KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus meroket, menorehkan rekor baru dengan tingkat tertinggi atau All Time High (ATH) yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Pencapaian all-time high IHSG adalah tanda kuat dari kesehatan dan daya tarik pasar saham Indonesia. Dukungan dari kebijakan Federal Reserve, aliran dana asing, dan kinerja saham unggulan telah mendorong IHSG ke level baru.
Dengan tren bullish yang berlanjut dan valuasi saham yang masih menarik, pasar saham Indonesia tetap menjadi salah satu pilihan investasi yang menjanjikan.
Penguatan rupiah, yang didorong oleh arus masuk modal asing dan kebijakan dovish The Fed, turut berperan dalam mendukung kinerja emiten. Investor perlu memantau pergerakan kurs rupiah, karena fluktuasi mata uang dapat mempengaruhi hasil investasi dan profitabilitas perusahaan.
Meskipun IHSG berada pada titik tertinggi, masih ada saham-saham di IDX Value30 yang tergolong undervalue atau murah. Saham-saham ini menawarkan potensi keuntungan tambahan bagi investor yang ingin memanfaatkan valuasi yang masih menarik.
Menjelang akhir Agustus 2024, IHSG memperlihatkan penguatan yang mengesankan. Pada perdagangan intraday Kamis 29 Agustus 2024, IHSG berhasil menembus level 7.700, sebuah pencapaian yang menunjukkan optimisme pasar yang tinggi. Namun, momentum tersebut tidak bertahan hingga penutupan perdagangan.
IHSG akhirnya ditutup dengan penurunan sebesar 0,41 persen, atau turun 31,27 poin, mencapai level 7.627,60 pada Kamis 29 Agustus 2024.
Walaupun mengalami penurunan pada akhir perdagangan, IHSG tetap menunjukkan performa yang solid sepanjang tahun ini, dengan kenaikan sebesar 4,88 persen per Kamis 29 Agustus 2024.
Ini menandakan bahwa indeks masih berada dalam tren bullish yang kuat, didorong oleh kinerja sejumlah saham unggulan yang terus meningkat.
Adityo Nugroho, Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas, menjelaskan bahwa penguatan indeks IDX Value30 sejalan dengan lonjakan IHSG, terutama didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga.
Selain itu, aliran dana dari investor asing juga berperan signifikan dalam dinamika ini, dengan net foreign buy mencapai Rp 12,3 triliun secara month to date per Rabu (28/9) di pasar saham Indonesia.
Rekomendasi Saham Pilihan
Frankie WP, Head of Equity Trading MNC Sekuritas, mengungkapkan bahwa meskipun kinerja Indeks IDX Value30 telah mengalami rally, masih ada saham-saham yang tergolong undervalue dan berpotensi memberikan keuntungan lebih.
IDX Value30 merupakan indeks yang mengukur performa harga dari 30 saham dengan valuasi rendah, likuiditas transaksi yang baik, dan kinerja keuangan yang solid. Valuasi IDX Value30 diyakini masih memiliki potensi untuk terus naik menjelang akhir tahun 2024.
Salah satu faktor pendukung utama adalah sikap dovish dari Federal Reserve yang diumumkan pada Agustus 2024. Dalam pertemuan bulan ini, The Fed mengindikasikan bahwa mereka akan mempertahankan suku bunga rendah lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Kebijakan ini telah mempengaruhi investor institusi untuk lebih berani dalam melakukan investasi di obligasi dan saham, yang pada gilirannya memperbaiki pergerakan kurs rupiah. Penguatan rupiah ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja emiten di pasar.
Frankie juga menyoroti INKP, emiten Grup Sinarmas, yang dianggap masih memiliki valuasi undervalue meskipun terus melakukan ekspansi dengan pembangunan pabrik baru.
Dengan laba bersih yang tercatat sebesar US$ 278,7 juta di semester I-2024, INKP diperdagangkan dengan Price Earning (PE) sebesar 5 kali, yang dinilai murah untuk ukuran emiten yang memimpin pasar sektornya. Target harga untuk INKP ditetapkan pada level Rp 12.000 per saham.
Selain INKP, saham INDF juga menjadi sorotan Frankie. Emiten Grup Salim ini berpotensi meraih keuntungan dari penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).
Laba bersih INDF saat ini hampir dua kali lipat dari kinerja pada tahun 2017, meskipun harga sahamnya masih berada di bawah Rp 7.000. Dengan ekspansi bisnis di Afrika dan pertumbuhan gerai Indomie di Indonesia, INDF memiliki target harga di Rp 9.000 per saham.
Adityo juga mencatat bahwa beberapa saham besar seperti ASII, TLKM, dan SMGR tampak tertinggal dari tren kenaikan harga.
Misalnya, ASII diperdagangkan dengan Price to Earning Ratio (PER) sebesar 6,48 kali dan Price to Book Value (PBV) 1,03 kali. Meskipun harga saham ASII turun 10,18 persen menjadi Rp 5.075 per saham sepanjang tahun ini, PBV-nya masih berada di bawah rata-rata historis selama empat tahun terakhir, menjadikannya menarik untuk dicermati.
Saham INKP, INDF, ASII, TLKM, dan SMGR juga termasuk dalam Indeks LQ45, yang mencakup saham-saham dengan likuiditas tertinggi dan sering kali dianggap sebagai saham blue chip. Indeks ini memberikan gambaran yang baik tentang saham-saham unggulan di pasar saham Indonesia. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.