KABARBURSA.COM - Rupiah terus merosot dan semakin lemah dalam perdagangan di pasar spot hari ini, Selasa (2/4/2024), menjebol level terlemah dalam empat tahun terakhir dan hampir menembus level psikologis di Rp16.000/US$.
Bank Indonesia memberikan penilaian terhadap pelemahan rupiah belakangan ini, menyebut bahwa sebagian besar dampaknya berasal dari pelemahan yuan China. Di samping itu, permintaan valas di pasar domestik sedang meningkat, sejalan dengan musim pembagian dividen dan masih adanya arus keluar modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
"Rupiah lumayan agak tertekan dari kemarin kelihatannya rupiah banyak terdampak dari pelemahan CNY [yuan China]. Sementara dari domestik ada permintaan USD (dolar AS) terkait repatriasi dan masih outflow-nya asing di pasar SBN. Rilis data inflasi Indonesia kemarin yang di atas ekspektasi yang banyak disebabkan oleh volatile food, ikut mendorong pelemahan rupiah," kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Sekuritas Bank Indonesia, Selasa 1 April 2024, pagi ini.
Edi bilang, bank sentral terus masuk ke pasar untuk menjaga agar terdapat keseimbangan permintaan dan penawaran valas di pasar.
Rupiah spot dibuka langsung ambles ke Rp15.963/US$ pada pukul 09:05 WIB, menjadi valuta Asia dengan pelemahan terdalam di kawasan pagi ini, kehilangan 0,42 persen nilai dari posisi penutupan hari sebelumnya.
Level itu adalah posisi rupiah terlemah sejak April 2020 ketika pandemi Covid-19 merebak dan akhirnya membawa rupiah melampaui Rp16.000/US$. Level terlemah rupiah sepanjang masa terjadi pada 23 Maret 2020 yaitu di Rp16.310/US$.
Terkait ini, Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, menilai bahwa pelemahan rupiah akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sektor riil dan konsumen di Indonesia, terutama terkait dengan risiko kenaikan harga barang impor.
Dengan demikian, hal tersebut diperkirakan akan menambah beban bagi konsumen Indonesia yang berminat untuk membeli barang impor seperti ponsel pintar dan mobil yang didatangkan secara utuh atau completely built up (CBU).
“Barang impor harganya akan naik, misalnya beli iPhone kan kalau di pasar global dalam bentuk dolar Amerika Serikat [US$], berarti lebih mahal,” ujar Tauhid, Selasa 2 April 2024.
Tauhid menekankan bahwa barang-barang yang dijual di Indonesia akan menjadi lebih mahal jika memiliki komponen impor. Harga barang dengan komponen impor yang signifikan diperkirakan akan naik seiring dengan pelemahan rupiah, termasuk barang fast-moving customer goods (FMCG).