Logo
>

Curhat Petani Cengkeh dalam Bagi Hasil Cukai Tembakau

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Curhat Petani Cengkeh dalam Bagi Hasil Cukai Tembakau

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Isu alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau atau DBH CHT kembali mengemuka. Aspirasi petani cengkeh untuk diakomodir dalam penerima manfaat cukai tersebut digemakan oleh legislator di Komisi XI DPR RI beberapa hari lalu.

    Hal ini memicu pertanyaan tentang nasib petani tembakau. Di sisi lain, turunnya alokasi DBH CHT sebesar 9,26 persen dari penerimaan cukai pada 2023 menimbulkan masalah lain terhadap kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil tembakau.

    Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, sebelumnya meminta Kementerian Keuangan agar mengakomodasi kebutuhan petani cengkeh dalam DBH CHT. Permintaan ini muncul karena cengkeh merupakan komponen penting dalam produksi sigaret kretek, salah satu objek cukai hasil tembakau.

    “Petani cengkeh ini protes, sigaret kretek itu kan (ada komponen) cengkeh, dia enggak kebagian padahal porsinya besar,” ujar Andreas dalam Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran Eselon I Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu. Dikutip Jakarta, Jumat 14 Juni 2024.

    Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menyinggung nomenklatur Cukai Hasil Tembakau yang seolah hanya fokus pada komoditas tembakau. Andreas juga mengusulkan istilah “Cukai Tembakau” diganti menjadi “Cukai Rokok” agar nantinya petani cengkeh bisa terakomodasi dalam dana bagi hasil tersebut.

    Legislator asal Dapil Jawa Timur V ini menyatakan banyak petani cengkeh di daerahnya, yaitu Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang, yang merasa tidak mendapatkan bagian yang adil dari DBH CHT.

    Sejalan dengan Andreas, anggota Komisi XI DPR RI, Jefry Romdonny, juga menyampaikan aspirasi serupa dari petani cengkeh di wilayah Majalengka. Ia menyatakan bahwa hanya petani tembakau dan buruh pabrik rokok yang saat ini menerima alokasi DBH CHT.

    “Saya kemarin di dapil di Majalengka bertemu dengan petani cengkeh. Mereka ini menyampaikan aspirasi terkait Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau, di mana hanya petani tembakau dan buruh pabrik rokok saja yang dapat alokasi DBH CHT,” kata Jefry, Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.

    Jefry juga berpandangan penamaan “Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau” masih belum mengakomodir para petani cengkeh untuk ikut menerima hasil cukai, terutama dari produk Sigaret Kretek Tangan. “Alangkah lebih baiknya kalau istilahnya itu diganti saja dengan Dana Bagi Hasil Cukai Rokok, jadi itu nanti si petani cengkeh ini bisa dimasukan dalam penerima dana bagi hasil tersebut,” katanya.

    Kebijakan Baru CHT

    Pemerintah sebelumnya menerbitkan peraturan terkait kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk tahun 2023. Dilansir dari laman Sekretariat Negara, kenaikan tarif cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi maupun produksi rokok. Kenaikan itu turut mendongkrak nilai penyaluran DBH CHT menjadi 3 persen atau Rp 5,47 triliun pada 2023, meningkat sekitar 39,4 persen dari DBH CHT tahun 2022 yang masih menggunakan alokasi 2 persen.

    Namun, Kementerian Keuangan kemudian menurunkan DBH CHT pada 2024 menjadi sebesar Rp 4,9 triliun. Angka ini mengalami penurunan sebesar 9,26 persen dibandingkan alokasi tahun sebelumnya. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengungkapkan penurunan DBH cukai hasil tembakau ini disebabkan oleh penurunan penerimaan cukai hasil tembakau pada 2023 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2024, Provinsi Jawa Timur adalah wilayah dengan penerima DBH CHT tertinggi, yakni sebesar Rp 2,77 triliun. Hal ini tak lepas karena daerah tersebut merupakan sentra penghasil tembakau terbesar di indonesia.

    Adapun untuk alokasi DBH cukai hasil tembakau tersebut, pemerintah menggunakan aturan lain, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215 Tahun 2021. Ketentuan dalam beleid ini mengatur alokasi DBH CHT dirinci sebagai berikut: 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, 20 persen untuk peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja, dan pembinaan industri, 30 persen untuk penyaluran bantuan langsung tunai pada petani dan buruh tembakau, 40 persen untuk kesehatan, dan 10 persen untuk penegakan hukum, khususnya dalam mengontrol peredaran rokok ilegal.

    Memperbaiki Tata Kelola 

    Ketentuan DBH hasil cukai tembakau di atas pernah mendapat sorotan dari masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Armand Suparman, mengingatkan pengalaman pengalokasian dan distribusi DBH CHT di wilayah penghasil tembakau selama ini masih menemui masalah berupa penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran dan tidak merata. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah seiring dengan peningkatan signifikan DBH CHT selama dua tahun ke depan.

    Armand menekankan pentingnya pelibatan para pemangku kepentingan kunci dalam menentukan pengalokasian dan distribusi DBH CHT. Pemerintah daerah harus melibatkan perwakilan petani, buruh, dan industri agar penggunaan DBH CHT benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Pemerintah, kata dia, perlu lebih aktif “jemput bola” ke berbagai pihak tersebut.

    Di sisi lain, perwakilan asosiasi petani, buruh, dan pelaku industri juga perlu lebih kuat menyuarakan kebutuhan mereka dan mengawal penetapan alokasi DBH CHT di daerah. “Jangan sampai ada keterputusan informasi yang diterima pemda sehingga dana yang besar itu menjadi tidak tepat sasaran. Pelibatan multistakeholder ini jadi sangat penting dalam tata kelola DBH CHT ke depan,” kata Armand.

    Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Agus Parmuji, belum merespons permintaan konfirmasi mengenai bagi hasil dengan petani cengkeh dan alokasi DBH CHT yang dinilai salah sasaran tersebut.

    Pada Mei lalu, Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia telah menyampaikan aspirasi mereka kepada Badan Legislasi DPR RI untuk diakomodir dalam Rancangan Undang-Undang tentang Komoditas Strategis Perkebunan.

    Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) itu, para petani dan pedagang menginginkan kehadiran negara yang nyata untuk memberikan perlindungan bagi komoditas tembakau dan cengkeh. Mereka mengusulkan pembentukan badan yang mengelola tata niaga tembakau, mengingat sumbangan cukai rokok—hasil olahan tembakau dan cengkeh—sangat besar terhadap penerimaan negara.

    “Ada usulan badan yang dibentuk oleh pemerintah yang mengelola tata niaga tembakau. Kalau sawit kan ada dana (bagi hasil) dari sawit itu kembali lagi ke petani sawit tapi kalau tembakau nggak ada, bahkan tadi di cengkeh bagian cukai pun nggak dapat dia,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi. (alp/prm)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).