KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali mencatatkan penguatan signifikan, mencapai level tertingginya sejak awal tahun 2024.
Menurut data dari Refinitiv, rupiah pada perdagangan Kamis, 5 September 2024, ditutup di posisi Rp15.395 per dolar AS, mencatatkan kenaikan sebesar 0,48 persen dibandingkan harga penutupan sebelumnya.
Penguatan mata uang Garuda terjadi seiring dengan melemahnya pasar tenaga kerja AS, yang semakin memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.
Laporan Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS) AS menunjukkan bahwa jumlah lowongan pekerjaan pada Juli 2024 turun drastis ke level terendah dalam tiga setengah tahun terakhir, dengan hanya 7,673 juta lowongan. Angka ini jauh di bawah perkiraan pasar yang sebesar 8,1 juta, menambah kekhawatiran atas perlambatan ekonomi AS.
Bersamaan dengan penurunan jumlah lowongan kerja, rasio antara jumlah lowongan pekerjaan dan pekerja yang tersedia juga turun menjadi kurang dari 1,1. Ini merupakan penurunan yang signifikan dibandingkan dengan puncaknya di awal tahun 2022, yang mencapai lebih dari 2:1.
Penurunan jumlah lowongan pekerjaan ini memicu kekhawatiran bahwa kondisi ekonomi AS semakin rapuh, memperkuat sinyal bagi Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga. Melemahnya pasar tenaga kerja AS juga berdampak pada rasio lowongan pekerjaan yang menurun secara signifikan, mengindikasikan ketidakpastian di sektor ekonomi utama.
Selain itu, tekanan terhadap Indeks Dolar AS (DXY) terus berkurang, terlihat dari DXY yang turun ke level 101,107 pada perdagangan kemarin. Ini merupakan level terendahnya sejak 28 Agustus 2024. Penurunan ini menunjukkan bahwa banyak investor yang menjual dolar AS dan beralih ke instrumen investasi lain, salah satunya rupiah.
Di samping itu, imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun juga turun menjadi 3,73 persen, yang merupakan level terendah sejak 28 Juni 2023. Penurunan imbal hasil ini menjadi angin segar bagi pasar Indonesia, karena investor yang mencari keuntungan lebih tinggi berpotensi mengalihkan dananya dari AS ke Indonesia. Hal ini membuka peluang masuknya arus modal asing yang lebih besar ke Indonesia.
Arus modal asing kembali mengalir deras ke pasar surat utang negara setelah sebelumnya mencatatkan aksi jual bersih hampir mencapai Rp2 triliun dalam dua hari pertama pekan ini. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, investor asing melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp124,94 miliar pada 4 September 2024. Langkah ini menjadi sinyal positif setelah sebelumnya terjadi aksi jual yang cukup signifikan.
Di sisi lain, di pasar saham, tren positif dari investor asing juga terus berlanjut. Selama tujuh hari berturut-turut, pemodal asing terus membukukan aksi beli bersih (net buy) di bursa saham domestik. Pada perdagangan Kamis kemarin, mereka mencatatkan pembelian saham sebesar Rp735,76 miliar, yang merupakan nilai tertinggi sejak awal pekan. Aksi borong saham ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek pasar saham Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Volatilitas pasar yang meningkat saat ini, yang disebabkan oleh penantian pasar terhadap petunjuk kebijakan terbaru dari The Federal Reserve (The Fed), justru dinilai memberikan keuntungan bagi Indonesia. Sebagian besar manajer dana global menilai bahwa aset-aset Indonesia, terutama surat berharga negara dan saham, tetap menarik untuk dikoleksi. Hal ini didukung oleh potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan prospek penguatan nilai tukar rupiah yang semakin kuat.
Kondisi ini memperkuat pandangan bahwa Indonesia masih menjadi destinasi investasi yang menarik bagi investor asing, terutama di tengah ketidakpastian global yang semakin tinggi. Dengan suku bunga yang diprediksi turun, imbal hasil investasi di Indonesia akan menjadi lebih kompetitif. Sementara itu, penguatan nilai tukar rupiah juga menambah daya tarik bagi para investor asing untuk menanamkan modalnya di pasar surat utang maupun saham Indonesia, karena potensi keuntungan dari apresiasi mata uang.
Di tengah kondisi pasar global yang penuh dengan spekulasi terkait arah kebijakan moneter AS, Indonesia berhasil memposisikan diri sebagai negara yang stabil secara ekonomi, memberikan peluang bagi investor yang mencari aset-aset dengan risiko lebih rendah. Arus modal asing yang terus masuk ini diharapkan dapat mendukung stabilitas pasar keuangan domestik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Secara teknikal, dalam rentang waktu per jam, pergerakan rupiah terhadap dolar AS masih menunjukkan tren mendatar (sideways), dengan rentang support di Rp15.320 per dolar AS dan resistance di Rp15.440 per dolar AS. Support ini diambil berdasarkan garis horizontal dari level terendah candle intraday pada 26 Agustus 2024, sementara resistance diambil dari rata-rata pergerakan harga selama 50 jam (MA50), yang menjadi area penting untuk mengantisipasi potensi pelemahan.
Dengan situasi ini, jika penguatan rupiah berlanjut, level support ini akan menjadi area yang perlu diperhatikan, sementara resistance dapat menjadi patokan jika rupiah mengalami tekanan di pasar. (*)