Logo
>

Bursa Asia Dihantui Inflasi dan Suku Bunga, Investor Waspada

Ditulis oleh Syahrianto
Bursa Asia Dihantui Inflasi dan Suku Bunga, Investor Waspada

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa Asia diprediksi mengalami minggu yang lesu, diiringi dengan rilis data inflasi penting yang akan menjadi penentu arah suku bunga global.

    Sinyal awal menunjukkan pelemahan, dengan kontrak berjangka (futures) untuk saham di Australia, Jepang, dan Hong Kong mengalami penurunan di awal perdagangan Senin (24 Juni 2024). Di sisi lain, kontrak futures AS stabil di awal perdagangan Asia, setelah indeks S&P 500 mengalami koreksi pada hari Jumat di tengah masa berlaku opsi dalam jumlah besar.

    Pergerakan ini mencerminkan kondisi pasar yang sedang mencari arah menjelang paruh kedua 2024. Ketidakpastian terkait prospek suku bunga dari berbagai bank sentral, termasuk Selandia Baru, Jepang, dan Amerika Serikat, menjadi faktor utama.

    Data inflasi dari Australia dan Tokyo, serta pengukur inflasi biaya konsumen pilihan bank sentral AS (PCE) yang dirilis The Fed, akan menjadi titik fokus minggu ini. Data ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang arah kebijakan suku bunga di masa depan.

    Selain data inflasi, investor juga akan mencermati data aktivitas jasa AS yang menunjukkan peningkatan ke laju tercepat dalam lebih dari dua tahun. Hal ini dapat menjadi indikator kekuatan ekonomi AS dan berpotensi memengaruhi sentimen pasar.

    Secara keseluruhan, bursa Asia diprediksi akan bergerak hati-hati di minggu ini, dengan fokus utama pada data inflasi dan prospek suku bunga global. Investor akan mencermati data dan pernyataan dari berbagai bank sentral untuk mendapatkan petunjuk arah pergerakan pasar selanjutnya.

    Pekan ini, selain mencermati data inflasi, para pelaku pasar juga akan mewaspadai meningkatnya risiko politik. Debat presiden AS pertama antara Joe Biden dan Donald Trump telah dijadwalkan, serta putaran pertama pemilu legislatif Prancis akan berlangsung akhir pekan mendatang.

    Para pelaku pasar dan ahli strategi mulai mempertanyakan berapa lama reli bisa bertahan, karena pasar obligasi dan mata uang berfluktuasi akibat perubahan taruhan pada penurunan suku bunga bank sentral dan ketidakpastian pemilu di Eropa. Indeks saham global telah naik 2,3 persen kuartal ini, bersiap untuk kenaikan kuartal ketiga berturut-turut sementara saham AS telah mencapai rekor tertinggi bulan ini di tengah kegilaan terhadap kecerdasan buatan (AI).

    Menurut Morgan Stanley, koreksi sudah mulai terlihat di level saham individu karena pergerakan pasar secara keseluruhan sangat lemah dengan momentum untuk beberapa saham tertentu yang terus berlanjut nyaris tanpa henti.  Namun, hal ini mungkin akan berlanjut hingga paruh kedua tahun ini sampai ada perubahan dalam prospek makro, seperti inflasi yang menandakan perlunya kenaikan suku bunga atau pertumbuhan ekonomi yang melambat secara signifikan, demikian ditulis oleh Michael Wilson, kepala ahli strategi saham AS, dalam catatan kepada klien pada Minggu.

    "Sampai pasar obligasi memberi tekanan balik melalui premi risiko jangka panjang yang lebih tinggi, atau pertumbuhan melambat dengan cara yang lebih berarti, kami memperkirakan kinerja pasar yang sempit ini akan terus berlanjut," tulisnya.

    Di Asia, investor aset China kembali melakukan aksi jual minggu lalu karena para pembuat kebijakan tidak menunjukkan urgensi untuk meluncurkan lebih banyak stimulus. Yuan melemah ke level terendah dalam tujuh bulan, dan indeks acuan Shanghai Composite Index turun di bawah level 3.000 pada hari Jumat untuk pertama kalinya sejak Maret.

    Sementara itu, China dan Uni Eropa telah sepakat untuk memulai pembicaraan tentang rencana blok tersebut mengenakan tarif pada kendaraan listrik yang diimpor dari China.

    Indeks S&P 500 turun 0,2 persen pada Jumat karena estimasi bahwa USD5,5 triliun opsi yang telah kedaluwarsa selama peristiwa triwulanan yang dikenal dengan "triple witching." Hampir 18 miliar saham berpindah tangan di bursa AS, lebih dari 55 persen di atas rata-rata tiga bulan. Nvidia Corp memainkan peran tambahan, dengan nilai kontrak yang terkait dengan pembuat chip tersebut menjadi yang terbesar kedua dari aset dasar mana pun, hanya tertinggal dari S&P 500.

    Dolar AS stabil di awal perdagangan Asia sementara yen Jepang berada di bawah 160 per dolar karena pelaku pasar tetap waspada terhadap pejabat yang mencabut peringatan verbal tentang pergerakan mata uang tersebut. Investor ritel tampaknya akan kembali bertaruh untuk rebound yen setelah penurunan 1,5 persen bulan ini meningkatkan risiko intervensi.

    Imbal hasil (yield) Treasury 10-tahun ditutup sedikit berubah di 4,26 persen pada Jumat setelah PMI manufaktur dan jasa AS pendahuluan bulan Juni dari S&P Global melampaui perkiraan. Data yang lebih kuat tersebut meredakan reli sebelumnya di Treasury setelah data PMI Eropa yang lebih lemah. Premi risiko Prancis atas Jerman ditutup pada level tertinggi sejak 2012.

    Dalam komoditas, minyak turun 1,8 persen menjadi di bawah USD81 per barel di tengah dolar AS yang lebih kuat dan indikator teknis yang menunjukkan reli baru-baru ini sudah terlalu jauh. Emas turun di tengah pertimbangan ulang terhadap prospek penurunan suku bunga The Fed. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.