KABARBURSA.COM - Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memicu kemarahan publik karena akan memotong penghasilan para pekerja. Banyak pengkritik menilai Tapera sebagai pemaksaan yang merugikan pekerja.
Tapera memang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Namun, peraturan ini tidak banyak menarik perhatian publik hingga terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 sebagai turunan dari Undang-Undang Tapera. Revisi ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020.
Melalui Tapera, peserta wajib menyetor dana Tapera sebesar 3 persen dari penghasilan per bulan. Dari jumlah tersebut, 0,5 persen menjadi beban pemberi kerja.
Pemerintah mengklaim bahwa Tapera adalah solusi realistis untuk mengurangi backlog hunian bagi jutaan pekerja yang kesulitan membeli properti dengan penghasilan mereka saat ini.
Cara Uni Soviet Menyediakan Hunian Murah
Masalah harga hunian yang mahal terjadi di hampir seluruh negara di dunia. Namun, setiap pemerintah memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan kebutuhan papan bagi warga negaranya.
Uni Soviet, yang berhaluan sosialisme-komunisme, menjadi salah satu pemerintahan yang cukup sukses menyediakan hunian murah bagi semua rakyatnya.
Uni Soviet mengandalkan hunian bernama Khrushchyovka untuk mengatasi masalah tempat tinggal.
Meskipun sering menjadi olok-olok Barat, Khrushchyovka terbukti menjadikan Uni Soviet hampir tanpa gelandangan, masalah demografi yang justru lazim terjadi di negara-negara Barat.
Pembangunan Khrushchyovka masih dilanjutkan oleh beberapa negara eks Soviet, seperti Rusia.
Di Rusia, banyak Khrushchyovka lama dihancurkan dan penghuninya direlokasi ke tempat baru.
Makna dan Konsep Khrushchyovka
Khrushchyovka adalah bangunan-bangunan bertingkat yang dibangun sejak era Soviet, dengan ciri khas arsitektur seragam, tembok tebal, dan terlihat identik.
Di banyak kota di Rusia dan negara pecahan Soviet lainnya, Khrushchyovka sangat mudah ditemui. Di Indonesia, konsep Khrushchyovka hampir mirip dengan rumah susun (rusun) yang dikelola pemerintah.
Konsep Khrushchyovka bukan penemuan Soviet, melainkan telah digunakan di Jerman, Belanda, dan Prancis sebelum Perang Dunia II. Namun, Sovietlah yang menyempurnakan model rumah susun ini.
Khrushchyovka mulai dibangun di Uni Soviet pada tahun 1940-an, era Josef Stalin. Namun, pembangunan massalnya dilakukan pada era Nikita Khrushchev, yang memberi nama pada blok apartemen sederhana tersebut.
Khrushchyovka dirancang untuk dibangun secara massal, cepat, dan dengan biaya minimal. Sebagian besar bangunan ini memiliki lima lantai, sesuai peraturan era Soviet yang membatasi bangunan tanpa lift hingga lima lantai.
Varian lainnya adalah bangunan berlantai tiga atau empat, namun jumlahnya relatif sedikit.
Karena biaya murah, Khrushchyovka memiliki beberapa kekurangan seperti langit-langit rendah, suara bising dari tetangga, dan tidak adanya lift.
Khrushchyovka juga tidak menyediakan fasilitas seperti kolam renang, keamanan 24 jam, CCTV, area bermain, atau zona hijau. Namun, Khrushchyovka tetap layak ditinggali.
Bangunan ini memiliki dinding tebal dan dibangun terintegrasi dengan transportasi publik atau konsep TOD. Konsep dasar Khrushchyovka adalah murah dan nyaman, meski tidak mewah.
Jutaan penghuni Khrushchyovka tetap nyaman tinggal di sana, bahkan banyak yang menolak pindah saat pemerintah Rusia menawarkan relokasi ke bangunan baru.
Pelajaran dari Khrushchyovka menunjukkan bahwa solusi hunian murah dan layak bisa dicapai dengan perencanaan yang matang dan implementasi yang efektif.
Meskipun Tapera masih menuai kontroversi, pemerintah Indonesia dapat mengambil inspirasi dari model Khrushchyovka untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap hunian yang terjangkau dan layak.
Iuran Tapera Diberlakukan 2027
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa masih ada waktu bagi semua pihak untuk memberikan masukan terkait pemberlakuan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga tahun 2027.
Hal itu disampaikan Moeldoko menyusul keputusan pemerintah yang menunda pemberlakuan iuran Tapera dari tahun ini menjadi paling lambat tahun 2027.
Menurut Moeldoko, persoalan Tapera bukan hanya soal penundaan, tetapi tentang mendengarkan aspirasi berbagai pihak sehingga akan ada perbaikan melalui peraturan menteri yang akan diterbitkan nantinya.
"Pentingnya mendengarkan masukan dari berbagai pihak untuk memastikan kebijakan yang diambil tepat sasaran dan dapat diterima oleh semua kalangan," kata Moeldoko, dikutip dari Antara, Minggu, 9 Juni 2024.
Moeldoko menjelaskan bahwa semangat pemberlakuan kebijakan iuran Tapera didasari oleh adanya backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta yang harus ditangani negara.
Meskipun pemerintah telah memberikan subsidi untuk menekan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 5 persen, kebijakan ini hanya mampu mendorong kepemilikan rumah sebanyak 300.000 unit per tahun. Oleh karena itu, diperlukan skema baru untuk mengatasi backlog kepemilikan rumah yang masih sangat besar.
Ia juga menyebutkan bahwa sebelumnya sudah ada Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang membantu ASN dalam memiliki rumah. Namun, pemerintah merasa perlu adanya cakupan skema yang lebih luas hingga muncul skema Tapera ini.
Dengan skema Tapera, diharapkan lebih banyak masyarakat yang dapat memiliki rumah dengan biaya yang terjangkau.
Lebih lanjut, Moeldoko mengajak semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan dan saran terkait pemberlakuan Tapera. Partisipasi ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
"Pemerintah berharap dengan adanya masukan yang konstruktif, skema Tapera dapat diperbaiki dan diimplementasikan dengan lebih baik, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat luas," jelasnya.
Selain itu, Moeldoko juga mengingatkan bahwa program Tapera ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan tempat tinggal yang layak.
Ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mencari solusi terbaik dalam mengatasi masalah perumahan di Indonesia, termasuk melalui skema Tapera yang diharapkan dapat mengurangi backlog kepemilikan rumah secara signifikan. (*)