Logo
>

BP Tapera: Tabungan Rumah untuk Orang Meninggal

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
BP Tapera: Tabungan Rumah untuk Orang Meninggal

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyoroti kebijakan BP Tapera yang dinilai tidak realistis dalam membantu masyarakat membeli rumah. Menurut Trubus, skema tabungan yang diwajibkan pada pekerja berpenghasilan rendah ini justru membebani mereka tanpa memberikan solusi yang nyata.

    "Masalahnya kan jadi double, karena hitung-hitungannya rumit. Masyarakat (lewat Tapera) menabung Rp150.000 per bulan, kalau satu tahun hanya Rp1,8 juta. Dalam 40 tahun hanya terkumpul Rp72 juta," ujar Trubus kepada kabarBursa, Ahad, 2 Juni 2024.

    Dalam hitungan Trubus, uang Rp72 juta yang dikumpulkan selama 40 tahun tidak akan cukup untuk membeli rumah di masa depan. Ia mempertanyakan apakah uang sebanyak itu cukup untuk membeli rumah dalam kurun waktu empat dekade mendatang, mengingat kenaikan harga properti yang sangat signifikan.

    "Maksudnya Rp72 juta itu untuk beli rumah di 40 tahun yang akan datang? Itu mustahil. Harga rumah 40 tahun mendatang bisa mencapai Rp600 juta, artinya harus menabung berapa tahun lagi? Kalau Sampai 200 tahun lebih dia sudah meninggal," ujarnya.

    Kritikan ini mengemuka seiring dengan kebijakan BP Tapera yang mengharuskan pekerja dan pemberi kerja menyisihkan sebagian penghasilan untuk tabungan perumahan. Untuk pekerja mandiri, misalnya, kewajiban menabung Rp150.000 per bulan dianggap sangat berat mengingat penghasilan mereka yang tidak menentu.

    Menurut Trubus, skema ini mungkin efektif bagi pekerja formal dengan pendapatan stabil, tetapi bagi pekerja mandiri atau informal, seperti ojek online dan pekerja serabutan, beban ini sangat memberatkan.

    "Harusnya rumah ini kan bagi generasi Z. Tapi generasi ini kan lebih suka menyewa daripada membeli rumah sendiri karena biayanya tinggi, dan perawatannya juga mahal," katanya.

    Generasi Z, yang cenderung lebih fleksibel dalam urusan tempat tinggal, lebih memilih menyewa daripada membeli rumah karena biaya kepemilikan dan perawatan rumah yang tinggi. Trubus menambahkan, skema tabungan perumahan seharusnya lebih adaptif dengan kebutuhan dan kemampuan finansial generasi muda serta pekerja mandiri.

    Lebih jauh, Trubus mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan BP Tapera ini. Ia menekankan pentingnya peran negara dalam menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, bukan hanya membebani mereka dengan kewajiban menabung yang sulit dipenuhi.

    Kebijakan Tapera seharusnya dirancang untuk benar-benar membantu masyarakat memiliki rumah, bukan sekadar menjadi beban tambahan.

    “Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya membebani masyarakat, tetapi juga memberikan solusi nyata untuk masalah perumahan yang dihadapi," pungkas Trubus.

    Dana Gotong Royong

    Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, sebelumnya menjelaskan dana yang terkumpul di lembaganya akan digunakan untuk memberikan subsidi kepada para peserta yang berhak agar lebih mudah memiliki rumah pertama.

    Penyaluran subsidi perumahan dari dana Tapera ini, jelasnya, merupakan pembiayaan perumahan berbasis simpanan dengan prinsip gotong royong.

    Peserta yang telah memiliki rumah akan membantu peserta lain yang belum memiliki rumah melalui iuran yang dipotong dari gaji mereka setiap bulannya. Peserta yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan dinyatakan berhak, dapat mengajukan sejumlah manfaat seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

    Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta saat memasuki masa pensiun.

    “Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya," jelas Heru dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024 lalu.

    Heru mengklaim lembaganya menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Pengawasan langsung dilakukan oleh Komite Tapera, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    "BP Tapera juga memiliki fungsi untuk melindungi kepentingan peserta," kata Heru.

    Peraturan Teknis

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyebut peraturan teknis kewajiban iuran penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi karyawan akan rampung di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo.

    Kebijakan Tapera tercantum dalam peraturan pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan tabungan perumahan rakyat yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei lalu.

    Iuran yang harus dibayarkan untuk program Tapera sebesar 3 persen dari gaji bulanan, dengan rincian 2,5 persen dibayarkan oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja. (alp/prm)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).