KABARBURSA.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) akan segera mengimplementasikan Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 yang ada saat ini. Saat ini, penerapan KRIS sedang memasuki masa transisi dan akan dievaluasi secara berkala. Targetnya, seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sudah sepenuhnya menerapkan KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025.
Perubahan besar ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2024.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa KRIS akan mengubah struktur iuran BPJS Kesehatan menjadi satu tarif, meskipun penerapannya dilakukan secara bertahap.
"Iuran ini harus menjadi satu, tetapi akan dilakukan bertahap," kata Budi, Sabtu, 20 Juli 2024.
Besaran iuran yang baru akan ditetapkan paling lambat pada 1 Juli 2025, bersamaan dengan penentuan besaran tarif dan manfaat peserta. Selama masa transisi, peraturan mengenai iuran yang berlaku tetap mengacu pada aturan lama, yaitu Perpres Nomor 63 Tahun 2022.
Dengan langkah ini, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk memberikan layanan yang lebih merata dan adil bagi seluruh peserta. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia dan memastikan bahwa setiap peserta mendapatkan perlindungan kesehatan yang sesuai standar.
Dalam Perpres 63/2022, skema perhitungan iuran peserta dibagi dalam beberapa aspek:
Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2022, berikut rincian skema perhitungan iuran BPJS Kesehatan:
- Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan: Iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.
- Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di Lembaga Pemerintahan: Termasuk Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri. Iuran sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.
- Peserta PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta: Iuran sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen dibayar oleh Peserta.
- Keluarga Tambahan PPU: Meliputi anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua. Iuran sebesar 1 persen dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
- Kerabat Lain dari PPU, Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Peserta Bukan Pekerja:
- Rp42 ribu per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas III.
- Juli - Desember 2020: Peserta membayar Rp25.500, sisanya Rp16.500 dibayar oleh pemerintah.
- Mulai 1 Januari 2021: Iuran peserta Kelas III sebesar Rp35 ribu, dengan bantuan pemerintah sebesar Rp7 ribu.
- Rp100 ribu per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas II.
- Rp150 ribu per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas I.
- Rp42 ribu per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas III.
- Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan Kerabatnya: Iuran sebesar 5 persen dari 45 persen gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Pembayaran iuran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Sejak 1 Juli 2016, tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran. Namun, jika dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali peserta membutuhkan pelayanan rawat inap, maka denda akan dikenakan.
Besaran Denda dan Ketentuan Iuran
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, diatur besaran denda pelayanan kesehatan rawat inap sebesar 5 persen dari biaya diagnosa awal, dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak, dengan ketentuan:
- Jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan.
- Besaran denda paling tinggi Rp 30 juta.
- Bagi Peserta PPU, pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan dan pemerintah masih dalam tahap evaluasi mengenai perbedaan antara KRIS dan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan, termasuk besaran iuran yang dibebankan kepada peserta dan skema iurannya. "Itu, kan, diberi waktu untuk dievaluasi. Jadi belum bisa dijawab sekarang," katanya, hari ini.
Mengenai potensi kenaikan iuran, Ghufron belum bisa memastikan. Namun, ia menyebutkan kemungkinan iuran akan naik. "Ada kenaikan, boleh. Ada (kenaikan) lebih bagus, ya. Tidak [naik] juga boleh dengan strategi yang lain, tetapi yang jelas ini menunggu semuanya evaluasi itu, kan," ujarnya.
Persyaratan Fasilitas KRIS
Perpres Nomor 59 Tahun 2024 mengatur 12 persyaratan mengenai fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS, yang tertuang dalam Pasal 46 A Ayat 1:
- Komponen bangunan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi.
- Ventilasi udara memenuhi minimal 6 kali pergantian udara per jam.
- Pencahayaan ruangan buatan mengikuti standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
- Kelengkapan tempat tidur dengan 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
- Adanya nakas per tempat tidur.
- Suhu ruangan dapat dipertahankan antara 20 hingga 26 derajat Celsius.
- Ruangan terbagi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non-infeksi).
- Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter.
- Tirai/partisi dengan rel yang menempel di plafon atau menggantung.
- Kamar mandi dalam ruang rawat inap.
- Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
- Outlet oksigen.
Dengan penerapan KRIS, BPJS Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan memastikan standar yang lebih tinggi untuk ruang rawat inap. Meskipun masih dalam tahap evaluasi, perubahan ini diharapkan membawa dampak positif bagi peserta BPJS Kesehatan di masa depan.(*)