KABARBURSA.COM - Tren aliran modal asing keluar atau capital outflow di pasar keuangan Indonesia terus berlanjut. Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa capital outflow terjadi di sebagian besar instrumen pasar keuangan nasional.
Pada periode 22-25 April, terjadi capital outflow sebesar Rp2,47 triliun di pasar keuangan RI, yang lebih rendah dibandingkan dengan pekan sebelumnya yang mencapai Rp21,46 triliun.
Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono, menyatakan bahwa nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat melakukan jual neto sebesar Rp2,47 triliun.
“Berdasarkan data transaksi 22-25 April 2024, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp2,47 triliun,” kata Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono, dalam keterangannya Sabtu, 27 April 2024.
Aliran modal asing paling signifikan terjadi di pasar saham sebesar Rp2,34 triliun, diikuti oleh instrumen surat berharga negara (SBN) dengan capital outflow sebesar Rp2,08 triliun.
Di sisi lain, instrumen sekuritas rupiah BI (SRBI) mencatatkan aliran modal asing masuk sebesar Rp1,95 triliun.
Dengan perkembangan tersebut, data setelmen hingga 25 April menunjukkan capital outflow sebesar Rp47,26 triliun di pasar SBN sejak awal tahun ini (year to date/ytd). Sementara itu, di pasar saham terdapat capital inflow sebesar Rp9,68 triliun, dan aliran modal asing masuk pada instrumen SRBI mencapai Rp9,08 triliun.
Perkembangan pasar keuangan juga mempengaruhi premi risiko investasi Indonesia atau premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia lima tahun naik menjadi 79,36 April dari sebelumnya 77,60 bps pada 19 Maret. Selain itu, tingkat imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun naik ke 7,07 persen, sedangkan yield US Treasury 10 tahun turun menjadi 4,704 persen.
Sementara, kurs rupiah melemah ke Rp16.222 per dolar AS per 26 April, seiring dengan tekanan dari kondisi perekonomian global dan capital outflow yang meningkat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pasar keuangan Indonesia tengah tertekan oleh kondisi perekonomian global. Hal ini terefleksikan dari dana asing yang keluar atau capital outflow yang kian tinggi.
Dia menjelaskan, tekanan itu tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global, khususnya dari arah kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Katanya lagi, pasar kini berekspektasi, tingkat suku bunga The Fed yang tinggi akan berlangsung lebih lama.
Dengan demikian, tingkat imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS berada dalam tren kenaikan. Hal ini kemudian membuat investor beralih dari pasar keuangan negara berkembang ke AS.
“Kalau kita lihat dengan capital outflow di surat berharga dan untuk bulan April surat berharga dan capital market karena dua minggu terakhir ini cukup terjadi perubahan akibat statement dan juga posisi Federal Reserve yang menggambarkan mereka cenderung mempertahankan suku bunga,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi April, di Jakarta, Jumat, 26 April 2024.