Logo
>

Dampak bagi Ekonomi Indonesia Jika Dolar AS Terus Perkasa

Ditulis oleh KabarBursa.com
Dampak bagi Ekonomi Indonesia Jika Dolar AS Terus Perkasa

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengalami tekanan yang sangat kuat. Saat ini, nilai tukar dolar AS mendekati level Rp16.400. Jika tren ini berlanjut, masyarakat Indonesia akan merasakan dampaknya.

    Para ekonom mengungkapkan bahwa dampak langsung dari kenaikan nilai tukar dolar AS adalah meningkatnya harga barang-barang di pasar domestik, terutama karena banyak barang yang masih diimpor.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyatakan bahwa konsumen akan menghadapi kenaikan harga barang. Para produsen juga akan kesulitan karena banyak bahan baku yang diimpor mengalami kenaikan harga.

    "Jika terjadi pelemahan nilai tukar rupiah, harga barang impor akan meningkat, menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi konsumen yang membeli barang impor. Industri yang mengimpor bahan baku juga akan merasakan dampaknya," jelas Faisal.

    Faisal menyoroti beberapa sektor yang rentan terhadap inflasi akibat melemahnya nilai tukar rupiah. Sektor farmasi yang memproduksi obat-obatan, sektor otomotif yang memproduksi kendaraan, dan sektor elektronik yang memproduksi barang-barang seperti handphone dan laptop sangat rentan terhadap inflasi.

    "Sektor yang paling besar ketergantungannya pada impor seperti farmasi, manufaktur otomotif, dan elektronik sangat rawan terhadap inflasi," tambah Faisal.

    Industri tekstil juga kemungkinan akan terdampak karena masih banyak bahan baku kapas yang diimpor. Selain itu, industri pangan juga berisiko tinggi karena banyak bahan pangan yang masih diimpor.

    Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, juga mengatakan bahwa penguatan kurs dolar AS akan membuat harga barang di Indonesia semakin mahal, terutama harga energi seperti bahan bakar minyak (BBM).

    "Inflasi impor akan meningkat, harga BBM biasanya yang akan terdampak paling parah," ungkap Nailul Huda.

    Jika inflasi tinggi di masyarakat, Nailul Huda memperingatkan, maka daya beli masyarakat akan menurun, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan tingkat kemiskinan di Indonesia.

    "Inflasi domestik akan meningkat signifikan. Daya beli tertekan, pertumbuhan ekonomi terhambat, dan kemiskinan akan meningkat," ujarnya.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah akan berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah akan menghadapi peningkatan pengeluaran, terutama untuk belanja yang terkait dengan kebutuhan impor seperti energi dan pertahanan.

    Selain itu, pembayaran cicilan utang yang banyak menggunakan mata uang dolar AS akan menjadi lebih mahal, termasuk bunga utangnya.

    Hal ini akan mempersempit ruang fiskal anggaran negara, sehingga belanja pemerintah untuk sektor ekonomi riil atau pelayanan publik akan berkurang.

    "Belanja APBN akan meningkat karena asumsi dolar AS digunakan untuk belanja pemerintah yang terkait impor dan cicilan utang serta bunga menjadi lebih tinggi. Ruang fiskal akan mengecil dan sektor riil akan terdampak karena belanja pemerintah berkurang," kata Esther.

    Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

    Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami penguatan terhadap Rupiah. Bahkan, mata uang negara Paman Sam tersebut sempat menekan Rupiah hingga mencapai level Rp16.400.

    Menurut data RTI, pada hari Jumat, 14 Juni, dolar AS menekan Rupiah paling kuat hingga menyentuh level Rp16.400. Meski begitu, pada akhir perdagangan hari tersebut, nilai tukar Rupiah sedikit menguat dan bertahan di level Rp16.394.

    Pelemahan Rupiah yang signifikan ini sempat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa khawatir. Dia mengakui bahwa ketika nilai tukar dolar AS mendekati Rp16.200, ia mulai merasa was-was. Namun, saat ini penguatan Dolar telah melampaui kekhawatiran awalnya.

    "Kurs dolar AS, kemarin kita agak ngeri juga karena melompat di atas Rp16.000, Rp16.200, kita sudah mulai ketar-ketir karena negara lain juga mengalami lonjakan serupa," kata Jokowi dalam sambutannya pada acara Inagurasi GP Ansor di Istora Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 27 Mei 2024.

    Walaupun nilai tukar Rupiah telah mendekati Rp16.400, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai bahwa pelemahan Rupiah masih tergolong rendah dibandingkan dengan mata uang negara lain.

    Depresiasi Rupiah terhadap Dolar AS masih lebih kecil dibandingkan dengan mata uang negara lain seperti Won Korea Selatan, Peso Filipina, Baht Thailand, dan Yen Jepang.

    "Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang mencapai Rp16.300 ini, jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu dan mata uang negara lain, masih lebih rendah. Depresiasi kita termasuk yang paling rendah dibandingkan dengan Won Korea Selatan, Peso Filipina, Baht Thailand, dan Yen Jepang," kata Perry di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 14 Juni 2024.

    Dia menekankan bahwa rupiah masih merupakan mata uang yang stabil karena Bank Indonesia terus melakukan langkah-langkah stabilisasi, seperti intervensi pasar, menarik portofolio asing ke dalam negeri, serta memastikan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam (SDA) dikelola dengan baik.

    Penguatan dolar AS yang terus berlanjut ini memberikan tantangan tambahan bagi perekonomian Indonesia.

    Pemerintah dan Bank Indonesia terus bekerja sama untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan berbagai kebijakan moneter dan fiskal.

    Salah satu langkah yang diambil adalah dengan memperkuat cadangan devisa dan mendorong ekspor non-migas.

    Selain itu, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar global. Diversifikasi ekspor ke berbagai negara tujuan menjadi fokus utama untuk mengurangi ketergantungan pada beberapa pasar tertentu.

    Upaya ini diharapkan dapat membantu memperkuat nilai tukar Rupiah dalam jangka panjang.

    Di sisi lain, pelemahan rupiah juga memberikan peluang bagi sektor pariwisata Indonesia. Dengan nilai tukar yang lebih rendah, Indonesia menjadi destinasi yang lebih terjangkau bagi wisatawan asing.

    Pemerintah dan pelaku industri pariwisata diharapkan dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan devisa dari sektor pariwisata.

    Secara keseluruhan, meskipun dolar AS terus menguat dan menekan rupiah, pemerintah dan Bank Indonesia optimistis bahwa dengan langkah-langkah strategis yang tepat, stabilitas ekonomi Indonesia dapat tetap terjaga.

    Kolaborasi antara berbagai pihak, baik dari sektor publik maupun swasta, sangat penting dalam menghadapi tantangan global ini. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi