KABARBURSA.COM - Bursa Asia dan nilai tukar dolar AS memulai pekan ini dengan langkah pelan. Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali menghangat, sementara investor global memilih bertahan menunggu rilis data ketenagakerjaan AS dan keputusan suku bunga Eropa yang diperkirakan akan dipangkas.
Pasar nyaris tak bereaksi saat Presiden Donald Trump pada Jumat malam tiba-tiba mengancam menggandakan tarif impor baja dan aluminium menjadi 50 persen, mulai berlaku 4 Juni. Kejutan ini kontan bikin jengkel para negosiator Uni Eropa.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan pada Minggu bahwa Trump berencana menelepon Presiden Xi Jinping untuk meredakan ketegangan soal ekspor mineral strategis. Tapi tanggapan Beijing keras: kritik dagang Trump langsung ditolak mentah-mentah. Artinya, panggilan telepon itu sepertinya masih lama.
Dari dalam negeri, pejabat Gedung Putih terus menepis dampak putusan pengadilan yang menyatakan Trump melampaui wewenangnya dengan menetapkan tarif impor secara sepihak ke semua mitra dagang AS.
"Kami akui putusan pengadilan bisa mempersulit jalur kebijakan dagang, tapi pemerintah masih punya banyak celah hukum untuk mencapai targetnya," kata Kepala Ekonom JPMorgan, Bruce Kasman, dikutip dari Reuters di Jakarta, Senin, 2 Juni 2025.
Ia menambahkan, “Pemerintah tetap berkomitmen mempertahankan tarif minimum 10 persen, bahkan siap menaikkan tarif sektor-sektor tertentu.”
Kasman juga memprediksi akan ada kenaikan tarif di kawasan ASEAN sebagai upaya mencegah praktik transhipment. Dan tensi dagang AS–Uni Eropa tampaknya belum akan reda.
Investor kini menanti langkah Trump hari Rabu soal apakah ia benar-benar menaikkan tarif menjadi 50 persen, atau justru mundur seperti yang sudah sering terjadi sebelumnya. Selama penantian ini, kehati-hatian menguasai pasar. Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang datar. Indeks Nikkei Jepang turun 1,4 persen, sementara Hang Seng di Hong Kong ambles 2,5 persen.
Pasar saham Korea Selatan naik tipis 0,2 persen, didorong harapan bahwa pemilu presiden mendadak pada Selasa akan menghasilkan pemenang yang jelas. Di Eropa, indeks futures EUROSTOXX 50 turun 0,2 persen, sedangkan FTSE dan DAX bergerak tipis tanpa arah yang jelas.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka melemah pada perdagangan pagi ini, Senin 2 Juni 2025. IHSG turun 29,82 poin atau 0,42 persen ke level 7.146,00 pada sesi awal, setelah sempat bergerak di rentang intraday antara level tertinggi 7.152,91 dan terendah 7.134,32.
Sememtara itu, Indeks futures S&P 500 di AS melemah 0,4 persen dan Nasdaq turun 0,5 persen. Padahal, sepanjang Mei lalu, S&P melesat 6,2 persen dan Nasdaq melonjak 9,6 persen, didorong harapan bahwa tarif akhir bakal jauh lebih rendah dibanding ancaman awal yang kelewat tinggi.
Tarik-ulur tarif ini sudah bikin ekonomi AS naik turun. Kuartal pertama sempat kontraksi, tapi diperkirakan bakal melonjak pada kuartal kedua seiring penurunan volume impor. Perkiraan terkini dari Fed Atlanta lewat model GDPNow menunjukkan pertumbuhan tahunan di kuartal April–Juni bisa mencapai 3,8 persen. Namun banyak analis menduga pertumbuhan akan melambat tajam di paruh kedua 2025.
Data manufaktur dan ketenagakerjaan AS yang keluar pekan ini akan jadi tolok ukur penting untuk mengukur denyut ekonomi Negeri Paman Sam. Proyeksi sementara menunjukkan pertambahan lapangan kerja sebanyak 130 ribu pada Mei, dengan tingkat pengangguran tetap di angka 4,2 persen.(*)