KABARBURSA.COM - Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) memproyeksikan bahwa cadangan bijih nikel saprolite di Indonesia hanya akan bertahan hingga tahun 2029, asalkan seluruh proyek smelter, termasuk yang sudah beroperasi, dalam konstruksi, dan dalam perencanaan, beroperasi penuh.
Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2022, cadangan bijih nikel saprolite di Indonesia mencapai 2,38 miliar ton. Namun, kebutuhan bijih saprolite per tahun mencapai 425,6 juta ton untuk smelter berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) atau pirometalurgi, termasuk yang telah beroperasi, dalam proses konstruksi, serta yang masih dalam tahap studi kelayakan atau feasibility studies (FS).
Bijih saprolite ini akan diolah menjadi feronikel (FeNi) dengan kebutuhan per tahun sebanyak 286,1 juta ton, nickel pig iron (NPI) sejumlah 126,8 juta ton, dan nickel matte (Ni Matte) sebesar 12,6 juta ton.
Menurut data yang dikutip oleh IMA dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, saat ini terdapat total 44 unit smelter pirometalurgi yang beroperasi di Indonesia, sementara yang dalam tahap konstruksi berjumlah 25 unit, dan tahap FS sebanyak 28 unit. Dengan demikian, total proyek smelter RKEF yang menggunakan pasokan saprolit di Indonesia mencapai 97 unit.
"Dengan menggunakan asumsi smelter pada tahap perencanaan selesai pada 2026, maka diproyeksikan cadangan bijih nikel saprolite hanya bertahan hingga 2029," papar IMA dalam laporan Indonesian Mining Outlook Year 2023—2024, dikutip Minggu 24 Maret 2024.
Di sisi lain, cadangan bijih nikel jenis limonite yang menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) diproyeksikan masih sanggup bertahan hingga 2048.
Mengutip data Badan Geologi Kementerian ESDM, pada 2022, cadangan bijih limonite per 2022 mencapai 2,64 miliar ton.
Sementara itu, kebutuhan bijih saprolite per tahun mencapai 111,2 juta ton untuk smelter berbasis high pressure acid leach (HPAL) atau hidrometalurgi yang telah beroperasi, konstruksi, dan perencanaan.
Bijih limonite tersebut bakal digunakan untuk 4 produk yang diolah smelter HPA untuk proses ke arah katoda baterai.
Keempat produk itu a.l. mixed sulphide precipitate (MSP) dengan kebutuhan per tahun sebanyak 2,28 juta ton, mixed hydroxide precipitate (MHP) sejumlah 27,8 juta ton, nikel metal 61,6 juta ton, serta nikel sulfat-kobalt sulfat (co sulphate) 19,5 juta ton.
IMA mengutip data Kementerian Koordinator Bidang Maritim, di mana total smelter HPAL yang beroperasi di Indonesia saat ini hanya 3 unit, sedangkan yang masih dalam tahap konstruksi 6 unit, dan perencanaan 10 unit. Sehingga total proyek smelter hidrometalurgi di Tanah Air mencapai 19 unit.
Dengan menggunakan asumsi smelter pada tahap perencanaan selesai pada 2026, diproyeksikan cadangan bijih nikel limonite Indonesia hanya bertahan hingga 2048.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengatakan cadangan nikel saprolite di Indonesia masih akan bertahan hingga 13 tahun ke depan, sementara nikel limonite cukup hingga 33 tahun ke depan.
“Ketahanan cadangan nikel kita, saprolite ini kira-kira kita masih punya 13 tahun, limonite kita masih ada sekitar 33 tahun,” ujar Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno di Komisi VII DPR RI, Selasa 19 Maret 2024.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.