KABARBURSA.COM - PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) secara resmi menghentikan layanan operasional untuk produk fisik pada platformnya. Langkah strategis ini diumumkan melalui keterbukaan informasi pada Kamis, 9 Januari 2025, sebagai upaya efisiensi menyusul penurunan kontribusi pendapatan dari lini bisnis tersebut dalam tiga tahun terakhir.
“Penghentian ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperkuat kondisi keuangan jangka panjang Perseroan,” ujar Sekretaris Perusahaan Bukalapak, Cut Fika Lutfi, dalam pernyataan resmi, Rabu, 15 Januari 2025, yang menjawab permintaan pertanyaan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Meski demikian, Bukalapak menegaskan bahwa layanan lain, termasuk produk virtual, gaming, dan investasi, tetap berjalan seperti biasa dan menjadi fokus utama perusahaan untuk mendukung profitabilitas.
Manajemen BUKA menyebutkan bahwa kontribusi lini produk fisik hanya menyumbang kurang dari 3 persen dari total pendapatan perusahaan hingga 30 September 2024. Oleh karena itu, penghentian layanan ini dinilai tidak berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha maupun kondisi keuangan perseroan.
Sebagai bagian dari langkah transisi, ujar Cut Fika Lutfi, Bukalapak telah merilis panduan teknis bagi para pelapak pada 7 Januari 2025. Proses ini akan dimulai pada Februari 2025, dengan perusahaan memberikan edukasi dan dukungan penuh kepada pelapak. Hingga kini, tidak ada laporan keluhan atau gugatan hukum yang diterima terkait kebijakan tersebut.
Penghentian layanan ini berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi sejumlah karyawan. Namun, Bukalapak memastikan bahwa seluruh hak dan kompensasi bagi karyawan terdampak akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum. "Karyawan yang tidak terdampak akan dialokasikan ke unit bisnis lain sesuai kebutuhan perusahaan," jelasnya.
Langkah ini merupakan bagian dari transformasi Bukalapak untuk menciptakan model bisnis yang lebih ramping dan berdaya saing tinggi. Fokus pada pengembangan produk virtual dinilai sebagai langkah tepat di tengah tantangan industri yang semakin kompetitif.
“Produk virtual kami telah memberikan kontribusi positif dan akan terus menjadi pilar utama untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan,” ungkap Sekretaris Perusahaan BUKA tersebut.
BUKA berharap kebijakan ini dapat memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain utama dalam ekosistem digital Indonesia, sekaligus memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan.
Adapun dari lantai bursa, saham BUKA mencatatkan kenaikan signifikan pada perdagangan hari ini, Rabu, 15 Januari 2025, dengan harga sahamnya naik sebesar 4,27 persen. Pada penutupan sesi, saham BUKA diperdagangkan di level 122, naik dari harga pembukaan yang tercatat pada 117.
Volume perdagangan saham Bukalapak hari ini mencapai 529,83 juta saham, lebih tinggi dibandingkan dengan volume rata-rata harian yang tercatat sebesar 224,88 juta saham. Meskipun harga saham mencatatkan kenaikan, pergerakan harga saham hari ini masih terbilang fluktuatif, dengan harga tertinggi yang tercatat mencapai 127 dan harga terendah di level 117.
Total nilai transaksi untuk saham Bukalapak pada hari ini tercatat sebesar Rp65,9 miliar, dengan lot perdagangan mencapai 5.298.000 unit saham. Meskipun mencatatkan kenaikan harga, saham Bukalapak masih berada di bawah harga acuan ARA (Auto Rejection Atas) yang tercatat pada level 157, sementara ARB (Auto Rejection Bawah) berada di level 77.
Bukalapak Masih Punya Dana IPO
Bukalapak (BUKA) masih memiliki sisa dana besar dari hasil Initial Public Offering (IPO) yang dilaksanakan pada 2021, yakni sebesar Rp9,8 triliun, meskipun pada saat IPO perusahaan berhasil mengumpulkan dana segar hingga Rp21,3 triliun. Dana tersebut awalnya direncanakan untuk modal kerja sebesar 66 persen, sementara sisanya ditujukan untuk ekspansi dan pertumbuhan entitas anak perusahaan.
Namun, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada akhir 2021, Bukalapak melakukan perubahan strategi dalam alokasi dana hasil IPO. Alih-alih mempercepat ekspansi lini bisnis, perusahaan lebih memilih untuk menyimpan sebagian besar dana tersebut di instrumen keuangan yang lebih aman, seperti deposito, giro, dan obligasi. Pendekatan ini justru memberikan kontribusi signifikan pada pendapatan keuangan Bukalapak.
Meski pendapatan operasional Bukalapak cenderung stagnan, dengan pencapaian Rp3,99 triliun pada kuartal ketiga 2024 yang hanya mencatatkan kenaikan tipis sebesar 1,82 persen dibandingkan tahun lalu, perusahaan berhasil menjaga kerugian tetap terkendali berkat pendapatan keuangan yang melonjak pesat. Pendapatan dari sektor ini meningkat 27,74 persen menjadi Rp783,77 miliar.
Namun, keputusan Bukalapak untuk menghentikan layanan penjualan produk fisik pada platform marketplace-nya mulai 9 Februari 2025 dipandang sebagai langkah penting dalam transformasi bisnis mereka.
Menurut Head of Media & Communications Bukalapak, Dimas Bayu, penghentian produk fisik tidak akan berdampak signifikan terhadap pendapatan perusahaan, mengingat kontribusi produk fisik hanya sekitar 3 persen dari total pendapatan.
“Langkah ini mendukung upaya perusahaan untuk mencapai EBITDA positif dan memastikan keberlanjutan bisnis yang sehat dan menguntungkan,” jelas Dimas. Dengan berfokus pada layanan produk virtual, seperti voucher elektronik, Bukalapak berharap dapat memperkuat posisinya di ekosistem digital yang berkembang pesat.
Namun, meskipun langkah strategis ini bertujuan untuk memperbaiki kinerja keuangan, ada kekhawatiran terkait ketidakpastian arah bisnis Bukalapak. Beberapa pihak menilai bahwa keputusan tersebut menunjukkan ketidakjelasan strategi jangka panjang perusahaan, terutama karena sisa dana IPO yang cukup besar masih belum terserap sepenuhnya sesuai dengan rencana awal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah beberapa kali meminta Bukalapak untuk segera merealisasikan penggunaan dana IPO yang tersisa. Hal ini menambah ketidakpastian mengenai masa depan perusahaan, mengingat dana tersebut diharapkan dapat mendukung ekspansi dan inovasi usaha, bukan hanya disimpan dalam instrumen keuangan yang kurang produktif.
Sementara itu, kondisi keuangan Bukalapak saat ini terbilang solid, dengan kas, setara kas, dan investasi likuid mencapai Rp19 triliun pada kuartal III 2024. Dimas Bayu menyatakan bahwa dana tersebut akan digunakan untuk mendukung pertumbuhan perusahaan dan entitas anak perusahaan, yang diharapkan dapat memberikan manfaat optimal bagi pemangku kepentingan, terutama pemegang saham.
Walaupun Bukalapak terus bertransformasi, ketergantungan pada dana IPO yang belum diserap sepenuhnya menimbulkan pertanyaan mengenai langkah strategis selanjutnya.
Investor dan regulator kini menunggu dengan cemas realisasi dari rencana jangka panjang Bukalapak, yang masih memiliki waktu hingga 31 Desember 2025 untuk memenuhi target yang ditentukan dalam prospektus IPO mereka.
Pakar Ekonomi Digital Soroti Bukalapak Menutup Layanan E-Commerce
Keputusan ini ramai diperbincangkan karena Bukalapak sebagai salah satu pionir di industri e-commerce Indonesia yang berdiri sejak 2010.
Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan emiten berkode BUKA itu kesulitan bertahan di pasar. Pertama, persaingan ketat di industri e-commerce yang didominasi oleh pemain besar seperti Shopee dan Tokopedia TikTok shop. Kedua, keterbatasan Bukalapak dalam bersaing dalam segi inovasi dan penerapan strategi “bakar uang”.
“Apa yang terjadi di Bukalapak, semakin mengidikasikan inovasi dan bakar uang yang dilakukan oleh e-commerce (hampir di semua industri digital) itu bisa menjadi alat bertahan,” ujar Huda kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu 11 Januari 2025.
Menurut Huda, peta e-commerce di Indonesia terbagi menjadi tiga lapisan. Lapisan pertama didominasi oleh Shopee dan Tokopedia – TikTokshop, yang terus memimpin pasar dengan inovasi seperti live shopping dan strategi promosi yang agresif. “Merger antara Tokopedia dan Tiktok membuat persaingan cukup sengit dengan Shopee. Terlebih mereka juga masih cukup kuat untuk bakar uang,” kata Huda.
[caption id="attachment_112284" align="aligncenter" width="1179"] Laman layanan top-up Bukalapak menawarkan berbagai pilihan pengisian pulsa instan untuk operator seluler terkemuka seperti Indosat, Axis, XL, Tri, dan Smartfren, dengan promo menarik. Selain itu, tersedia fitur top-up game populer seperti Mobile Legends, Free Fire, PUBG Mobile, dan Call of Duty Mobile untuk kemudahan para gamer dalam mengisi saldo permainan.[/caption]
Adapun, Bukalapak berada di lapisan kedua bersama Blibi dan Lazada. Sementara itu, di layer ketiga diduduki oleh platform e-commerce lokal.
Huda menjelaskan bahwa Shopee dan Tokopedia TikTok saat ini berfokus dalam dua aspek utama, yakni inovasi dan pengeluaran besar-besaran (bakar uang). Salah satu bentuk inovasi yang mereka kembangkan adalah fitur belanja langsung (live shopping). Shopee, khususnya, telah mengembangkan fitur ini secara masif.
“Sedangkan Tokopedia sangat terbantu dengan ekosistem live streaming TikTok sebagai media sosial. Terbaru Shopee masuk dalam ekosistem YouTube yang memudahkan mereka memasarkan produknya melalui video ataupun live streaming di YouTube. Mereka [Shopee dan Tokopedia] juga masih membakar uang guna menarik konsumen lebih banyak,” jelasnya.
Huda juga menekankan bahwa konsumen di Indonesia masih sangat berorientasi pada harga (price oriented consumer). “Tidak bisa dipungkiri, konsumen kita masih price oriented consumer. Harga menjadi daya tarik utama dalam berbelanja via digital,” tambahnya.
Adapun, setelah melantai di bursa (IPO), menurut Huda, Bukalapak tidak lagi mendapatkan pendanaan segar yang signifikan. Selain itu, fokus Bukalapak dalam beberapa tahun terakhir lebih tertuju pada pengembangan mitra Bukalapak. “Mereka lebih fokus ke pengembangan mitra bukalapak dalam beberapa tahun terakhir. Mereka akhirnya memilih menutup layanan e-commerce-nya,” pungkas Huda. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.