"Pasien yang terkonfirmasi berasal dari DKI Jakarta, seorang pria berusia 27 tahun," ungkap Muhammad Syahril, juru bicara Kemenkes pekan lalu.
Syahril menjelaskan bahwa pasien tersebut memiliki riwayat perjalanan luar negeri sebelum terinfeksi.
Gejalanya terdeteksi oleh petugas medis di rumah sakit tempat pasien dirawat. Pada 14 Agustus 2022, pasien mengalami demam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Petugas medis kemudian melakukan pemeriksaan lebih lanjut menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR).
"Hanya dalam dua hari, hasil PCR keluar dan tadi malam Jumat 19 Agustus 2024, diumumkan bahwa pasien tersebut positif terkonfirmasi cacar monyet," tambah Syahril.
Syahril juga mengungkapkan bahwa pasien yang terinfeksi telah menunjukkan tanda-tanda fisik berupa bintik-bintik cacar di beberapa bagian tubuhnya.
"Terdapat bercak-bercak di wajah, telapak tangan, kaki, dan sebagian area genitalia," jelasnya.
Namun, kondisi pasien dilaporkan stabil dengan gejala ringan. Ia hanya perlu menjalani isolasi mandiri di rumah.
Apakah ruam di kulit Anda adalah cacar monyet? Begini cara mengenalinya.
Pada awal Agustus 2022, seorang dokter spesialis penyakit dalam telah memperkirakan bahwa kasus cacar monyet mungkin sudah ada di Indonesia, meskipun belum terdeteksi.
Perkiraan ini didasari oleh fakta bahwa cacar monyet telah menyebar di 87 negara, terutama di Eropa, dengan lebih dari 26.000 kasus. Di Asia, kasus ini telah terdeteksi di Singapura, Thailand, dan Filipina.
Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam, menyatakan bahwa adalah tidak logis jika cacar monyet belum teridentifikasi di Indonesia, mengingat penyebarannya yang begitu luas di negara lain. "Enggak logis kalau di Indonesia belum ada [kasus positif cacar monyet]. Jadi, mungkin sudah ada, hanya belum terdeteksi," ujar Zubairi, Kamis 4 Agustus 2024.
Cacar monyet merupakan penyakit yang ditandai dengan demam tinggi dan munculnya bintik-bintik di kulit.
Akhir bulan lalu, Kemenkes melaporkan adanya sembilan suspek pasien cacar monyet, meski belakangan hasil pemeriksaan menyatakan negatif.
Indonesia mulai meningkatkan kewaspadaan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global.
Langkah Pemerintah
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait penanganan wabah cacar monyet.
Mereka mendesak pemerintah untuk memperketat skrining di pintu-pintu masuk seperti pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas negara. "Pengawasan perlu dilakukan terhadap pelaku perjalanan dengan cara mengamati suhu tubuh, serta tanda dan gejala lainnya," ujar Ketua Umum IDI, Adib Khumaidi, Selasa 2 Agustus 2024 lalu.
Teori konspirasi 'virus cacar monyet bocor dari laboratorium' tidak berdasar, tapi terus tersebar di media sosial.
Syahril menegaskan bahwa pemerintah sudah memperluas dan memperketat skrining di kawasan tersebut. "Kami telah menerapkan kewaspadaan sejak awal di pintu-pintu masuk negara kita," katanya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kasus positif cacar monyet, pemerintah mengklaim telah menyiapkan fasilitas pendukung di berbagai rumah sakit, termasuk ruang isolasi.
Ruang isolasi yang disiapkan adalah ruang isolasi standar, bukan bertekanan negatif, sehingga bisa dioperasikan di seluruh rumah sakit. "Setiap rumah sakit seharusnya memiliki ruang isolasi," ujar Syahril.
Di Semarang, RSUP Dr. Kariadi telah menyiapkan 30 tim dokter dan 100 tempat tidur sebagai antisipasi wabah cacar monyet.
RSUP Kariadi juga telah menyiagakan ruang isolasi sebagai persiapan karantina bagi pasien cacar monyet. "Kami sudah mulai menata ruang isolasi," ungkap Vivi Vira, Koordinator Humas RSUP Dr. Kariadi.
Menurut Zubairi Djoerban, selain pengawasan, edukasi masyarakat tentang gejala dan penularan cacar monyet juga penting. "Gejalanya berupa kelainan kulit yang mirip dengan cacar, yakni bintik-bintik berisi cairan."
Cacar monyet biasanya disertai pembengkakan kelenjar getah bening di leher, pangkal paha, atau ketiak, tambah Zubairi. Gejala khas lainnya adalah demam tinggi di atas 38°C dan sakit kepala hebat.
IDI juga menekankan pentingnya sosialisasi tentang gejala, penularan, serta langkah pencegahan cacar monyet kepada masyarakat. Penularan cacar monyet terjadi melalui kontak erat, karena lesi di kulit mengandung virus.
Selain itu, penularan bisa terjadi melalui droplet saat batuk, pilek, atau bersin, serta melalui kontak seksual. Cacar monyet disebabkan oleh virus monkeypox, anggota genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae, menurut WHO.
Penyakit ini adalah zoonosis yang umumnya terjadi di hutan hujan tropis Afrika tengah dan barat, namun bisa menyebar ke wilayah lain. Terdapat dua jenis utama virus, yakni yang berasal dari Afrika barat dan tengah.
Kasus di Inggris kemungkinan terinfeksi jenis virus Afrika Barat yang umumnya lebih ringan, meskipun hal ini belum terkonfirmasi. Empat kasus baru di Inggris tidak memiliki kaitan atau riwayat perjalanan ke luar negeri, menunjukkan bahwa penularan terjadi di dalam negeri.
UKHSA mendesak siapa pun yang merasa telah terpapar atau mengalami gejala untuk segera mencari bantuan medis. Sebagian besar kasus cacar monyet tergolong ringan dan sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Namun, penyakit ini kadang bisa lebih serius dan telah menyebabkan kematian di Afrika barat.
Sejak pertama kali diidentifikasi pada monyet, wabah sporadis dilaporkan terjadi di sepuluh negara Afrika. Pada tahun 2003, untuk pertama kalinya, penyakit ini menyebar ke luar Afrika, menyerang pasien di Amerika Serikat.
Kasus-kasus ini disebabkan oleh kontak dengan anjing padang rumput yang terinfeksi setelah kontak dengan mamalia kecil yang diimpor ke negara tersebut. Sebanyak 81 kasus dilaporkan, tanpa adanya korban jiwa. (*)