Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo, menjelaskan bahwa peraturan terbaru ini menciptakan ruang bagi BSI untuk memperluas ekosistem bisnis emas yang telah dibangun selama tiga tahun terakhir.
Hingga kini, BSI telah menunjukkan kinerja mengesankan melalui produk-produk seperti cicil emas dan gadai emas. Dengan modal pengalaman tersebut, Banjaran optimis BSI dapat menjadi pionir dalam kegiatan bullion yang sesuai prinsip syariah.
Salah satu keunggulan yang ditawarkan oleh bullion service BSI adalah kepastian adanya underlying gold dalam setiap transaksi, sesuatu yang menurut Banjaran kerap menjadi kelemahan platform perdagangan emas digital.
Dalam praktik syariah, semua investasi, termasuk komoditas seperti emas, wajib memiliki dasar berupa cadangan yang nyata, sehingga nasabah bisa merasa nyaman dan aman dalam berinvestasi.
Banjaran juga menyoroti daya tarik emas sebagai instrumen investasi masyarakat Indonesia. Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa logam mulia, termasuk emas, berada di antara tiga besar pilihan investasi masyarakat. Bullion service dianggap sebagai langkah maju untuk mengintegrasikan finansialisasi emas dengan hilirisasi komoditas nasional.
Menurut Banjaran, emas memiliki multiplier effect hingga 1,48 persen, yang menjadikannya salah satu komoditas strategis dalam peta hilirisasi pemerintah. Dukungan perbankan melalui bullion service dipercaya dapat meningkatkan kontribusi emas bagi perekonomian nasional, sekaligus menguatkan posisi Indonesia sebagai salah satu produsen emas terkemuka.
Dari sisi perbankan syariah, pengembangan bullion service ini disebut sebagai "golden opportunity." Banjaran menilai bahwa bullion service berpotensi mendorong pertumbuhan non-organik bank syariah secara signifikan, menjembatani gap pertumbuhan antara perbankan syariah dan konvensional.
Ke depan, ia berharap BSI dapat bertransformasi menjadi sebuah "gold bank" yang tidak hanya melayani investasi emas tetapi juga mendukung pengelolaan dan pengembangan ekosistem emas nasional.
Namun, Banjaran menekankan bahwa keberhasilan pengembangan bullion bank membutuhkan dukungan ekosistem yang kuat, termasuk sinergi antara perbankan, pemerintah, dan lembaga terkait lainnya. Hal ini sejalan dengan agenda hilirisasi komoditas dan target pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Sementara itu, Direktur Utama BSI Hery Gunardi, mengonfirmasi bahwa BSI sedang mengajukan izin untuk memulai operasional bullion bank pada tahun depan. Ia optimis bahwa dengan dukungan peraturan dan komitmen internal, BSI dapat menjadi salah satu pemain utama dalam industri bullion.
Dukungan dari pemerintah juga tidak kalah signifikan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengusulkan agar Pegadaian, melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan BSI, mengambil peran aktif sebagai pengelola bullion bank.
Dengan berbagai faktor pendukung yang ada, bisnis bullion bank tampak memiliki prospek cerah untuk dikembangkan. Selain memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha dan masyarakat, inisiatif ini juga diharapkan mampu memperkuat ekosistem keuangan syariah di Indonesia, menjadikannya pilar penting dalam mendukung stabilitas dan inklusivitas ekonomi nasional.
Harga Emas Stabil
Sementara itu, harga emas dunia menunjukkan ketahanannya di atas level psikologis USD 2.600 per ons meskipun menghadapi tekanan pasar pada pekan terakhir tahun 2024.
Menjelang liburan Natal dan Tahun Baru, logam mulia ini berhasil mempertahankan posisinya meski mencatatkan tren penurunan mingguan yang dipicu oleh sinyal kebijakan dari Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
Pasar emas global kali ini diwarnai oleh sentimen hawkish yang mencuat akibat rencana The Fed untuk memperlambat pemangkasan suku bunga pada 2025. Keputusan ini menunjukkan strategi yang lebih konservatif dari bank sentral untuk menangani ketidakseimbangan ekonomi, sesuatu yang justru bertentangan dengan ekspektasi pelaku pasar yang berharap pada langkah kebijakan yang lebih akomodatif.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Kitco News pada 21 Desember 2024, investor cenderung bersikap hati-hati dalam menghadapi dinamika ini. Sentimen hawkish yang disematkan kepada The Fed menjadi kunci dari kehati-hatian tersebut. Kebijakan ini sering kali dipandang kurang bersahabat bagi pasar karena dapat memperketat likuiditas dan menurunkan daya tarik aset-aset berisiko, termasuk emas.
Namun, daya tarik emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global tetap menjadi penopang utama harganya. Investor cenderung mencari perlindungan di logam mulia ini, apalagi di tengah perkembangan kebijakan moneter global yang masih penuh dengan tanda tanya. Dalam konteks jangka panjang, emas tetap memiliki tempat istimewa sebagai instrumen pengaman terhadap inflasi dan volatilitas ekonomi.
Seiring tahun 2025 yang akan segera dimulai, para analis memperkirakan emas masih memiliki peluang besar untuk bergerak stabil atau bahkan lebih tinggi, tergantung pada perkembangan kebijakan The Fed dan dinamika ekonomi global lainnya. Bagi banyak pelaku pasar, emas masih menjadi simbol kestabilan di tengah badai ekonomi yang tak bisa diprediksi sepenuhnya.(*)