Logo
>

Beli Baju dan Kosmetik di Mal Kena PPN: Simak Proyeksi Kinerja RALS

Ditulis oleh Hutama Prayoga
Beli Baju dan Kosmetik di Mal Kena PPN: Simak Proyeksi Kinerja RALS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sektor ritel diprediksi bakal terdampak dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada tahun 2025.

    Apalagi, pemerintah memastikan harga baju hingga kosmetik di mal juga dipastikan terkena kenaikan PPN. Salah satu sektor yang bisa menjadi sorotan terkait kondisi ini ialah Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS)

    Senior Market Analyst Mirae Asset, Nafan Aji Gusta mengakui kenaikan PPN sebesar 12 persen berpotensi mengganggu kinerja saham RALS secara fundamental.

    Namun untungnya, Nafan mengatakan jika emiten yang fokus pada bidang pakaian, aksesoris, hingga kosmetik itu sudah memprediksi kondisi ini dari jauh hari dikakarenakan isu kenaikan PPN pada tahun depan sudah lama mencuat.

    "Tapi paling tidak ini pergerakan harga sahamnya sudah terprice-in dari adanya dinamika pemerintah yang mana sebelumnya   berencana untuk menaikkan PPN jadi 12 persen," ujar dia kepada Kabarbursa.com di Jakarta dikutip Senin, 23 Desember 2024.

    Mengutip data perdagangan Stockbit, Senin, 23 Desember 2024, RALS memiliki kinerja yang kurang memuaskan dalam satu pekan terakhir dengan performa -3,70 persen. Nafan sendiri pun mengakui jika RALS memang tengah mengalami kinerja yang tidak baik.

    "Kita melihat bahwasanya RALS mengalami major downtrend untuk pergerakan harga sahamnya," jelas dia.

    Kendati begitu hingga pukul 11:20 WIB, saham RALS terpantau berada di zona hijau dengan kenaikan 0,56 persen ke level 362.

    Adapun, RALS mencatatkan kinerja keuangan yang menarik perhatian berdasarkan indikator solvabilitas dan profitabilitas terbaru. Current Ratio (Quarter) mencapai 5,07, menunjukkan kemampuan perusahaan yang sangat baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Quick Ratio (Quarter) sebesar 4,34 juga mengindikasikan likuiditas yang kuat.

    Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA) tercatat sebesar 6,70 persen, sedangkan Return on Equity (ROE) berada di angka 8,48 persen. Meskipun Gross Profit Margin (Quarter) menunjukkan pencapaian signifikan sebesar 49,98 persen, Operating Profit Margin (Quarter) masih negatif di -7,13 persen. Namun, Net Profit Margin (Quarter) tetap positif di 1,09 persen , menunjukkan potensi keberlanjutan laba bersih.

    Angka-angka tersebut menunjukkan performa solid di beberapa aspek, meskipun tantangan masih terlihat pada efisiensi operasional perusahaan.

    PPN 12 Persen bikin Ritel Puasa: Ada Dampak Panjang!

    Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memperkirakan tantangan besar akan dihadapi pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh daya beli masyarakat yang belum stabil hingga akhir 2024, masalah impor, serta kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

    Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, menyatakan kondisi ini berdampak signifikan pada kinerja perusahaan. Meski pemerintah telah memberikan berbagai insentif, durasi pemberlakuannya dinilai terlalu singkat.

    “Meskipun ada bantuan sosial itu kan hanya di Januari dan Februari, saya kira sangat kurang,” ujar Alphonzus kepada wartawan di Jakarta, Jumat 20 Desember 2024.

    Menurut Alphonzus, insentif yang diberikan pemerintah pada kuartal pertama 2025 tidak akan memberikan dampak besar. Sebab, periode tersebut masih berada dalam suasana perayaan hari-hari besar seperti Tahun Baru dan Lebaran.

    “Sebetulnya, Q1 sebenarnya tidak terlalu khawatir, karena Q1 kan ada tahun baru, ada Imlek, ada Ramadhan, dan Idulfitri. Justru yang harus diantisipasi adalah setelah Idulfitri,” jelasnya.

    Alphonzus menambahkan, setelah Idulfitri, Indonesia biasanya memasuki masa low season. Karena hari raya besar tersebut berada di kuartal pertama, ia memperkirakan masa low season akan berlangsung lebih panjang dari biasanya.

    “Tren di Indonesia selalu begitu, industri ritel setelah Idul Fitri pasti dia masuk ke low season. Tahun ini low season-nya dalam, tahun depan low season panjang. Jangan sampai panjang dan dalam,” tegas Alphonzus.

    Ia juga berharap pemerintah dapat merancang kebijakan yang mendukung industri, terutama karena daya beli masyarakat yang belum pulih. Alphonzus mengungkapkan bahwa pihaknya sejak awal telah meminta pemerintah untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen guna menghindari dampak berkepanjangan dari low season.

    “Kami dari awal kan sudah minta pemerintah untuk menunda ataupun membatalkan gitu ya. Karena tadi, itu yang menurut saya semacam Q1 tiga bulan aman lah, sembilan bulan nanti itu yang harus diantisipasi,”pungkasnya.

    Pasti Berimbas Produk

    Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025 dipastikan menyasar sejumlah barang mewah. Namun, dampaknya juga memicu kekhawatiran di kalangan pengusaha ritel dan mitra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Direktur Utama PT Sarinah (Persero), Fetty Kwartati, mengungkapkan bahwa banyak mitra UMKM menyampaikan keresahan mereka terkait potensi kenaikan PPN yang mungkin turut berimbas pada produk-produk mereka.

    “Gimana nanti kalau UMKM juga misalnya kena PPN-nya naik? Itu sudah banyak di sampaikan mitra-mitra UMKM di sini,” ujar Fetty kepada wartawan di Jakarta, Jumat 20 Desember 2024.

    Fetty, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum 1 Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), menegaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen berpotensi memengaruhi kinerja ritel. Terlebih, daya beli di kuartal IV belum menunjukkan pemulihan penuh.

    “Penambahan PPN biar bagaimana pun pasti akan pengaruh karena kan saat ini. Terutama di kuartal IV ini kan penjualan kita masih berjuang,” katanya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menilai bahwa kenaikan PPN ini akan memengaruhi kinerja perusahaan. Meski pemerintah memberikan berbagai insentif, durasi yang ditetapkan dinilai terlalu singkat.

    Menurut Alphonzus, insentif pada kuartal I-2025 tidak akan memberikan dampak signifikan, mengingat periode tersebut masih dipenuhi perayaan besar seperti tahun baru dan lebaran.

    “Sebetulnya, kuartal I sebenarnya tidak terlalu khawatir, karena kuartal I kan ada tahun baru, ada Imlek, ada Ramadhan, dan IdulFitri. Justru yang harus diantisipasi adalah setelah Idul Fitri,” jelasnya.

    Ia menambahkan, setelah Idul Fitri, Indonesia cenderung memasuki masa low season. Dengan bergesernya perayaan besar ke kuartal I, Alphonzus memperingatkan bahwa periode low season akan berlangsung lebih panjang.

    “Tren di Indonesia selalu begitu, industri ritel setelah Idul Fitri pasti dia masuk ke low season. Tahun ini low season-nya dalam, tahun depan low season panjang. Jangan sampai panjang dan dalam,” pungkasnya.

    Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabar Bursa tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.