KABARBURSA.COM – PT Bukalapak.com, Tbk (BUKA) menjalani sidang lanjutan penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan agenda mendengarkan keterangan ahli di Pengadilan Niaga Jakarta.
Pihak Bukalapak sebagai pemohon membawa Dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta, Ivida Dewi Amrih Suci sebagai ahli untuk didengarkan pendapatnya oleh majelis hakim.
Keterangan ini memperkuat posisi hukum Bukalapak melalui dalil yang diajukan dalam permohonan PKPU terhadap pihak termonon, PT Harmas Jalesveva (Harmas).
Adapun tiga poin yang disampaikan Ivida pada persidangan kali ini adalah terkait sifat pembuktian sederhana dalam perkara PKPU sebagaimana yang diatur di pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU.
Ivida menjelaskan bahwa pembuktian sederhana merupakan bagian dari prinsip speedy trial yang menuntut penyelesaian perkara PKPU dalam waktu 20 hari. Di dalam ketentuan pasal tersebut dijelaskan, apabila terdapat dua atau lebih kreditor serta utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar, maka syarat pembuktian sederhana dinyatakan terpenuhi.
Kedua, ahli menjelaskan mekanisme pengalihan piutang (cessie) sebagaimana diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut penjelasannya, cessie cukup dilakukan dengan pemberitahuan kepada debitur tanpa perlu adanya persetujuan dari pihak tersebut. Pandangan ini sekaligus menepis keberatan yang selama ini disampaikan oleh pihak Harmas.
Ketiga, ahli juga mengacu pada Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Pedoman tersebut menegaskan bahwa selisih nominal utang tidak menjadi penghalang dalam permohonan PKPU selama unsur pokok telah terpenuhi, yakni adanya dua atau lebih kreditor serta minimal satu utang yang telah jatuh tempo namun belum dibayar.
Pihak Bukalapak meyakini bahwa seluruh poin yang diutarakan oleh ahli mencerminkan kondisi faktual dalam perkara ini. Harmas memiliki kewajiban sebesar Rp6,4 miliar kepada Bukalapak berdasarkan Letter of Intent (LoI) tertanggal Desember 2017, terkait pembangunan ruang kantor di gedung One Belpark.
Proyek tersebut tidak diselesaikan oleh Harmas, sementara pembayaran telah dilakukan oleh Bukalapak. Pengalihan piutang (cessie) kepada pihak ketiga juga telah dilaksanakan pada 20 Desember 2024 dan disampaikan kepada Harmas pada awal Januari 2025.
Selain itu, Bukalapak juga telah melayangkan tiga surat somasi sebagai bentuk penagihan, masing-masing dikirim pada tanggal 6 Januari, 15 Januari, dan 3 Februari 2021. Namun hingga saat ini, belum ada penyelesaian yang dilakukan oleh pihak Harmas.
“Keterangan ahli hari ini semakin menegaskan bahwa permohonan PKPU yang kami ajukan memiliki dasar hukum yang kuat. Bukti-bukti yang kami ajukan menunjukkan secara jelas bahwa Harmas memiliki kewajiban yang belum dipenuhi,” kata Anggota Komite Eksekutif Bukalapak Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, dikutip Selasa, 22 April 2025.
Kurnia berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan keterangan ahli ini secara objektif dan mengabulkan permohonan Bukalapak dalam hal penundaan pembayaran utang.
Menurutnya, menghadiri persidangan merupakan komitmen Bukalapak dalam menjunjung kepatuhan hukum. Bukalapak juga ingin memastikan semua pihak bertanggung jawab terhadap perjanjian yang telah disepakati.
Pihaknya juga optimistis seluruh proses hukum akan berujung kepada putusan yang adil dan dapat memberikan kepastian hukum yang dibutuhkan untuk melanjutkan usaha.
Gugatan PKPU Tak Tepat Sasaran
Sebagaimana telah dilaporkan sebelumnya, Bukalapak saat ini tengah menjalani proses hukum terkait gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Harmas Jalesveva.
Gugatan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui Putusan Kasasi Nomor 2461 K/PDT/2024, yang digunakan Harmas sebagai dasar untuk menuntut adanya kewajiban utang dari pihak Bukalapak.
Meski begitu, perseroan berpendapat bahwa pengajuan PKPU tersebut tidak tepat karena permasalahan yang ada merupakan sengketa perdata murni. Menurut Bukalapak, persoalan ini seharusnya diselesaikan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, bukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Bukalapak menekankan bahwa status hukumnya tidak memenuhi syarat untuk diklasifikasikan sebagai debitur dengan kewajiban yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Alasannya, tuntutan dari Harmas saat ini masih dalam tahap Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Selanjutnya, Bukalapak menyatakan tidak memiliki kewajiban finansial yang belum diselesaikan, baik terhadap Harmas sebagai penggugat PKPU maupun terhadap kreditor lainnya. Oleh karena itu, permohonan PKPU tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Corporate Secretary Bukalapak.com, Cut Fika Lutfi, menyampaikan bahwa perusahaan telah melakukan berbagai langkah hukum guna menjaga dan melindungi hak-haknya sepanjang proses berlangsung. Salah satu upaya yang dilakukan ialah mengajukan keberatan terhadap gugatan PKPU dari Harmas.
Tak hanya itu, Bukalapak juga telah menunjuk tim kuasa hukum untuk menangani perkara ini secara profesional. Perseroan percaya bahwa jalannya proses hukum akan berlangsung secara objektif dan adil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Persidangan pertama digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 14 Januari 2025, dengan agenda pemeriksaan legal standing dari masing-masing pihak. Dalam forum tersebut, Bukalapak menyampaikan bahwa mereka tengah menyusun tanggapan resmi berupa keberatan terhadap gugatan PKPU, dan tetap optimis bahwa proses ini akan menghasilkan keadilan.
Walau sedang menghadapi persoalan hukum, Bukalapak memastikan bahwa kegiatan operasional perusahaan tidak terpengaruh. Perseroan tetap berkomitmen memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, mitra usaha, serta seluruh pemangku kepentingan.
Secara keuangan, kondisi Bukalapak dinyatakan sehat dan mampu memenuhi seluruh kewajiban finansial yang dimilikinya. Gugatan PKPU yang diajukan tidak mencerminkan kondisi keuangan perseroan secara menyeluruh, sehingga diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap performa bisnis maupun keuangannya.
Lebih jauh, Bukalapak menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelangsungan operasional perusahaan dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi dan profesionalisme dalam menyikapi perkara ini. Perseroan juga terus memperkuat kebijakan internal, mengadakan evaluasi berkala atas proses operasional, serta memastikan kepatuhan terhadap hukum guna mencegah permasalahan serupa di kemudian hari.
Melalui rangkaian langkah strategis tersebut, Bukalapak berharap dapat menyelesaikan perkara hukum ini secara profesional dan menjaga kelangsungan bisnis dalam ekosistem digital Indonesia.(*)