KABARBURSA.COM – Pemerintah sedang gencar sosialisasikan serta kampanye terkait mobil listrik yang diklaim ramah lingkungan. Kampanye tersebut juga menyasar operator angkutan penumpang, termasuk bus perkotaan dan ke depannya juga akan menyasar Perusahaan Otobus (PO) yang melayani trayek AKAP dan pariwisata.
Namun, hingga saat ini hanya Transjakarta yang berani mengoperasikan bus listrik. Sementara di trayek yang lebih jauh seperti AKAP dan PO pariwisata belum berminat beralih menggunakan bus listrik karena berbagai faktor.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan menilai, bus listrik belum cocok digunakan untuk melayani rute-rute jauh.
“Rasanya bus listrik tidak kompatibel untuk bus AKAP dan pariwisata, mengingat jarak tempuh bus di atas 300 km dan masa charging membutuhkan waktu cukup lama,” kata pria yang akrab disapa Sani itu kepada Kabar Bursa, Selasa, 4 Juni 2024.
Jarak tempuh bus listrik, kata Sani, bakal jadi kendala besar bagi PO yang melayani rute AKAP dan pariwisata. Menurutnya, baterai bus listrik belum ada yang mampu menjangkau rute-rute jauh.
Jika baterai bus harus diisi daya, waktu yang dibutuhkan cukup lama dan bisa berjam-jam. PO bus tidak mungkin menyuruh penumpang menunggu berjam-jam hanya untuk mengisi baterai. Selain itu, hingga saat ini fasilitas isi daya kendaraan listrik hanya untuk kendaraan kecil dan bukan bus.
“Infrastruktur power charging untuk kendaraan besar belum siap, baru untuk kendaraan kecil itu pun baru beberapa saja ketersediaannya,” ungkapnya.
Keterbatasan fasilitas dan belum ada bus listrik yang punya daya jelajah yang jauh menjadi penghalang bus AKAP dan pariwisata untuk beralih ke bus listrik.
Sani mengungkapkan, masalah lain yang belum terpecahkan untuk bus listrik adalah barang bawaan penumpang yang masuk ke dalam bus. Ada perbedaan barang bawaan penumpang bus kota dengan bus AKAP.
Penumpang bus AKAP dan pariwisata lebih banyak membawa barang bawaan ketika melakukan perjalanan. Bahkan kerap ditemui ada bus yang mengangkut motor di dalam bagasi bus.
“Hal lainnya untuk bus pelayanan ini butuh space bagasi untuk barang penumpang dimana bus listrik butuh tempat untuk menaruh baterai cukup banyak,” jelasnya.
Kendala realisasi perpindahan dari bus konvensional ke bus listrik adalah biaya yang harus dikeluarkan pengusaha PO untuk investasi bus listrik. “Harga investasi bus juga sangat mahal sementara tarif tiket atau sewa bus cukup kompetitif,” kata Sani.
Bahkan, ia juga belum tertarik membandingkan skema tarif antara penggunaan bus listrik dibandingkan dengan konvensional. “Kami rasa belum perlu membuat perbandingan sehubungan dengan kemampuan tempuh batarai dan charging time-nya masih belum mumpuni,” katanya.
Masalah lain yang harus diselesaikan, lanjut Sani, adalah mekanik di masing-masing PO. Karena, setiap PO pasti memiliki mekanik pribadi untuk menangani masalah teknis dan melakukan perawatan berkala semua armada. Sementara mekanik di masing-masing PO harus bisa mengejar teknologi terbaru bus listrik terbaru.
“Pastinya SDM harus ada penyesuaian lagi mulai dari mekanik untuk perawatan sampai ke penegemudi untuk mengendarai busnya,” ujarnya.
Sani menuturkan, berbagai kendala yang bakal ditemui ketika berusaha beralih dari konvensional ke listrik membuat anggota IPOMI yang lain belum tertarik untuk investasi bus listrik. Karena, menurut dia, kemungkinan bus listrik dapat digunakan untuk mengatasi jarak jauh masih kecil.
Persiapan Infrastruktur
Senada dengan pernyataan Sani, General Manager Sindu Rama Trans Regi Alvian menyambut baik upaya pemerintah beralih dari penggunaan bus konvensional ke listrik. Jika bakal mengganti bus konvensional ke listrik, lanjut dia, pemerintah harus mempersiapkan infrastrukturnya.
Regi mengaku setuju jika bus listrik adalah cara untuk mengurangi polisi. Kendati demikian, ia menilai jika bus listrik belum cocok untuk pengelola PO pariwisata. Bahkan, menurutnya, masalah yang dialami bus berbahan bakar solar belum benar-benar selesai.
“Solar ini kan sekarang sudah mulai susah. Kalau pariwisata rasanya belum bisa (pakai bus listrik) karena pariwisata sudah mulai banyak dan medannya tidak sesuai dengan tenaga dan kekuatan baterai,” jelas Regi kepada Kabar Bursa, Selasa, 4 Juni 2024.
Menurutnya, jika pengusaha bus dipaksa beralih dari konvensional ke listrik harus ada sosialisasi yang itensif dari pemerintah ke pelaku usaha, terutama terkait dengan nasib bus konvensional yang diganti.
“Harus ada wawasan untuk penggantian. Kalau diganti unit yang sudah ada harus dibuang ke mana. Kalau kami belum siap. Begitu juga teman pariwisata yang lain belum siap,” pungkasnya. (cit/prm)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.