KABARBURSA.COM - Dalam dua tahun terakhir, Bitcoin masih memegang predikat sebagai aset dengan performa terbaik, mengungguli saham, emas, Ethereum, hingga minyak mentah. Meskipun pergerakannya terkenal volatil, tren jangka panjangnya tetap menguntungkan bagi investor yang mampu bertahan di tengah fluktuasi harga.
Saat ini, Bitcoin diperdagangkan di kisaran Rp1,88 miliar per koin, terkoreksi tipis sekitar 0,18 persen atau setara Rp3,38 juta pada perdagangan hari ini.
Di sisi lain, dunia aset kripto juga mendapatkan sentimen positif dari perkembangan infrastruktur pembayaran. Visa, salah satu raksasa global di industri ini, memperluas dukungan stablecoin ke USDG, PYUSD, dan EURC.
Tidak hanya itu, mereka juga menambah integrasi blockchain baru seperti Stellar dan Avalanche, melengkapi jaringan yang sudah mendukung Ethereum dan Solana.
Langkah ini memberi sinyal kuat bahwa adopsi stablecoin akan semakin masif, dengan potensi memperluas penggunaan kripto di transaksi sehari-hari.
BlackRock Tambah Kepemilikan Ethereum
Sementara itu, kabar besar juga datang dari BlackRock melalui ETF ETHA yang mereka kelola. Dalam sepekan terakhir, produk ini menambah kepemilikan Ethereum senilai 375 juta dolar AS, sehingga total portofolionya mencapai 11,32 miliar dolar atau sekitar 2,5 persen dari seluruh pasokan ETH yang beredar.
Peningkatan ini menunjukkan keyakinan institusi besar terhadap prospek Ethereum, khususnya di tengah pengembangan ekosistem DeFi dan pembaruan jaringan yang terus berjalan.
Kombinasi antara performa Bitcoin yang tangguh, adopsi stablecoin yang meluas, dan aksi beli besar-besaran oleh institusi di Ethereum, membuat pasar aset digital tetap berada di radar investor global.
Bagi pelaku pasar, ini menjadi sinyal bahwa meski fluktuasi tetap ada, momentum jangka panjang di sektor kripto masih menjanjikan.
Sinyal Waspada di Bulan Agustus
Memasuki Agustus 2025, pasar kripto kembali diramaikan dengan peringatan dari para analis mengenai potensi munculnya sinyal divergensi pada pergerakan Bitcoin (BTC).
Istilah ini mengacu pada kondisi ketika satu indikator teknikal bergerak berlawanan arah dengan indikator lainnya, yang kerap menjadi tanda awal perubahan momentum pasar.
Salah satu sorotan utama datang dari grafik mingguan Bitcoin dan indikator Relative Strength Index (RSI). Harga BTC memang membentuk higher high, namun RSI justru menunjukkan lower high — pola klasik bearish divergence.
Analis Onur Barik menilai kemiripan pola ini dengan formasi puncak pada 2021 cukup mengkhawatirkan, karena kala itu menjadi awal dari penurunan signifikan.
Meski begitu, pandangan berbeda disampaikan CEO CryptoQuant Ki Young Ju, yang menilai perbandingan dengan siklus sebelumnya sudah tak relevan karena “teori siklus Bitcoin sudah mati.”
Divergensi lain terlihat dari hubungan terbalik antara Bitcoin dan Indeks Dolar AS (DXY). Pasca keputusan The Fed mempertahankan suku bunga, DXY menguat ke level tertinggi dua bulan.
Dalam periode yang sama, DXY naik dari 96,7 ke 98,9 poin sementara Bitcoin melemah dari USD120.000 menjadi USD114.000. Analis John Kicklighter melihat pola inverse head-and-shoulders di DXY, yang secara teknikal mengindikasikan potensi reli lebih lanjut. Jika reli dolar berlanjut, tekanan terhadap Bitcoin bisa semakin kuat.
Pergerakan dominasi stablecoin Tether (USDT.D) juga menambah warna pada analisis. Setelah sempat turun dari 5 persen menjadi 4,1 persen pada kuartal kedua, USDT.D bergerak mendatar di Juli sebelum kembali naik ke 4,4 persen di awal Agustus.
Kenaikan ini biasanya mencerminkan sentimen risk-off, di mana investor memilih menempatkan dana di stablecoin sambil menunggu peluang masuk yang lebih tepat. Beberapa analis bahkan memprediksi dominasi USDT bisa kembali menyentuh 5 persen.
Namun, tidak semua melihat ini sebagai ancaman; sebagian justru menganggapnya sebagai peluang untuk masuk ke pasar altcoin dengan valuasi lebih murah.
Catatan sejarah memberi alasan tambahan untuk berhati-hati. Kuartal ketiga cenderung menjadi periode dengan kinerja terlemah bagi Bitcoin, dan Agustus kerap menjadi bulan paling sulit di kuartal tersebut.
Dengan tiga pola divergensi yang terdeteksi saat ini, antara harga dan RSI, Bitcoin dan DXY, serta Bitcoin dan USDT.D, Agustus 2025 diprediksi menjadi periode yang krusial.
Bagi investor, ini saatnya meningkatkan kewaspadaan, namun bagi mereka yang jeli, kondisi ini juga bisa menjadi pintu masuk menuju peluang jangka panjang.(*)