Logo
>

BI Rate Turun, Saham Bank First Liner Masih Jadi Pilihan Aman?

Bank-bank besar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi fluktuasi ekonomi serta keunggulan dari sisi efisiensi biaya dan jangkauan bisnis.

Ditulis oleh Hutama Prayoga
BI Rate Turun, Saham Bank First Liner Masih Jadi Pilihan Aman?
Sejumlah nasabah bertransaksi di ATM Mandiri Plaza Indonesia, Jakarta. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen disambut positif oleh pelaku pasar. 

    Kebijakan ini diyakini memberi angin segar bagi industri perbankan nasional, terutama dalam mendorong pertumbuhan kredit dan mendukung momentum pemulihan ekonomi di paruh kedua tahun ini.

    Meski begitu, para analis pasar modal tetap mengingatkan agar investor tak gegabah dalam memilih saham bank untuk dikoleksi. 

    Salah satu analis yang memberikan pandangan tersebut adalah Muhammad Thoriq Fadilla. Menurutnya, saham-saham bank besar atau first liner masih menjadi pilihan yang lebih aman di tengah perubahan kebijakan moneter ini.

    “Secara fundamental, bank-bank besar seperti Mandiri, BCA, dan BRI punya posisi yang kuat. Mereka lebih tahan terhadap gejolak dan jauh lebih efisien dalam menyalurkan kredit,” ujar Thoriq saat diwawancarai Kabarbursa.com, Selasa, 27 Mei 2025.

    Thoriq menilai, bank-bank besar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi fluktuasi ekonomi serta keunggulan dari sisi efisiensi biaya dan jangkauan bisnis. Ini membuat mereka bisa memanfaatkan momentum penurunan suku bunga dengan lebih optimal.

    Saham Second Liner Masih Punya Ruang Tumbuh Agresif

    Namun bagi investor dengan toleransi risiko lebih tinggi, saham-saham second liner pun tak luput dari sorotan. Menurut Thoriq, emiten perbankan lapis kedua memang memiliki ruang pertumbuhan lebih agresif, terutama ketika siklus penyaluran kredit kembali naik.

    “Potensinya cukup besar, tapi selektivitas sangat penting. Perhatikan kualitas aset dan pengelolaan risikonya. Jangan hanya terpaku pada potensi return semata,” ujar dia.

    Optimisme Thoriq terhadap sektor perbankan tak lepas dari sinyal dovish yang ditunjukkan Bank Indonesia. Ia memperkirakan pertumbuhan kredit nasional akan bergerak di kisaran 9 hingga 11 persen sepanjang 2025. 

    Dengan kondisi inflasi yang masih terkendali dan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 4,6–5,4 persen, peluang ekspansi kredit dipandang semakin terbuka lebar.

    “Bank-bank besar akan jadi penikmat utama situasi ini. Mereka akan diuntungkan baik dari sisi volume penyaluran kredit maupun dari perbaikan kualitas aset,” ucapnya.

    Sebelumnya, keputusan pemangkasan BI Rate diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada 20–21 Mei 2025. Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa langkah ini sejalan dengan arah kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan nilai tukar, sekaligus mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

    “Penurunan suku bunga ini konsisten dengan target inflasi di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen, dan juga untuk memastikan stabilitas nilai tukar rupiah tetap sesuai fundamentalnya,” ujar Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu, 21 Mei 2025.

    Dalam kebijakan terbaru tersebut, BI juga menurunkan suku bunga deposit facility menjadi 4,75 persen dan suku bunga lending facility menjadi 6,25 persen. Perry menjelaskan bahwa BI juga terus memperkuat operasi moneter yang pro-pasar guna memastikan efektivitas transmisi kebijakan melalui likuiditas yang memadai di pasar uang.

    Ia mengungkapkan bahwa hingga 19 Mei 2025, posisi instrumen Sertifikat Bank Indonesia Reverse Repo (SRBI) tercatat sebesar Rp869,67 triliun—menurun dari posisi awal tahun yang berada di Rp923,53 triliun. Ini menunjukkan ekspansi likuiditas yang berjalan sesuai harapan.

    Selain itu, Surat Berharga Bank Indonesia (SVBI) dan Surat Utang Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing tercatat sebesar Rp1,97 miliar dan Rp306 juta, menjadi bagian dari strategi likuiditas yang turut mendukung stabilitas pasar uang dan nilai tukar.

    Dengan kebijakan yang semakin mendukung pasar dan kondisi ekonomi makro yang membaik, pelaku pasar kini menanti bagaimana perbankan merespons peluang ekspansi di semester kedua tahun ini. 

    Sejauh ini, bank-bank besar tampaknya masih memegang kendali sebagai pilihan utama di tengah turunnya BI Rate.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.