Logo
>

Bitcoin Rebound Lagi, tapi Sinyal Koreksi Semakin Kencang

Institusi besar kembali masuk ke aset digital, mendorong Bitcoin bangkit ke USD92.000 di tengah perubahan kebijakan The Fed dan meningkatnya minat beli setelah gelombang likuidasi besar.

Ditulis oleh Yunila Wati
Bitcoin Rebound Lagi, tapi Sinyal Koreksi Semakin Kencang
Pabrik rig Bitcoin. Foto: South China Morning Post.

KABARBURSA.COM – Harga bitcoin Kembali rebound setelah sempat tergelincir gelombang likuidasi besar pada pekan lalu. Di perdagangan Selasa malam hingga Rabu pagi WIB, BTC Kembali menembus area USD92.000 atau setara dengan Rp1,5 miliar per koin.

Kenaikan ini cukup luar biasa dan menandai pemulihan cepat dari tekanan pasar yang sebelumnya sempat menurunkan sentiment investor global. Ini juga bukan sekadar efek teknikal, tetapi hasil kombinasi kuat antara sentiment institusional dan dinamika makro yang sedang berubah signifikan.

Sementara itu, Goldman Sachs baru saja memberi kabar bahwa perusahaan sedang mengakuisisi Innovator Capital Management. Kesepakatan telah terbentuk dan nilainya mencapai USD2 miliar. Tujuan akuisisi adalah memperluas dominasi Sachs di ranah ETF Bitcoin.

Akuisisi ini sebenarnya menegaskan bahwa Lembaga keuangan tradisional berkapitalisasi besar ini semakin agresif memasuki ekosistem aset digital. Perubahan kebijakannya sejalan dengan Keputusan Bank of America yang memberi izin kepada 15.000 penasihat keuangannya untuk merekomendasikan alokasi bitcoin dalam porsi 1-4 persen untuk portofolio klien.

Sekali lagi, langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa adopsi institusional terhadap Bitcoin sudah memasuki fase baru yang lebih matang dengan cakupan yang lebih luas.

Kepercayaan Investor Sedang Meningkat

Sementara itu, analis Indodax Antony Kusuma, menilai bahwa sinyal institusional dari Sachs menjadi pemicu utama pemulihan harga pada pekan ini. Kepercayaan investor sedang meningkat tajam, karena institusi besar seperti Sachs tidak hanya memberikan akses tetapi juga mulai mengakumulasi eksposur terhadap aset digital.

Aksi-aksi seperti ini, menurut Antony, memvalidasi posisi bitcoin sebagai aset berisiko yang semakin diterima di pasar global.

Kondisi teknikal jangka pendek ikut membawa pengaruh pada rebound bitcoin. Likuidasi besar sempat terjadi ketika harga jatuh ke area USD83.800 sampai USD84.000. Hal tersebut memicu panic seller pada posisi leverage.

Namun, keadaan cepat berubah. Dalam 24 jam, area tersebut justru menjadi support kuat yang langsung diserap oleh minat beli yang besar. Volume perdagangan global pun melonjak. Investor tidak hanya masuk, tetapi lebih agresif dan memperkuat momentum bullish setelah penurunan tajam.

Meski momentum bullish kembali terasa, Antony mengingatkan bahwa fase adopsi institusional tidak serta-merta menghilangkan risiko jangka pendek. Investor tetap perlu menjaga disiplin, menghindari euforia, serta menggunakan strategi akumulasi seperti dollar-cost averaging untuk mengelola volatilitas pasar. 

Dalam pandangannya, kenaikan terbaru ini merupakan sinyal kuat mengenai arah jangka panjang Bitcoin. Tetapi kehati-hatian tetap diperlukan agar investor tidak terjebak pada perubahan sentimen yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

Beralih ke sisi makro, lagi-lagi perubahan kebijakan Federal Reserve menjadi katalis tambahan yang mempercepat pemulihan bitcoin. Berakhirnya program Quantitative Tightening (QT) pada 1 Desember menandai pivot likuiditas yang signifikan. 

The Fed menutup QT dengan injeksi dana sekitar USD13,5 miliar melalui operasi repo harian. Ini adalah salah satu suntikan likuiditas terbesar sejak pandemi. Tambahan likuiditas seperti ini secara historis sangat menguntungkan aset berisiko, termasuk kripto, karena meningkatkan jumlah modal spekulatif yang masuk ke pasar.

Tidak hanya itu, pelaku pasar sedang memusatkan perhatian pada pertemuan FOMC di 9–10 Desember, di mana peluang pemangkasan suku bunga 25 basis poin semakin tinggi. Ekspektasi kebijakan moneter yang lebih longgar juga menambah sentimen bullish terhadap Bitcoin.

Alasannya, biaya modal yang lebih rendah cenderung mengalihkan dana dari obligasi ke aset berisiko. Meski demikian, volatilitas tetap tinggi dan perubahan arah harga bisa sangat cepat.

Bitcoin di Harga Rp1,562 Triliun per Koin

Harga Bitcoin dalam rupiah turut menunjukkan tren positif, diperdagangkan di sekitar Rp1,562 triliun per BTC, naik sekitar Rp10,8 juta dalam satu hari. Penguatan dalam denominasi rupiah ini mencerminkan kombinasi apresiasi harga global dan stabilitas rupiah yang relatif bertahan terhadap dolar.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79