KABARBURSA.COM - Inflasi pangan yang tengah mencapai level tinggi saat ini dinilai perlahan menggerus daya beli masyarakat. Hal ini telah tercermin dari penurunan inflasi inti sejak awal 2023.
Direktur Riset Makroekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akbar Susamto mengatakan bahwa sejak kuartal I 2024, tingkat inflasi intinya hampir mendekati tingkat inflasi inti pada kuartal IV 2020 ketika pandemi Covid-19.
"Tak hanya itu, penurunan juga terlihat dari pertumbuhan tahunan pengeluaran makanan riil pada seluruh kelompok masyarakat pada Maret 2023. Salah satu sumber utama penggerus daya beli masyarakat adalah kenaikan harga pangan," ujarnya kepada Kabar Bursa, Jumat, 26 April 2024.
Pasalnya, sambung Akbar, separuh lebih porsi pengeluaran per kapita dari 80 persen masyarakat Indonesia digunakan untuk membeli makanan.
"Pelemahan daya beli juga dapat dilihat dari persentase pengeluaran barang-barang sekunder dan tersier yang menurun, yaitu pakaian, alas kaki, dan tutup kepala, barang tahan lama, dan aneka barang dan jasa," ungkap Akbar.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi pada komponen harga bergejolak pada bulan Maret 2024 mencapai 10,33 persen year on year (yoy).
Plt Kepala BPS Amalia A. Widyasanti mengungkapkan bahwa inflasi pada komponen harga bergejolak atau inflasi pangan pada bulan Maret ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2022 atau dalam 20 bulan terakhir, mencapai 8,93 persen.
“Tekanan inflasi dari komponen harga bergejolak memberikan kontribusi terbesar pada inflasi pada bulan Maret 2024, dengan kontribusi sebesar 1,46 persen,” bebernya
“Beberapa komoditas yang memberikan kontribusi dominan terhadap inflasi adalah beras, daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras, bawang putih, dan tomat,” lanjut Amalia.