Logo
>

DeepSeek Bikin AS Panik, AI Murah China ini Ancam Dominasi Amerika

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
DeepSeek Bikin AS Panik, AI Murah China ini Ancam Dominasi Amerika

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Gegap gempita soal DeepSeek—model kecerdasan buatan (AI) murah dari China—sudah sampai ke Washington, D.C. Para politisi lintas partai yang selama ini sepakat mengerem laju teknologi China sekarang mulai ketar-ketir. Masalahnya, menurut pejabat di pemerintahan Trump, Amerika justru gagal dalam misi itu.

    “DeepSeek R1 menunjukkan bahwa persaingan di dunia AI bakal makin panas,” tulis Kepala Kebijakan AI dan Kripto pemerintahan Trump, David Sacks, dikutip dari Marketwatch di Jakarta, Rabu, 29 Januari 2025.

    Sacks menuding kegagalan ini adalah akibat kebijakan pemerintahan Biden yang malah bikin perusahaan AI Amerika keteteran. Tapi, menurut beberapa ahli yang diwawancarai MarketWatch, justru kebijakan Biden yang bikin DeepSeek kesulitan berkembang lebih jauh.

    Trump sendiri buka suara malam harinya. Dia bilang kalau peluncuran AI China ini harusnya bikin industri Amerika lebih serius dalam persaingan teknologi. Sementara itu, eks Direktur Kebijakan di Departemen Pertahanan AS, Gregory Allen, menilai ada strategi politik di balik peluncuran DeepSeek tepat di minggu pertama Trump kembali ke Gedung Putih. “China sengaja meluncurkan ini buat mencoba meyakinkan pemerintahan baru bahwa kontrol ekspor tak bakal berpengaruh,” ujarnya.

    Di sisi lain, investor teknologi Marc Andreessen malah nyebut ini sebagai “Sputnik moment” versi industri AI Amerika—mirip momen ketika Uni Soviet berhasil meluncurkan satelit Sputnik pertama kali tahun 1957. Kala itu, Sputnik bikin AS kebakaran jenggot dan akhirnya berhasil mendarat di Bulan 12 tahun kemudian.

    Tapi tak semua setuju. Janet Egan dari Center for a New American Security bilang kalau perbandingan itu kurang pas. Menurutnya, beda dengan Sputnik yang bikin AS harus mengejar ketertinggalan, kemunculan DeepSeek justru menunjukkan kalau kebijakan AI AS sudah berada di jalur yang benar. “Jangan buru-buru panik. China justru ingin kita bereaksi berlebihan dan melonggarkan aturan ekspor yang selama ini bikin mereka kesulitan,” kata Egan.

    Memang, sejak 2018, AS sudah membatasi ekspor microchip canggih ke China buat menjaga dominasi teknologi mereka, apalagi di sektor militer. Tampaknya, kebijakan ini cukup efektif. DeepSeek baru saja mengumumkan bakal menangguhkan pendaftaran akun di luar China. Kata mereka ini gara-gara serangan siber, tapi Gregory Allen tak percaya. “Kemungkinan besar sih mereka kekurangan chip,” ujarnya.

    Sementara itu, Komite DPR AS untuk Urusan Partai Komunis China juga tak tinggal diam. Mereka melayangkan tweet peringatan ke Departemen Perdagangan AS soal celah berbahaya dalam aturan ekspor chip yang bisa bikin kejadian seperti ini terus berulang. Singkatnya, drama AI antara AS dan China ini masih jauh dari kata selesai.

    Tak cuma soal teknologinya yang makin canggih, DeepSeek juga bikin pejabat AS khawatir gara-gara AI-nya harus patuh pada regulasi China dan nilai-nilai sosialisme. Komite DPR AS bahkan nyeletuk di media sosial, “Jangan kaget kalau nanti chatbot kalian tiba-tiba diam saja waktu ditanya soal Tiananmen Square!” Menurut mereka, ini bukan sekadar persaingan teknologi, tapi pertarungan untuk masa depan peradaban manusia.

    Pemerintahan Trump pun diprediksi bakal menggencarkan strategi sektor swasta mereka. Menurut analis senior Terry Haines, AS bakal all-in dalam proyek Stargate yang baru diumumkan bareng OpenAI, Oracle, dan SoftBank, dengan suntikan dana USD500 miliar (sekitar Rp8.000 triliun). Selain itu, Trump juga diprediksi bakal makin ngotot soal produksi AI dalam negeri dan mungkin saja pakai tarif dagang buat menyusahkan ekonomi China—sekalian bikin DeepSeek tak bisa melaju terlalu kencang.

    Sebagai informasi, DeepSeek yang berdiri sejak 2023 baru-baru ini mencuri perhatian pasar global dengan model kecerdasan buatan (AI) yang inovatif sekaligus ramah di kantong. Perkembangannya yang pesat mulai memberi dampak pada pasar saham dan kripto di Amerika Serikat.

    Didukung oleh dana lindung nilai High-Flyer, DeepSeek fokus mengembangkan model bahasa besar (LLM) berbasis open-source serta menyempurnakan algoritma AI. Produk terbarunya, DeepSeek V3, punya 671 miliar parameter—angka yang bikin geleng-geleng kepala, tapi dikembangkan dengan biaya cuma USD5,58 juta (sekitar Rp89 miliar). Bandingkan dengan OpenAI atau Anthropic yang sudah bakar duit miliaran dolar buat proyek serupa.

    Keberhasilan DeepSeek kini menjadikannya ancaman nyata bagi raksasa AI seperti OpenAI, Meta, dan Nvidia. Peluncuran model AI-nya mengguncang industri teknologi AS, di mana saham perusahaan besar seperti Nvidia, Microsoft, dan Meta anjlok akibat investor mulai mempertanyakan apakah model AI mahal masih layak dipertahankan.

    Dampaknya tak cuma terasa di AS, perusahaan-perusahaan Eropa seperti ASML dan Siemens Energy juga kena imbas dengan penurunan valuasi yang signifikan. Para analis menilai gangguan ini terjadi karena DeepSeek berhasil mengoptimalkan pengembangan AI berbasis perangkat lunak dengan strategi penimbunan perangkat keras yang cerdik—semua dilakukan sebelum AS mengetatkan aturan ekspor. Hasilnya, DeepSeek mampu menyaingi performa model AI Barat dengan biaya jauh lebih murah.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).