KABARBURSA.COM – PT Pupuk Indonesai (Persero) baru menyalurkan pupuk subsidi sebanyak 29 persen atau sekitar 2.8 juta ton dari total 9.55 juta ton per tanggal 15 Juni 2024.
Adapun hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat PT Pupuk Indonesia bersama Eselon I Kementerian Pertanian, Dirjen Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.
Adapun rincian penyaluran pupuk subsidi yang disalurkan, diantaranya Urea sebanyak 1.5 juta ton dari 4.6 juta ton, NPK 1.2 juta ton dari 4.2 juta ton, NPK 9.334 ton dari 136.870 ton, dan organik yang belum tersalurkan dari total 500 ribu ton.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi menuturkan, realisasi penyaluran subsidi sebesar 29 persen terjadi sebab adanya beberapa hal yang penghambat yang terjadi di dearah-daerah.
“Realisasi pupuk subsidi hingga tanggal 15 Juni 2024 ini tercapai 2.799.751 dari total alokasi sebesar 9.550.000 ton atau 29 persen,” papar Rahmad dalam rapat.
Setidaknya, Rahmad menyebut ada lima persoalan yang menghambat distribusi pupuk subsidi. Pertama, kata dia, terdapat 58 persen petani yang terdaftar dari sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang belum menebus jatah pupuk subsidinya.
Rahmad menyebut, banyak petani yang merasa alokasi pupuk subsidi terlalu rendah dengan biaya penebusan terlalu tinggi. Di sisi lain, proses pembaharuan data juga mesti terus dilakukan seiring dengan sosialisasi yang dilakukan.
“Beberapa yang belum menebus itu ada yang karena merasa alokasinya terlalu kecil sehingga biaya untuk menebus terlalu mahal, oleh karenanya kita melakukan upaya (program) Tebus Pupuk Bersama ini,” terangnya.
Persoalan lainnya, kata Rahmad, terkait regulasi dari pemerintah daerah. Dia menyebut distribusi pupuk subsidi mesti sejalan dengan keputusan pemerintah daerah. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 69 pemerintah kabupaten/kota yang belum mengeluarkan surat Keputusan (SK) pupuk subsidi, sementara di tingkat provinsi tercatat DKI Jakarta dan Papua Barat yang belum mengeluarkan SK.
“Kedua regulasi di daerah yang cukup menghambat, bukan cuma SK bupati dan gubernur yang tadi belum keluar, tapi yang sudah keluarkan ada yang masih membatasi misalnya ada tebusnya itu dibagi perbulan atau permusim tanam,” jelasnya.
Di sisi lain, terdapat pula regulasi yang mengambat di tingkat desa. Rahmad menyebut, seringkali pejabat kelurahan meminta bukti kepemilikan lahan sebelum para petani menebus pupuk subsidi. “Ini memang banyak sekali variasi-variasi di tingkat daerah yang mungkin harus diperbaiki,” katanya.
Persoalan distribusi pupuk juga terjadi di tingkat distributor dan kios. Dalam catatan PT Pupuk Indonesia, nilai pupuk yang ada di distributor dan kios mencapai angka Rp15,6 miliar. Rahmad menilai, hal itu terjadi akibat perbedaan interpretasi menerjemahkan juknis pendistribusain pupuk.
“Misalnya, di beberapa yang verval ditolak karena tandatangannya tidak sama. Nah ini mengakibatkan, yang kami lihat, kios dan distributor ini menjadi super hati-hati di dalam melakukan penebusan. Akibatnya, ini juga memperlambat penebusan,” ungkapnya.
Persoalan terakhir, terkait perubahan musim akibat krisis iklim yang terjadi. Meski begitu, Rahmad sendiri mengaku, PT Pupuk Indonesia akan terus melakukan penyesuaian distribusi pupuk yang sejalan dengan perubahan musim yang berlaku.
Klik hal selanjutnya...
Produksi Pupuk Menurun
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah alokasi pupuk subsidi mengalami penurunan jumlah sejak tahun 2018 dengan rincian; 2018 sebanyak 9,55 juta ton; 2019 sebanyak 8,87 juta ton, 2020 sebanyak 8,90 juta ton, 2021 sebanyak 8,78 juta ton, 2022 sebanyak 7,78 juta ton, 2023 sebanyak 6,13 juta ton, dan 2024 sebanyak 4,79 juta ton.
Meski begitu, Kementan juga telah menambah alokasi pupuk subsidi yang semulal berjumlah 4,73 juta ton pada tahun 2023 menjadi 9,5 juta pada tahun 2024 melalui revisi Peraturan Mentan (Perementan) Nomor 10 Tahun 2022 menjadi Permentan Nomor 1 tahun 2024.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto menuturkan, turunnya alokasi pupuk subsidi berdampak pada penurunan produksi beras pada tahun 2023, yakni sebesar 0,44 juta ton. Di sisi lain, dia juga menyebut ada banyak petani yang tidak menggunakan kartu tani untuk menebus pupuk subsidi.
“Volume pupuk bersubsidi yang terus dikurangi dan pada tahun 2024 hanya tinggal 50 persen dibandingkan tahun 2018. Kedua, sebanyak 17-20 persen petani tidak dapat menggunakan kartu taninya untuk menebus pupuk ketiga petani hanya diberi pupuk untuk satu kali tanam,” jelasnya.
Di sisi lain, Kementan juga tekah melakukan beberapa perubahan mendasar pupuk bersubsidi, yakni menambah satu jenis pupuk subsidi organik dari sebelumnya hanya terdapat tiga jenis yakni urea, NPK, dan NPK berformula khusus.
Dalam regulasi terbarunya, Kementan juga mewajibkan para petani tergabung dalam Poktan untuk menerima pupuk subsidi. Di sisi lain, kata Prihasto, pihaknya juga mengevaluasi data petani penerima pupuk subsidi dalam e-RDKK.
“Terdapat evaluasi data petani dalam e-RDKK, (tebus pupuk) dilakukan 4 bulan sekali yang awalnya hanya setahun sekali. Alokasi pupuk bersubsidi tidak lagi berdasarkan sebaran bulanan tetapi hanya terinci berdasarkan jenis pupuk, jumlah pupuk, dan sebaran wilayah,” ungkapnya.
Adapun penebusan pupuk bersubsidi dapat dilakukan menggunakan KTP dan kartu tani. Sementara komoditas pangan penerima pupuk subsidi meliputi padi, jagung, kedelai, tanaman hortikultura, cabai, bawang merah dan bawang putih, dan tanaman Perkebunan; tebu rakyat, kopi, dan kakao.
Jerit Petani Tebu
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menambah alokasi pupuk subsidi sebesar Rp28 triliun atau dari yang tadinya 4,5 juta ton kini bertambah menjadi 9,55 juta ton. Meski diklaim bertambah, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen mengaku, kelompok taninya tidak melihat pupuk subsidi yang dijanjikan.
“Nggak ada. Belum. Kita yang ditagih (petani tebu),” katanya.
Soemitro sendiri mengaku sempat menyampaikan keluhannya mengenai pupuk kepada presiden terpilih dalam Pemilu 2024, Prabowo Subianto. Dia meminta izin agar petani tebu diperkenankan kembali membentuk kelompok tani agar mempermudah dalam mengakses permodalan dan pupuk.
Selama ini, kata distribusi pupuk untuk komoditas tebu sendiri tidak fokus pada satu sentra. “Dari distributor ke penyalur, penyalur kepada kelompok, kelompok kepada petani. Ini jenjangnya terlalu tinggi,” jelasnya.
Sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tutur Soemitro, petani tebu memiliki Dewan Gula Indonesia sebagai wadah berdiskusi meningkatkan produksi dan menyampaikan kritik yang di pimpin oleh Menteri Pertanian, Soewono. Berganti pemerintahan, Dewan Gula Indonesia dibubarkan, para petani tebu tidak lagi memiliki wadah menyampaikan aspirasinya.
“Gimana kita bisa menyampaikan aspirasi kalau menterinya nggak mau menerima aspirasi kita,” jelasnya.
Anggaran Jumbo
Sebagaimana diketahui, mulannya pemerintah menganggarkan anggaran khusus pupuk subsidi sebesar Rp26 triliun pada tahun 2024. Kendati begitu, penurunan produksi pupuk yang terjadi sejak tahun 2018 berdampak pada produksi di sektor pertanian.
Melalui revisi Peraturan Mentan (Perementan) Nomor 10 Tahun 2022 menjadi Permentan Nomor 1 tahun 2024, pemerintah resmi menambah anggaran alokasi pupuk bersubsidi sebanyak Rp28 triliun.
Dengan begitu, alokasi anggaran peremintah untuk subsidi pupuk 2024 mencapai Rp54 triliun. Adapun menambahan alokasi pupuk bersubsidi ini dituangkan dalam Surat Menteri Keuangan No.S-297/MK.02.2024. (and/prm)