KABARBURSA.COM – PT Timah (Persero) Tbk (TINS) mengumumkan laporan
keuangan konsolidasian untuk periode yang berakhir 30 Juni 2025.
Harga timah pada semester I 2025 menunjukkan tren stabilisasi setelah mengalami gejolak hebat di awal tahun 2025. Harga Timah London Metal Exchange (LME) masih didukung oleh stok yang ketat dan pasokan terbatas karena tambang Man Maw di Myanmar masih offline hingga Agustus dan smelter Pulau Indah di Malaysia belum beroperasi penuh. Selain itu, ekspor timah Indonesia menunjukkan pemulihan signifikan, naik 177 persen dalam enam bulan pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama di tahun 2024.
Permintaan global terhadap logam timah, khususnya dari industri elektronik seperti tin solder dan tin chemical, tetap tinggi. Hal ini terutama didorong oleh kebutuhan dari pasar Jepang dan China. Namun, ketidakpastian kebijakan tarif perdagangan dari Amerika Serikat berpotensi memberikan tekanan terhadap permintaan global. Meskipun demikian, harga timah cenderung stabil karena permintaan global yang cukup kuat, meskipun tetap ada risiko fluktuasi akibat faktor geopolitik dan terbatasnya pasokan. Hingga akhir Juni 2025, Persediaan timah di gudang LME berada pada posisi 2.220 ton, turun 53,3 persen dari awal tahun 2025 di posisi 4.760 ton.
Berdasarkan CRU Tin Monitor, pertumbuhan produksi logam timah global di semester I 2025 diperkirakan naik 10,5 persen (year on year/yoy) menjadi 192.611 ton. Sedangkan konsumsi logam timah global di semester I 2025 diperkirakan naik 3,9 persen (yoy) menjadi 191.163 ton.
Kinerja Operasi
Sampai dengan semester I 2025, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 6.997 ton Sn atau turun 32 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10.279 ton Sn. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya belum optimalnya aktivitas penambangan baik di darat maupun di laut, terdampak cuaca angin utara dan angin tenggara, kondisi cadangan tidak menerus (spotted), dan masih terjadinya aktivitas penambangan ilegal.
Adapun produksi logam timah turun 29 persen menjadi 6.870 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9.675 metrik ton. Sedangkan penjualan logam timah turun 28 persen menjadi 5.983 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 8.299 metrik ton. Harga jual rata-rata logam timah sebesar USD32.816 per metrik ton, naik 8 persen
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD30.397 per metrik ton.
Pada semester I 2025, Perseroan mencatatkan penjualan logam timah domestik sebesar 8 persen dan ekspor logam timah sebesar 92 persen dengan 6 besar negara tujuan ekspor meliputi Jepang 20 persen; Korea Selatan 19 persen; Singapura 16 persen; Belanda 10 persen; Italia 5 persen; dan India 4 persen.
Kinerja Keuangan
Di semester I 2025 Perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp4,22 triliun turun 19,0 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,21 triliun seiring dengan penurunan volume penjualan logam timah. Beban pokok pendapatan Perseroan turun 15,6 persen dari Rp4,00 triliun di semester I 2024 menjadi Rp3,37 triliun di semester I 2025.
Perseroan membukukan laba usaha sebesar Rp380 miliar lebih rendah dari semester I 2024 sebesar Rp687 miliar dengan pencapaian EBITDA sebesar Rp838 miliar atau lebih rendah 31 persen dari semester I 2024 sebesar Rp1,21 triliun. Perseroan membukukan laba bersih di semester I 2025 sebesar Rp300,07 miliar atau 93 persen dari target yang sudah ditentukan Perseroan yaitu Rp322,64 miliar.
Nilai aset Perseroan pada semester I 2025 turun 4 persen menjadi Rp12,33 triliun dari Rp12,80 triliun pada akhir tahun 2024. Sedangkan posisi liabilitas Perseroan sebesar Rp5,03 triliun, turun 6 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2024 sebesar Rp5,35 triliun dikarenakan pembelian kembali seluruh medium term notes.
Posisi ekuitas sebesar Rp7,29 triliun mengalami penurunan 2 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2024 sebesar Rp7,45 triliun, dikarenakan adanya pembagian dividen tunai tahun buku 2024 sebesar Rp475 miliar yang telah dibayar pada bulan Juli 2025.
Kinerja keuangan Perseroan mencerminkan kondisi yang sehat dan stabil. Hal ini tercermin dari sejumlah indikator penting, seperti Quick Ratio yang mencapai 63,6 persen, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa bergantung pada persediaan. Current Ratio yang berada di angka 204,1 persen memberikan gambaran bahwa perusahaan dalam kondisi keuangan yang aman untuk pemenuhan kewajiban jangka pendek. Dari sisi struktur modal, Debt to Asset Ratio tercatat sebesar 40,8 persen, dan Debt to Equity Ratio sebesar 69,0 persen, menandakan bahwa tingkat utang masih berada dalam batas yang aman dan terkendali. Secara keseluruhan, angka-angka ini menunjukkan bahwa Perseroan berada dalam posisi keuangan yang cukup stabil untuk mendukung operasional perusahaan ke depan.
“Perseroan terus berupaya mengoptimalkan volume produksi melalui peningkatan sumber daya dan cadangan, penambahan armada produksi dan jumlah tambang, pengamanan wilayah Izin Usaha Pertambangan, serta transformasi proses bisnis agar dapat mencapai target sebagaimana yang telah ditetapkan Perseroan.“ ujar Fina Eliani Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah.
Kondisi Saat ini dan Prospek ke Depan
Harga rata-rata logam timah Cash Settlement Price LME di semester I 2025 sebesar
USD32.115,77 per metrik ton, naik 9,6 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar USD29.229,16 per metrik ton serta proyeksi harga timah versi Bloomberg di kisaran USD29.000–34.000 per metrik ton.
Perseroan telah menetapkan sasaran pokok tahun 2025 yaitu produksi bijih timah sebesar 21.500 ton Sn, produksi logam timah sebesar 21.545 metrik ton, dan penjualan logam timah sebesar 19.065 metrik ton. Untuk mencapai sasaran pokok tersebut, maka strategi pokok yang akan dilakukan Perseroan adalah (1) Peningkatan pengelolaan cadangan dan sumberdaya; (2) Kepemimpinan pasar, agresivitas produksi dan kinerja operasi; (3) Penguatan hilirisasi serta industrialisasi dengan mendukung ekosistem electric vehicle dan industri energi; (4) Transformasi proses bisnis; (5) Pengembangan Center of Excellence dan optimalisasi portofolio. (*)