Logo
>

Broker ini Paling Banyak Serok Saham Big Banks, Ada Apa?

Aksi beli besar oleh broker ternama ini dapat dilihat sebagai sinyal bahwa ada keyakinan terhadap fundamental bank-bank besar

Ditulis oleh Syahrianto
Broker ini Paling Banyak Serok Saham Big Banks, Ada Apa?
Menara BRI (Foto: Dok. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Aktivitas perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini mencatat pergerakan mencolok dari salah satu broker ternama, AK UBS Sekuritas Indonesia. Broker ini tercatat sebagai pihak yang paling banyak memborong saham perbankan besar atau big banks seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).

    Berdasarkan data broker activity yang dihimpun pada 10 Maret 2025, UBS Sekuritas Indonesia mencatatkan pembelian saham BBCA senilai Rp170,4 miliar dengan rata-rata harga beli Rp8.903 per lembar. Selain itu, broker ini juga membeli saham BMRI sebesar Rp95,8 miliar dengan harga rata-rata Rp4.701, serta saham BBRI senilai Rp56,9 miliar dengan harga rata-rata Rp3.761.

    Dengan begitu, total nilai transaksi pembelian dari tiga bank besar oleh AK UBS Sekuritas Indonesia adalah Rp323,1 miliar. 

    Secara lebih rinci, BBCA mencatat harga penutupan di level Rp8.925 per lembar saham, tidak mengalami perubahan dibandingkan sesi sebelumnya. Sepanjang hari, saham BBCA bergerak dalam rentang harga tertinggi Rp8.975 dan terendah Rp8.725. Volume perdagangan tercatat sebesar 97,65 juta saham, sedikit di bawah rata-rata volume harian yang mencapai 101,43 juta saham. 

    Dari sisi nilai transaksi, BBCA membukukan Rp866,8 miliar, menandakan likuiditas yang masih tinggi. Investor asing turut aktif dalam perdagangan saham ini, dengan total pembelian asing mencapai Rp560,1 miliar, meskipun masih lebih kecil dibandingkan penjualan asing sebesar Rp579,1 miliar, yang menunjukkan sedikit tekanan jual dari investor luar negeri. Frekuensi transaksi BBCA tercatat sebanyak 19.716 kali, mencerminkan partisipasi yang cukup aktif di pasar.

    Sementara itu, saham BBRI mengalami pelemahan harga sebesar 1,31 persen, ditutup di level Rp3.760 per lembar saham. Sepanjang sesi perdagangan, saham BBRI sempat menyentuh level tertinggi Rp3.810, sebelum akhirnya turun ke titik terendahnya di Rp3.730. Volume perdagangan saham BBRI mencapai 232,19 juta saham, yang masih berada di bawah rata-rata volume harian sebesar 288,28 juta saham. 

    Meskipun harga sahamnya mengalami koreksi, nilai transaksi saham BBRI tetap tinggi, mencapai Rp873,9 miliar. Investor asing juga tercatat cukup aktif dengan pembelian saham senilai Rp549,3 miliar, hampir seimbang dengan aksi jual asing yang mencapai Rp550,8 miliar. Dengan frekuensi transaksi mencapai 39.462 kali, saham BBRI tetap menjadi salah satu saham yang paling likuid di sektor perbankan.

    Di sisi lain, BMRI mengalami koreksi paling dalam di antara tiga bank besar ini, dengan harga sahamnya turun 2,69 persen ke level Rp4.710 per lembar saham. Sepanjang perdagangan, saham BMRI sempat menyentuh harga tertinggi di Rp4.760, sebelum akhirnya bergerak turun hingga menyentuh level terendah di Rp4.660. 

    Volume perdagangan saham BMRI tercatat cukup tinggi, mencapai 231,15 juta saham, jauh di atas rata-rata volume harian yang hanya 169,64 juta saham. Nilai transaksi saham BMRI juga menempati posisi tertinggi di antara saham perbankan lainnya, mencapai Rp1,086,9 miliar, menandakan bahwa meskipun mengalami tekanan jual, saham ini tetap menarik minat investor.

    Investor asing mencatatkan pembelian sebesar Rp454,2 miliar, tetapi aksi jual asing yang lebih besar, mencapai Rp814,2 miliar, menunjukkan adanya potensi aksi ambil untung (profit taking) oleh investor luar negeri. Dengan frekuensi transaksi mencapai 33.423 kali, saham BMRI tetap menjadi salah satu saham favorit di sektor perbankan.

    Kebijakan Suku Bunga BI dan The Fed

    Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga atau BI Rate di 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dilaksanakan pada 19 Februari 2025. Selain itu, BI juga menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen dan Lending Facility sebesar 6,50 persen. 

    Keputusan ini bertujuan menjaga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

    "Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati prospek inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-Rate dengan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar Rupiah," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam RDG BI di Gedung BI, Jakarta Pusat.

    Sementara itu, Federal Reserve (The Fed) masih ragu untuk memangkas suku bunga lebih lanjut. The Fed telah memangkas suku bunga tiga kali antara September hingga Desember tahun lalu dengan total satu poin persentase. Namun, dengan tren inflasi yang masih membandel, peluang pemangkasan suku bunga tahun ini semakin kecil.

    Dengan perkembangan ini, para investor akan terus mencermati pergerakan saham perbankan dalam beberapa hari ke depan untuk melihat apakah tren akumulasi ini akan berlanjut atau hanya aksi beli sesaat sebelum ada katalis baru di pasar.

    Implikasi Strategis dan Sentimen Pasar 

    Aksi beli besar oleh broker ternama ini dapat dilihat sebagai sinyal bahwa ada keyakinan terhadap fundamental bank-bank besar. Meskipun terdapat tekanan eksternal, terutama dari investor asing yang cenderung melakukan aksi jual di beberapa saham (seperti BMRI dan BBCA), broker memilih untuk mengakumulasi saham pada harga yang dianggap menarik. 

    Data perdagangan menunjukkan bahwa meskipun terjadi koreksi pada beberapa saham (terutama BMRI), volume dan nilai transaksi yang tinggi menunjukkan potensi rebound apabila ada katalis baru, seperti perubahan kebijakan moneter atau perbaikan prospek ekonomi. 

    Adanya perbedaan signifikan antara pembelian dan penjualan oleh investor asing, terutama pada saham BMRI, mengindikasikan adanya risiko profit taking atau aksi ambil untung yang bisa menekan harga. 

    Aksi pembelian oleh AK UBS Sekuritas Indonesia menandakan kepercayaan internal terhadap potensi jangka menengah saham-saham perbankan besar. Strategi akumulasi ini mungkin dimanfaatkan untuk mendapatkan posisi dengan harga yang menarik di tengah kondisi pasar yang fluktuatif dan tekanan dari investor asing. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.