KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 21-22 Mei 2024. Hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai dampaknya terhadap pinjaman di perbankan.
Diketahui, dalam sistem pinjaman perbankan tedapat dua tipe bunga, yakni flat dan efektif. Bunga flat adalah sistem perhitungan suku bunga yang besarannya mengacu pada pokok utang awal. Semisal kredit sebesar Rp120 juta dan bunga 10 persen per tahun selama 12 bulan, total angsuran per bulan sebesar Rp11 juta sampai dengan lunas. Dengan begitu, total bunga dan utang yang harus kamu bayar sampai lunas adalah sebesar Rp132 juta.
Sedangkan bunga efektif adalah kebalikan dari sistem bunga flat. Perhitungan suku bunga efektif berdasarkan pokok hutang yang tersisa. Artinya Nilai bunga yang dibayar debitur setiap bulan akan semakin mengecil. Hal ini dikarenakan perhitungan bunga menyesuaikan sisa utang. Dengan simulasi utang Rp120 juta, bunga 10 persen per tahun dan masa waktu 12 bulan, total utang plus bunga yang harus dibayar mencapai Rp126,5 juta.
Dengan bunga efektif, cicilan pokok dan bunga yang harus kamu bayar di bulan pertama adalah Rp11 juta. Di bulan kedua turun menjadi Rp10,9 juta dan dibulan ketiga Rp10,8 juta.
Menurut pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo, secara teoritis, pinjaman dengan suku bunga flat akan minim terdampak karena total biaya pinjaman (termasuk bunga dan biaya lainnya) telah ditentukan di awal dan tidak akan berubah meskipun suku bunga acuan BI naik.
"Namun, tentunya tetap bergantung pada kebijakan bank dan klausa dalam perjanjiannya," kata dia kepada Kabar Bursa, Senin 27 Mei 2024.
Sedangkan, dia mengatakan pada pinjaman dengan suku bunga efektif, besaran angsuran dapat berubah mengikuti perubahan suku bunga acuan BI. "Suku bunga pinjaman akan dihitung ulang secara berkala, biasanya setiap bulan atau beberapa bulan sekali," tambah dia.
Karena itu dia memberikan beberapa saran untuk calon debitur yang ingin tetap aman memanfaatkan kredit di tengah kenaikan BI Rate ini, di antaranya;
1. Calon debitur harus semakin cermat dalam menghitung kemampuan keuangannya.
2. Pilih jenis pinjaman yang tepat hanya yang sesuai dengan kebutuhan (bukan keinginan)
3. pertimbangan alternatif pendanaan selain pinjaman (bila ada)
Pertumbuhan Kredit Perbankan
Pertumbuhan kredit perbankan hingga Maret 2024 mencapai angka Rp7.245 triliun hingga Maret 2024, tumbuh sebesar 12,40 persen secara tahunan dibandingkan dengan periode tahun lalu.
Kondisi tersebut menarik perhatian, pasalnya pertumbuhan kredit perbankan ini terjadi saat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI rate naik.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede merinci lebih dalam terkait pertumbuhan kredit perbankan pada kuartal I 2024.
“Pertumbuhan kredit pada Maret 2024 tercatat 12,4 persen year on year (yoy), di mana seluruh kredit berdasarkan penggunaan mengalami pertumbuhan yang solid seperti, kredit modal kerja yang tumbuh 12,3 persen yoy, kredit investasi tumbuh 14,83 persen yoy dan kredit konsumsi tumbuh 10,22 persen yoy,” ujarnya kepada Kabar Bursa.
Menurut Josua, solidnya pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang meningkat khususnya pada kuartal I 2024 tengah peningkatan konsumsi masyarakat memasuki bulan Ramadan dan aktivitas belanja saat pemilihan umum (pemilu).
Selain aktivitas ekonomi Indonesia yang tetap solid, Josua menuturkan, likuiditas perbankan pun tetap memadai terlihat dari indikator AL/NCD dan AL/DPK per Maret 2024 tercatat masing-masing 121,05 persen dan 27,18 persen.
Dia juga menambahkan bahwa di saat bersamaan dari sisi kondisi risiko kredit perbankan, indikator NPL (Non-Performing Loan) atau kredit bermasalah pada Maret 2024 tercatat tetap rendah di level 2,25 persen dibandingkan dengan posisi Maret 2023 yang tercatat 2,49 persen.
“Yang juga diikuti dengan penurunan Loan at Risk perbankan menjadi 11,10 persen pada Maret 2024 dari posisi Maret 2023 yang tercatat 13,94 persen,” katanya.
Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mengatakan, bahwa bank BUMN menjadi motor penggerak utama dalam pertumbuhan kredit, dengan pertumbuhan sebesar 13,72 persen secara tahunan
Dilanjutkannya, selaras dengan pertumbuhan kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif. Pada Maret 2024, DPK tumbuh sebesar 1,90 persen secara bulanan (mtm), atau meningkat sebesar 7,44 persen secara tahunan menjadi Rp 8.601 triliun.
Kontributor terbesar dalam pertumbuhan ini adalah giro, yang tumbuh sebesar 9,37 persen secara tahunan.
Di sisi lain, berdasarkan hasil stress test yang dilakukan OJK, kondisi volatilitas nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank, mengingat posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum posisi PDN tercatat “long”.