KABARBURSA.COM – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan relaksasi buyback saham oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanpa mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai langkah yang tepat dalam situasi darurat, tetapi efektivitasnya dalam mengembalikan kepercayaan pasar masih dipertanyakan.
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi mencegah kejatuhan lebih dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), namun tidak cukup untuk memicu pemulihan yang berkelanjutan tanpa adanya perbaikan fundamental ekonomi.
"Langkah ini berpotensi mengurangi jumlah saham beredar (float) dan meningkatkan harga saham melalui mekanisme supply-demand," ujar Achmad kepada KabarBursa.com melalui aplikasi perpesanan pada Kamis, 20 Maret 2025.
Langkah OJK membebaskan emiten untuk melakukan buyback saham tanpa persetujuan RUPS merupakan respons cepat dalam menghadapi aksi jual besar-besaran investor asing. Namun, harus dipahami bahwa buyback hanya bersifat temporer dan tidak serta-merta bisa mengembalikan IHSG ke level stabil.
Relaksasi aturan buyback saham tanpa RUPS dirancang untuk menghilangkan hambatan birokrasi. Biasanya, perusahaan memerlukan waktu berminggu-minggu untuk menggelar RUPS guna mendapatkan persetujuan pemegang saham. Namun tidak karena kebijakan baru tersebut.
"Meski IHSG sempat rebound 2 persen setelah pengumuman, indeks kembali fluktuatif dalam beberapa hari berikutnya. Ini menunjukkan bahwa pasar masih ragu apakah mampu mengatasi akar masalah," ucap dia.
Menurutnya, efektivitas buyback sangat bergantung pada kesiapan emiten untuk mengalokasikan dana internal mereka.
Emiten dengan likuiditas terbatas kemungkinan akan ragu untuk melakukan buyback, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi.
Aturan membatasi buyback maksimal 20 persen dari modal disetor, dan perusahaan harus menggunakan dana internal.
"Padahal, di tengah ketidakpastian ekonomi, banyak emiten mungkin memprioritaskan likuiditas untuk operasional atau pelunasan utang," kata dia.
Banyak perusahaan saat ini lebih fokus menjaga arus kas dan stabilitas operasional dibandingkan menggelontorkan dana besar untuk buyback saham. Oleh karena itu, menurut dia kebijakan itu bisa saja hanya dimanfaatkan oleh segelintir emiten yang memiliki cadangan kas berlebih.
Achmad juga menyoroti potensi penyalahgunaan kebijakan buyback ini. Sejarah menunjukkan bahwa beberapa perusahaan menggunakan buyback sebagai strategi jangka pendek untuk mengerek harga saham tanpa ada perbaikan fundamental.
“OJK perlu memastikan transparansi dalam pelaksanaan buyback, termasuk batasan waktu dan pengumuman publik yang jelas, untuk mencegah manipulasi pasar,” ujar dia.
Selain itu, ia menekankan bahwa faktor eksternal seperti suku bunga global, stabilitas politik dalam negeri, dan kepercayaan investor asing terhadap kebijakan pemerintah turut menentukan arah pergerakan IHSG.
Buyback dinilai bisa membantu menstabilkan pasar dalam jangka pendek, tetapi tanpa langkah komprehensif dari pemerintah dan otoritas terkait, efeknya akan terbatas. Jika investor asing terus menarik dana akibat ketidakpastian regulasi dan kebijakan fiskal, maka buyback hanya akan dimaknai menjadi solusi tambal sulam.
Menurut Achmad, strategi yang lebih efektif adalah memperkuat kebijakan ekonomi makro, memberikan insentif bagi investor domestik, serta memperjelas arah kebijakan pemerintah pasca-Pemilu 2024.
“IHSG tidak bisa hanya bergantung pada buyback. Dibutuhkan pendekatan yang lebih luas, termasuk stabilisasi nilai tukar rupiah, penguatan pasar obligasi, serta insentif bagi investor jangka panjang,” ujar dia.
Situasi trading halt pada 18 Maret 2025 kemarin, menut Achmad mengingatkan pada Maret 2020, ketika IHSG anjlok 6,58 persen setelah pengumuman kasus pertama Covid-19.
"Saat itu, BEI memberlakukan trading halt tujuh kali dalam beberapa pekan, sementara OJK melonggarkan aturan pembatasan short selling," ujar dia
Kebijakan saat itu berhasil mencegah kehancuran lebih parah, tetapi pemulihan IHSG memakan waktu berbulan-bulan, didorong oleh stimulus ekonomi pemerintah dan pemulihan sektor kesehatan global.
Perbedaan utama krisis 2025 adalah faktor pemicu bukan pandemi, melainkan ketidakpastian politik dan pelarian modal asing.
Achmad mengatakan investor asing, yang menguasai sekitar 60 persen kepemilikan saham di BEI, merespons negatif isu revisi Undang- Undang TNI dan ketegangan geopolitik regional.
"Buyback saham mungkin bisa memperlambat penurunan, tetapi tanpa perbaikan fundamental ekonomi dan stabilitas politik, efeknya hanya bersifat sementara," ujar dia.
Diberitakan KabarBursa.com sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan kebijakan tersebut diambil untuk menstabilkan pasar. Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat dibekukan sementara pada Rabu, 19 Maret 2025.
"Kami mengumumkan kebijakan perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham atau buyback tanpa memperoleh persetujuan RUPS sesuai dengan Ketentuan 7 POJK No. 13 Tahun 2023," jelasnya dalam konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2025.
Dalam mengimplementasikan kebijakan itu, perusahaan harus memenuhi ketentuan PJOK No.29 tahun 2023, tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka.
Inarno menjelaskan buyback saham tanpa RUPS ini akan berlaku hingga 6 bulan setelah tanggal surat ketika dikeluarkan oleh OJK yakni pada 18 Maret 2025.
Dia berharap kebijakan buyback tanpa RUPS dapat memberikan sinyal positif dengan memberikan market confident kepada para investor.
"Serta memberikan fleksibilitas bagi perusahaan terbuka dalam melakukan aksi korporasi untuk mengurangi tekanan harga saham," ujarnya.
Langkah ini merupakan salah satu kebijakan yang sering dikeluarkan oleh OJK di sektor pasar modal. Inarno mengklaim, cara ini dapat memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham.
Lebih jauh dia mengakui, kondisi pasar saat penuh dengan tantangan. Namun dirinya yakin bahwa dengan kerjasama yang erat antara regulator, pelaku pasar, dan seluruh pemangku kepentingan, pihaknya dapat melewati fase ini dengan baik.
"Kami sebagai regulator juga akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala serta memastikan seluruh langkah kebijakan yang dilaksanakan secara transparan dan dapat menjaga keseimbangan di pasar terhadap pelaksanaan kebijakan buyback tanpa RUPS," ujarnya.
Pembelian Kembali Saham
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memberlakukan buyback saham tanpa mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan kebijakan tersebut diambil untuk menstabilkan pasar. Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat dibekukan sementara pada Rabu, 19 Maret 2025.
"Kami mengumumkan kebijakan perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham atau buyback tanpa memperoleh persetujuan RUPS sesuai dengan Ketentuan 7 POJK No. 13 Tahun 2023," jelasnya dalam konferensi pers di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2025.
Dalam mengimplementasikan kebijakan itu, perusahaan harus memenuhi ketentuan PJOK No.29 tahun 2023, tentang pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka.
Inarno menjelaskan buyback saham tanpa RUPS ini akan berlaku hingga 6 bulan setelah tanggal surat ketika dikeluarkan oleh OJK yakni pada 18 Maret 2025.
Dia berharap kebijakan buyback tanpa RUPS dapat memberikan sinyal positif dengan memberikan market confident kepada para investor.
"Serta memberikan fleksibilitas bagi perusahaan terbuka dalam melakukan aksi korporasi untuk mengurangi tekanan harga saham," ujarnya.
Langkah ini merupakan salah satu kebijakan yang sering dikeluarkan oleh OJK di sektor pasar modal. Inarno mengklaim, cara ini dapat memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham.
Lebih jauh dia mengakui, kondisi pasar saat penuh dengan tantangan. Namun dirinya yakin bahwa dengan kerjasama yang erat antara regulator, pelaku pasar, dan seluruh pemangku kepentingan, pihaknya dapat melewati fase ini dengan baik.
"Kami sebagai regulator juga akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala serta memastikan seluruh langkah kebijakan yang dilaksanakan secara transparan dan dapat menjaga keseimbangan di pasar terhadap pelaksanaan kebijakan buyback tanpa RUPS," ujarnya.