KABARBURSA.COM – Pergerakan Bitcoin sepanjang empat tahun terakhir sudah terkoreksi sebanyak 7 persen. Pelemahan ini tidak hanya terjadi pada Bitcoin, tetapi juga pasar kripto yang saat ini sedang dalam fase penyesuaian struktural.
Penurunan ini terasa signifikan, karena terjadi di tengah absennya pemicu klasik kenaikan, yaitu kebangkrutan bursa, skandal leverage, atau runtuhnya stablecoin.
Dari sisi harga, Bitcoin sedang berada di jalur penurunan tahunan keempat sepanjang Sejarah. Secara year to date, koreksinya bahkan sudah menembus 7 persen dengan tekanan paling tajam terjadi pada awal pekan.
Di awal pekan tersebut, aksi jual cepat menyeret harga turun hingga 3,7 persen dalam satu hari. Meski hari ini, 17 Desember 2025, harga sempat menguat 1,64 persen ke kisaran USD87.677,20, reli ini belum cukup kuat untuk mengubah struktur tren yang masih rapuh.
Jika ditarik ke grafik intraday, pola pergerakan Bitcoin di pasar rupiah memperlihatkan karakter penurunan bertaham, dengan volatilitas intrajam yang relatif sempit. Harga sempat menguji area atas di sekitar Rp1.458 triliun, sebelum berbalik turun dan Kembali melemah ke bawah Rp1.456 triliun.
Tidak hanya Bitcoin, pergerakan aset kripto utama lainnya seperti Ether, Litecoin, Dogecoin, hingga Cardano, kompak bergerak melemah. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan bukan bersifat idiosinkratik pada satu aset, melainkan mencerminkan penurunan appetite risiko di seluruh ekosistem kripto.
Yang membuatnya menarik ada pada konteks makro. Koreksi kali ini terjadi dalam lanskap industri yang secara fundamental jauh lebih matang dibandingkan periode penurunan sebelumnya.
Sejak krisis kripto 2022, adopsi institusional justru meluas. ETF Bitcoin spot telah menjadi bagian dari portofolio investor besar, regulasi di berbagai yurisdiksi semakin jelas, dan dukungan politik terhadap industri kripto menguat, termasuk dari Presiden AS Donald Trump.
Artinya, penurunan ini bukan refleksi hilangnya kepercayaan terhadap eksistensi kripto, melainkan penyesuaian ekspektasi valuasi.
Data aliran dana memperkuat narasi ini. Investor tercatat menarik dana dari ETF Bitcoin dan menjadi sebuah sinyal bahwa mereka mulai mengurangi eksposur risiko setelah reli panjang sebelumnya. Di sisi lain, volume transaksi tentu menipis dan pasar memasuki fase menunggu.
Likuiditas yang menyusut inilah yang kemudian membuat harga lebih mudah tertekan oleh aksi jual relatif kecil, sekaligus menyulitkan terbentuknya tren naik baru yang berkelanjutan.
Pasar derivatif juga memberikan sinyal yang konsisten. Minimnya minat untuk membuka posisi spekulatif pada pemulihan harga menunjukkan bahwa pelaku pasar belum memiliki keyakinan kuat bahwa titik terendah telah tercapai.
Bahkan aksi beli besar dari investor kelas kakap, seperti Strategy Inc. milik Michael Saylor, belum mampu mengubah sentimen secara luas. Ini menegaskan bahwa pasar saat ini tidak digerakkan oleh satu atau dua entitas besar, melainkan oleh konsensus risiko kolektif.
Secara keseluruhan, performa Bitcoin dan pasar kripto saat ini mencerminkan fase konsolidasi defensif. Koreksi yang terjadi memang lebih ringan dibandingkan tiga penurunan tahunan sebelumnya, namun justru berlangsung di tengah ekspektasi yang jauh lebih tinggi.
Ketika reli besar sejak awal tahun telah membawa Bitcoin menembus rekor di atas USD126.000, ruang untuk kesalahan menjadi semakin sempit. Pasar kini sedang menguji ulang seberapa kuat permintaan riil mampu menopang harga tanpa bantuan euforia.
Dengan struktur seperti ini, pergerakan kripto ke depan sangat bergantung pada dua faktor utama: kembalinya likuiditas dan pulihnya keyakinan investor institusional. Selama dua elemen tersebut belum terlihat jelas dalam data volume, arus dana, dan derivatif, setiap kenaikan harga berpotensi tetap bersifat teknikal, bukan awal tren baru.(*)