KABARBURSA.COM – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan pertama Oktober 2025 mencerminkan dinamika pasar yang kontras. Indeks memang berhasil menguat tipis 0,23 persen ke level 8.118, namun di balik itu, tekanan jual dari investor asing masih cukup terasa.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sepanjang periode 29 September hingga 3 Oktober 2025, investor asing melakukan aksi jual bersih (net foreign sell) mencapai Rp3,10 triliun. Ini menjadi sebuah angka yang menandai arus keluar modal asing terbesar dalam beberapa minggu terakhir.
Kinerja IHSG selama sepekan terakhir sesungguhnya masih stabil di permukaan, tetapi fondasinya rapuh. Investor asing mencatatkan transaksi penjualan saham senilai Rp40,46 triliun, berbanding dengan pembelian Rp37,36 triliun.
Aksi jual asing ini tidak terjadi tanpa dampak, karena beberapa saham berkapitalisasi besar justru menjadi pemberat utama bagi indeks, terutama dari sektor perbankan dan konsumsi.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi penekan terbesar IHSG, dengan kontribusi negatif mencapai 57,28 poin. Dalam sepekan, saham BBRI terkoreksi 8,66 persen, dan kapitalisasi pasar saham publiknya (MCFF) menyusut menjadi Rp258,12 triliun.
Di belakangnya, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) turut menekan indeks sebesar 19,81 poin, dengan pelemahan 4,69 persen dan MCFF Rp166,16 triliun.
Tak ketinggalan, raksasa perbankan lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ikut memberikan beban 9,35 poin pada IHSG, turun 1,31 persen dengan nilai kapitalisasi free float Rp301,86 triliun.
Sementara PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menekan indeks sebesar 9,18 poin setelah melemah 2,49 persen, disusul oleh PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang turun 1,93 persen dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang terkoreksi tajam 6,54 persen.
Efek dominonya berlanjut dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang menyusut 3,35 persen dan menekan IHSG sebesar 4,88 poin, diikuti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang turun 1,29 persen.
PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang anjlok 7,3 persen dan mengurangi kapitalisasi pasarnya hingga Rp19,46 triliun.
Secara umum, sektor perbankan menjadi biang keladi dari pelemahan indeks selama sepekan. Tekanan ini selaras dengan aliran dana asing yang keluar cukup besar dari saham-saham big cap, menandakan adanya rotasi portofolio asing ke aset yang dianggap lebih defensif atau undervalued.
Meski demikian, IHSG masih mampu ditopang oleh kenaikan moderat di sejumlah sektor non-keuangan, yang menjaga indeks tetap berada di zona positif secara mingguan.
Pola Transaksi Bergeser ke Sektor Rendah-Menengah
Dari sisi statistik perdagangan, BEI mencatat beberapa indikator yang menunjukkan adanya pergeseran pola transaksi. Frekuensi transaksi harian meningkat 6,68 persen menjadi 2,62 juta kali, sedangkan volume transaksi naik 5,61 persen menjadi 49,72 miliar lembar saham.
Namun, nilai transaksi justru menurun 11,24 persen menjadi Rp25,02 triliun. Artinya, transaksi lebih banyak terjadi pada saham-saham dengan harga relatif rendah atau sektor menengah.
Kapitalisasi pasar pun naik tipis 1,29 persen ke Rp15.079 triliun, yang menandakan stabilitas di tengah tekanan jual asing. Pada sisi lain, meskipun terjadi aksi jual asing besar sepanjang pekan, pada penutupan Jumat, 3 Oktober 2025, investor asing sempat mencatatkan net buy harian senilai Rp199,79 miliar.
Nilah tersebut menjadi sebuah tanda bahwa sebagian pelaku pasar mulai melakukan reposisi menjelang awal kuartal IV. Namun, secara kumulatif sepanjang tahun berjalan, asing masih mencatat jual bersih Rp56,71 triliun, menunjukkan aliran modal keluar dari pasar saham Indonesia masih berlanjut.
Selain pasar saham, aktivitas di pasar obligasi dan surat berharga juga menunjukkan geliat yang cukup positif. Total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat sepanjang 2025 mencapai 135 emisi dari 73 emiten, senilai Rp155,39 triliun.
Sementara total outstanding obligasi di BEI kini mencapai Rp517,39 triliun, ditambah US$117,27 juta dari 136 emiten. Hal ini mengindikasikan minat korporasi terhadap pendanaan di pasar modal masih tinggi, bahkan di tengah fluktuasi pasar ekuitas.
Secara keseluruhan, pekan ini memperlihatkan kontras antara tekanan asing dan ketahanan domestik. IHSG tetap hijau meski dibayangi aksi jual bersih besar-besaran dari investor asing.
Namun, arah jangka pendek masih perlu diwaspadai: bila tekanan jual berlanjut terutama di sektor perbankan, ruang konsolidasi IHSG bisa semakin dalam.
Dengan arus asing yang masih negatif, investor lokal berperan penting menjaga stabilitas pasar. Meski peluang teknikal rebound tetap terbuka, arah jangka menengah IHSG kini sangat bergantung pada kemampuan sektor keuangan memulihkan kinerjanya dan menjaga aliran dana asing agar kembali masuk ke pasar domestik.(*)