KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) masih optimistis dengan pencatatan saham baru tahun ini meskipun realisasi masih jauh dari target yakni 66 emiten. Hingga akhir kuartal III 2025, tercatat 23 perusahaan resmi melantai di BEI dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp15,1 triliun.
Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengatakan tren pencatatan saham tetap positif jika dilihat dari besaran dana yang terkumpul. “Jumlah ini masih menunjukkan tren positif khususnya dari besar dana yang dihimpun, meski secara jumlah masih belum mencapai target yang ditetapkan,” ujar Nyoman dalam pernyataan tertulis, Jumat, 3 Oktober 2025.
Nyoman menuturkan kondisi geopolitik global mempengaruhi minat perusahaan untuk menggelar penawaran umum perdana. Berdasarkan data World Federation of Exchanges per Agustus 2025, jumlah perusahaan tercatat di BEI tumbuh 0,95 persen year-to-date (YTD).
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan sejumlah bursa regional seperti Thailand, Filipina, Vietnam (Ho Chi Minh), dan Singapura yang justru mengalami penurunan.
“Kalau dilihat secara perbandingan, pertumbuhan BEI masih lebih baik daripada bursa kawasan,” kata Nyoman.
Pipeline 11 Perusahaan di Kuartal IV
Saat ini terdapat 11 perusahaan yang berada dalam pipeline IPO hingga akhir 2025. Namun, BEI menekankan bahwa fokus tidak hanya pada kuantitas, melainkan juga kualitas perusahaan yang akan masuk ke pasar modal.
“Fokus BEI tidak semata pada percepatan proses listing, melainkan juga pada persiapan kualitas,” ujar Nyoman.
Menurutnya, perusahaan yang berhasil melantai diharapkan tidak hanya sukses saat IPO, tetapi juga mampu menjaga kinerja, transparansi, dan kepercayaan investor dalam jangka panjang.
Dari 23 IPO sepanjang 2025, tercatat delapan saham mengalami penurunan harga di pasar sekunder seperti emiten YUPI dan KAQI. Namun, BEI menilai fluktuasi jangka pendek bukan ukuran kualitas.
“Harga saham di pasar sekunder dipengaruhi banyak faktor, mulai dari sentimen, likuiditas, hingga portofolio investor. Jadi tidak bisa dijadikan tolok ukur tunggal,” ungkap Nyoman.
Ia menekankan kinerja emiten lebih ditentukan oleh fundamental, tata kelola, dan strategi bisnis jangka panjang. Untuk itu, BEI memperkuat peran sebagai fasilitator sekaligus pengawas dengan melakukan pendampingan dan evaluasi berkala terhadap perusahaan tercatat.
Strategi BEI Penuhi Target Kuantitas dan Kualitas
Menjelang akhir 2025, BEI memperkuat program pendampingan emiten. Sejumlah inisiatif seperti go public workshop, coaching clinic, one-on-one meeting, hingga networking event rutin digelar untuk mempercepat transformasi perusahaan menuju go public.
“Kami terus mendorong edukasi agar perusahaan siap masuk ke ekosistem pasar modal,” kata Nyoman.
Selain IPO saham, BEI juga memperluas literasi terhadap instrumen pendanaan lain seperti obligasi, sukuk, dan efek beragun aset. Di sisi lain, BEI tengah menyusun kajian strategis IPO bersama pemangku kepentingan guna memperkuat regulasi dan infrastruktur.
“Standar kualitas IPO harus terjaga, tidak hanya formalitas, tapi juga keberlangsungan usaha, tata kelola, dan kompetensi manajemen,” tegas Nyoman.
Dengan kombinasi strategi kuantitas dan kualitas, BEI optimistis dapat menutup tahun dengan hasil yang baik. Nyoman menegaskan bahwa tujuan utama bukan sekadar memenuhi target 66 IPO, melainkan menghadirkan emiten yang berdaya saing dan memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional.
“Target penting, tetapi yang lebih penting adalah keberlanjutan emiten dan kepercayaan investor,” ujarnya.(*)