Logo
>

Bursa Asia tak Kompak saat Minyak Dunia Melonjak

Lonjakan harga minyak akibat konflik Israel–Iran mengguncang sentimen pasar. Bursa Asia bergerak campuran di tengah gejolak global.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Bursa Asia tak Kompak saat Minyak Dunia Melonjak
Ilustrasi: Ketegangan geopolitik Timur Tengah dorong harga minyak naik. Bursa Asia bergerak variatif di tengah sentimen energi dan inflasi. Foto; KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Bursa Asia bergerak tidak seragam pada awal pekan ini di tengah lonjakan harga minyak dunia akibat memanasnya konflik Israel dan Iran. Ketegangan geopolitik tersebut menimbulkan kekhawatiran pasar atas gangguan distribusi minyak mentah global, terutama yang melalui Selat Hormuz—jalur pelayaran sempit di lepas pantai Iran yang menjadi rute bagi sekitar 20 persen pasokan minyak dunia.

Minyak mentah acuan Amerika Serikat bertambah USD73,18 per barel (setara Rp1,2 juta), sementara Brent, patokan internasional, menguat ke level USD75,18 per barel (sekitar Rp1,23 juta). Sejak serangan Israel ke fasilitas nuklir dan militer Iran akhir pekan lalu, harga minyak melonjak lebih dari tujuh persen.

Dilansir dari AP di Jakarta, Senin, 16 Juni 2025, pasar saham Asia merespons dengan pergerakan yang cenderung campuran. Indeks Nikkei 225 di Tokyo naik 1,3 persen ke level 38.307,74. Kospi Seoul di Korea Selatan ikut menguat 0,9 persen ke posisi 2.920,57.

Namun pasar China tampak lesu meski konsumsi masyarakat naik 6,1 persen secara tahunan pada Mei. Pertumbuhan output industri hanya 5,8 persen, di bawah ekspektasi. Indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,1 persen ke 23.864,20, sementara Shanghai Composite bergerak tipis di 3.378,78. Bursa Australia juga terkoreksi, dengan ASX 200 melemah 0,2 persen ke 8.547,40.

Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG memulai perdagangan di zona hijau dengan kenaikan 0,15 persen ke level 7.176,59. Beberapa menit setelah pembukaan, indeks terus menguat 0,39 persen atau bertambah 27,8 poin ke posisi 7.193.

Di Amerika Serikat, pasar saham anjlok pada Jumat lalu setelah eskalasi konflik. Indeks S&P 500 merosot 1,1 persen ke posisi 5.976,97. Dow Jones kehilangan 1,8 persen ke 42.197,79, sedangkan Nasdaq tergelincir 1,3 persen ke 19.406,83.

Saham-saham sektor energi dan pertahanan mencatatkan kenaikan tajam. ExxonMobil naik 2,2 persen, dan ConocoPhillips menguat 2,4 persen seiring proyeksi lonjakan laba dari kenaikan harga minyak. Saham perusahaan pertahanan seperti Lockheed Martin, Northrop Grumman, dan RTX juga terangkat lebih dari 3 persen.

Sebaliknya, emiten yang mengandalkan konsumsi bahan bakar tinggi dan sektor perjalanan justru terpukul. Saham Carnival anjlok 4,9 persen, United Airlines melemah 4,4 persen, dan Norwegian Cruise Line jatuh 5 persen. Ketidakpastian geopolitik dinilai menekan minat bepergian dan biaya operasional mereka.

Analis memperkirakan harga minyak akan tetap tinggi dalam waktu dekat, terutama jika konflik makin meluas dan mengganggu ekspor energi dari kawasan Timur Tengah.

Emas Naik, Obligasi AS Melemah

Harga emas menguat seiring kecemasan investor global yang mencari aset lindung nilai. Emas naik 1,4 persen pada Jumat lalu dan masih bertahan stabil hingga Senin pagi.

Sementara itu, obligasi pemerintah Amerika Serikat justru melemah. Harga surat utang yang biasanya naik saat pasar gelisah justru turun, mendorong kenaikan imbal hasil (yield). Kenaikan ini dipicu kekhawatiran pasar bahwa lonjakan harga minyak bisa menyulut inflasi dalam waktu dekat.

Meski inflasi Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir relatif jinak dan masih mendekati target The Federal Reserve di kisaran dua persen, kekhawatiran tetap tinggi. Tarif dagang yang diberlakukan Presiden Donald Trump dikhawatirkan menjadi pemicu gelombang inflasi baru.

Sinyal lainnya datang dari laporan awal Universitas Michigan yang menunjukkan kenaikan kepercayaan konsumen Amerika pada Juni. Survei itu mencatat perbaikan pertama dalam enam bulan terakhir. Penundaan tarif oleh Trump serta ekspektasi inflasi yang mulai mereda turut mendorong sentimen pasar membaik.

Di sisi lain, saham Adobe anjlok 5,3 persen meskipun perusahaan perangkat lunak itu melaporkan laba kuartalan yang lebih tinggi dari perkiraan analis. Kinerja keuangan dinilai solid, namun investor kecewa karena tak ada proyeksi pendapatan yang lebih agresif untuk tahun berjalan.

Di pasar mata uang, dolar Amerika menguat terhadap yen Jepang ke posisi 144,37 dari 144,03. Sementara itu, euro sedikit menguat ke USD1,1537 (sekitar Rp18.917) dari USD1,1533.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).