regulasi dan strategi BEI jelas mengarah pada peningkatan kualitas, skala, dan daya tarik pasar modal nasional. Kombinasi dari revisi ketentuan, pendampingan aktif, serta target IPO lighthouse menjadi bukti konkret bahwa BEI menyiapkan ekosistem agar Indonesia semakin diperhitungkan dalam arena pasar modal global.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".