Logo
>

Diuntungkan Saat Pandemi, Apa Kabar KAEF Cs Pasca COVID? (2)

Setelah performa KAEF dan INAF yang justru terpuruk dalam, bagaimana dengan IRRA dan KLBF? Apakah ikut tergerus, atau justru sebaliknya?

Ditulis oleh Yunila Wati
Diuntungkan Saat Pandemi, Apa Kabar KAEF Cs Pasca COVID? (2)
Ilustrasi emiten kesehatan yang menuai untung besar saat pandemi COVID-19.

KABARBURSA.COM - Sejumlah emiten di sektor kesehatan mengalami untuk besar saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia pada akhir 2019. Sebut saja PT Kimia Farma Tbk (IDX KAEF), PT Indofarma Tbk (IDX INAF), dan PT Itama Ranoraya Tbk (IDX IRRA) mengalami lonjakan harga yang fantastis. Sementara, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tetap stabil dengan pertumbuhan yang positif. 

PT Kimia Farma Tbk (IDX KAEF), PT Indofarma Tbk (IDX INAF), dan PT Itama Ranoraya Tbk (IDX IRRA), masing-masing naik cukup fantastis, yaitu 520,69 persen, INAF naik 23,30 persen, IRRA naik 216 persen.

Nah, bagaimana kondisinya pasca COVID? Apakah saham-saham tersebut masih menarik untuk dikoleksi dan memberikan keuntungan maksimal kepada investor? 

PT Itama Ranoraya Tbk (IDX IRRA)

PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) menyuguhkan performa keuangan yang menarik dalam beberapa tahun terakhir, terutama jika dilihat dari tren labanya yang cenderung stabil, bahkan mengalami pertumbuhan positif dalam dua tahun terakhir.

PT Itama Ranoraya Tbk.
Data hingga kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa perusahaan berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp10 miliar. Ini merupakan awal yang menjanjikan dan mencerminkan peningkatan signifikan dibanding kuartal pertama 2024 yang hanya Rp4 miliar.

Kalau ditelusuri lebih jauh, IRRA sempat mencatatkan fluktuasi laba yang cukup tajam, terutama pada 2023 di mana laba tahunannya hanya Rp5 miliar, jauh di bawah capaian tahun-tahun sebelumnya seperti 2021 dan 2020 yang masing-masing menembus Rp112 miliar dan Rp61 miliar. 

Namun, tahun 2024 IRRA menunjukkan perbaikan yang cukup solid dengan laba tahunan menyentuh angka Rp53 miliar. Bahkan secara trailing twelve months (TTM) sampai Q1 2025, perusahaan sudah mengantongi laba sebesar Rp59 miliar, yang berarti ada peluang kuat untuk mencetak rekor baru jika kinerja konsisten.

Periode 2021 bisa dibilang sebagai puncak kejayaan IRRA, dengan laba Rp112 miliar dan rasio pembagian dividen yang mencapai 26,75 persen. Dividen yang dibagikan pun lumayan menarik, yaitu Rp18,75 per saham dengan dividend yield 1,46 persen. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa saat perusahaan mencetak laba besar, manajemen juga tidak ragu memberikan imbal hasil langsung kepada pemegang saham. 

Bahkan pada 2020 dan 2019, IRRA juga rutin membagikan dividen walaupun tidak sebesar 2021. Namun, sejak 2022, tren pembagian dividen tampak terhenti, seiring dengan mulai turunnya laba bersih yang dicetak perusahaan.

Dari sisi kapitalisasi pasar, IRRA saat ini memiliki market cap sebesar Rp669 miliar, sedangkan nilai perusahaan (enterprise value) berada di angka Rp1,164 triliun. Dengan jumlah saham beredar sebanyak 1,6 miliar lembar, valuasi ini memberikan gambaran bahwa perusahaan masih dinilai cukup wajar oleh pasar, meski belum sepenuhnya kembali ke masa-masa kejayaannya.

Jika ditarik kesimpulan, IRRA sedang dalam fase pemulihan yang cukup menjanjikan. Laba bersih yang meningkat dari tahun ke tahun setelah anjlok di 2023 menjadi sinyal positif bahwa strategi bisnis mereka mulai membuahkan hasil lagi. 

Meskipun belum ada pembagian dividen dalam beberapa tahun terakhir, rekam jejak masa lalu menunjukkan bahwa perusahaan punya komitmen membagikan hasil ke pemegang saham bila kondisinya memungkinkan. 

Secara keseluruhan, IRRA tampak seperti emiten yang sedang mengayuh kembali ke arah pertumbuhan berkelanjutan dan layak untuk terus dipantau pergerakannya.

Kinerja laba bersi PT Itama Ranoraya Tbk. Sumber: Stockbit
Fundamental: Antara Harapan dan Tantangan

Kalau kita bedah kondisi fundamental PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) saat ini, ceritanya memang cukup menarik. Perusahaan ini berada di persimpangan antara harapan yang mulai tumbuh dan tantangan yang masih perlu diselesaikan. 

Data keuangan terbaru menunjukkan bahwa IRRA perlahan mulai bangkit, walau jalannya belum sepenuhnya mulus.

Dari sisi profitabilitas, perusahaan mencatat laba bersih sebesar Rp59 miliar dalam 12 bulan terakhir (TTM). EPS-nya pun terjaga di angka positif, yaitu Rp37,04, menandakan bahwa setiap lembar saham masih menghasilkan keuntungan. 

Rasio valuasi juga relatif wajar untuk sektor alat kesehatan, dengan Price to Earnings (PE) TTM di level 11,28, yang berarti lebih tinggi dari median IHSG di 7,87, tapi masih dalam batas normal. Earnings yield-nya ada di 8,86 persen. Cukup atraktif bagi investor yang mencari pendapatan dari laba bersih.

Net Profit Margin-nya berada di kisaran 4,29 persen, sedangkan Operating Profit Margin di angka 5,47 persen. Angka ini memang belum mencolok, tetapi cukup stabil jika dibandingkan dengan perusahaan lain di sektor yang sama. 

Gross Profit Margin berada di angka 19,34 persen, mengindikasikan bahwa IRRA masih memiliki ruang untuk menekan beban pokok penjualan dan meningkatkan efisiensi operasional.

Dari sisi solvabilitas, IRRA menunjukkan sinyal yang cukup sehat. Current ratio berada di angka 1,80 dan quick ratio di 1,33, yang berarti perusahaan memiliki aset lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban jangka pendek. 

Altman Z-Score-nya pun berada di angka 2,83, cukup aman dan di atas ambang batas risiko kebangkrutan. Namun, perlu dicatat bahwa Debt to Equity Ratio berada di angka 1,39 dan total liabilitas terhadap ekuitas di 2,70, yang artinya struktur modal masih cukup agresif dengan ketergantungan pada utang.

Dari laporan arus kas, IRRA justru menunjukkan titik lemah yang cukup mencolok. Free cash flow dalam 12 bulan terakhir negatif Rp324 miliar dan arus kas dari aktivitas operasional juga negatif Rp288 miliar. 

Ini menjadi sinyal bahwa meskipun laba bersih positif, perusahaan belum sepenuhnya mampu mengonversinya menjadi kas yang bisa dipakai langsung. Namun bisa menjadi kendala jika perusahaan ingin memperluas operasi atau membayar dividen tanpa mengandalkan pendanaan eksternal.

Sementara itu, pertumbuhan pendapatan cukup impresif. Revenue tumbuh 62,61 persen secara tahunan, gross profit tumbuh 68,65 persen, dan net income melonjak 139,11 persen. Ini adalah tanda bahwa IRRA sedang berusaha memperbaiki performa bisnisnya secara aktif. 

Tapi satu hal yang masih jadi PR besar adalah efisiensi pengelolaan piutang dan persediaan. Cash conversion cycle berada di angka tinggi, yaitu 248,30 hari, yang berarti butuh waktu cukup lama dari barang diproduksi hingga kas benar-benar masuk ke rekening perusahaan.

Dari segi valuasi pasar, IRRA punya market cap Rp669 miliar dan enterprise value Rp1,164 triliun. Jumlah saham beredar sebanyak 1,6 miliar lembar. Perusahaan ini juga pernah rajin membagikan dividen, terakhir pada 2021 sebesar Rp18,75 per saham, meskipun dua tahun terakhir belum ada distribusi dividen baru.

Untuk performa harga saham, IRRA masih belum sepenuhnya pulih. Dalam satu tahun terakhir, harga saham turun 11,44 persen, dan jika ditarik lebih jauh selama 3 tahun, penurunan mencapai lebih dari 70 persen. 

Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun fundamental mulai membaik, pasar masih cenderung skeptis dan menunggu bukti konsistensi yang lebih kuat.

Singkatnya, IRRA saat ini bukan dalam posisi sempurna, tapi juga bukan di titik nadir. Laba bersih kembali positif, pertumbuhan kencang, dan rasio likuiditas cukup sehat. Tapi tekanan utang, arus kas negatif, dan efisiensi operasional masih menjadi titik yang harus segera diperbaiki. 

Kalau bisa mengatasi hambatan-hambatan itu, IRRA punya potensi besar untuk kembali menjadi pemain solid di sektor alat kesehatan Indonesia.

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) bisa dibilang sebagai salah satu perusahaan yang mampu menjaga konsistensi kinerja dalam jangka panjang, bahkan di tengah berbagai tantangan ekonomi, pandemi, maupun fluktuasi pasar.

PT Kalbe Farma Tbk.
Jika kita perhatikan data keuangan KLBF selama hampir satu dekade terakhir, cerita yang muncul adalah tentang pertumbuhan yang stabil, manajemen yang disiplin, dan komitmen kuat dalam memberikan nilai tambah kepada pemegang saham.

Dari sisi laba bersih, KLBF mencatatkan tren yang positif dan stabil. Di kuartal pertama 2025 saja, perusahaan berhasil mencetak laba sebesar Rp1,077 triliun, naik dari Rp958 miliar di Q1 tahun sebelumnya. 

Ini bukan kenaikan yang kecil, karena berarti ada pertumbuhan dua digit dibanding tahun lalu. Bahkan, kalau melihat ke belakang, dari tahun 2016 hingga 2025, perusahaan secara konsisten mencetak laba triliunan rupiah setiap tahunnya. 

Laba tahunan di 2024 mencapai Rp4,3 triliun, dan pada 2023 pun tetap sehat di Rp2,76 triliun. Semua ini memperlihatkan daya tahan luar biasa dari model bisnis Kalbe.

Tak hanya dari sisi bottom line, pendapatan atau revenue juga menunjukkan kurva yang terus menanjak. Tahun demi tahun, Kalbe mencatatkan kenaikan pendapatan yang stabil, dengan angka tahunan dari Rp2,3 triliun di 2016 hingga tembus Rp4,3 triliun di 2024. 

Bahkan di Q1 2025, angka revenue sudah mencapai Rp1,077 triliun, yang membuka peluang kuat bagi Kalbe untuk mencatatkan rekor baru di akhir tahun. Pertumbuhan seperti ini jelas bukan hal yang bisa dicapai tanpa manajemen operasional yang kuat dan strategi ekspansi yang matang.

KLBF juga dikenal sebagai perusahaan yang ramah investor. Sejak dulu, Kalbe rajin membagikan dividen setiap tahun, tanpa jeda. Dividen TTM berada di angka Rp31 per saham, dan angka ini sudah konsisten sejak 2022. 

Sebelumnya, Kalbe juga pernah memberikan dividen hingga Rp38 per saham di tahun 2022, dan tak pernah absen memberikan imbal hasil kepada para pemegang saham. 

Payout ratio perusahaan pun terjaga di kisaran 33–58 persen, sebuah kisaran yang sehat karena menunjukkan keseimbangan antara profit yang dibagikan dan yang ditahan untuk ekspansi. Dividend yield-nya berkisar antara 1,4 persen hingga 2,2 persen per tahun. Cukup menarik untuk investor yang mengincar penghasilan pasif dari saham defensif.

Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp67,969 triliun, Kalbe Farma adalah salah satu emiten dengan bobot besar di sektor kesehatan dan farmasi. Nilai perusahaan atau enterprise value-nya juga tak jauh beda, berada di kisaran Rp65,755 triliun, mencerminkan posisi keuangan yang solid, dengan beban utang yang terkelola baik. 

Jumlah saham beredar saat ini mencapai 46,88 miliar lembar, yang menempatkan KLBF sebagai emiten dengan basis pemegang saham luas dan likuiditas tinggi di bursa.

Secara keseluruhan, Kalbe Farma adalah contoh perusahaan yang menunjukkan konsistensi dalam segala hal: laba stabil, pendapatan tumbuh, dividen rutin, serta rasio keuangan yang sehat. 

Tak berlebihan kalau dikatakan bahwa KLBF adalah salah satu aset “blue chip” sejati di pasar saham Indonesia. 

Bagi investor yang mengutamakan kestabilan, kepercayaan jangka panjang, dan fundamental kuat, KLBF menawarkan semuanya dengan gaya yang tenang namun pasti.

Fundamental Terjaga, Stabil di Tengah Gejolak

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) kembali menunjukkan taringnya sebagai salah satu emiten papan atas di sektor farmasi dan kesehatan Indonesia. Melalui data fundamental terbaru, KLBF terlihat menjaga stabilitas yang telah menjadi ciri khasnya selama bertahun-tahun. 

Gambaran fundamental PT Kalbe Farma Tbk.
Di tengah gejolak ekonomi global dan tekanan sektor-sektor lain, Kalbe justru tampil dengan fundamental yang solid, rasio keuangan yang sehat, dan performa bisnis yang terus bertumbuh.

Dari sisi profitabilitas, KLBF mencetak laba bersih sebesar Rp3,36 triliun dalam 12 bulan terakhir (TTM), dengan net profit margin yang cukup impresif di angka 12,17 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap Rp100 pendapatan, Kalbe mampu mengubah lebih dari Rp12 menjadi laba bersih. 

Di sisi lain, gross profit margin perusahaan tercatat 41,56 persen, dan operating profit margin mencapai 15,61 persen. Ini menjadi bukti bahwa perusahaan punya kontrol biaya yang baik dan efisiensi operasional yang tinggi.

EPS (Earnings per Share) TTM berada di level Rp71,68, dan secara annualised diperkirakan mencapai Rp91,88. Dengan PE ratio TTM sebesar 20,23, valuasi Kalbe terbilang cukup premium dibanding median IHSG yang ada di 7,87. 

Tapi wajar saja, karena Kalbe menyajikan performa stabil dengan return on equity (ROE) 14,29 persen dan return on assets (ROA) sebesar 10,99 persen. Artinya, modal dan aset yang dimiliki dimanfaatkan secara efisien untuk mencetak keuntungan.

Yang menarik, KLBF nyaris tanpa utang besar. Total debt-to-equity ratio hanya 0,02, dan long-term debt bahkan nyaris nol. Dengan current ratio 4,06 dan quick ratio 2,61, Kalbe menunjukkan likuiditas jangka pendek yang luar biasa kuat. 

Altman Z-Score-nya pun berada di 11,26, jauh dari zona bahaya, yang menandakan bahwa perusahaan ini berada dalam posisi finansial yang sangat aman.

Di sisi arus kas, Kalbe juga tak kalah meyakinkan. Free cash flow selama 12 bulan terakhir mencapai Rp3,08 triliun, dan cash from operations sebesar Rp3,92 triliun. Ini artinya perusahaan tidak hanya menguntungkan secara akuntansi, tetapi benar-benar menghasilkan uang tunai dari bisnis utamanya. 

Dengan cadangan kas yang besar, yaitu Rp4,54 triliun, Kalbe berada dalam posisi yang sangat fleksibel untuk ekspansi atau pembagian dividen.

Dan bicara soal dividen, Kalbe memang terkenal konsisten dalam menyenangkan investor. Terakhir, mereka membagikan dividen sebesar Rp31 per saham, dengan payout ratio 33,74 persen. Dividend yield-nya juga menarik di kisaran 2,14 persen. 

Sejak 2019, perusahaan ini rutin membagikan dividen dengan tren yang relatif meningkat—bukti bahwa manajemen serius memberikan nilai jangka panjang kepada pemegang saham.

Dari segi pertumbuhan, KLBF memang bukan tipe perusahaan yang spektakuler secara tahunan, tapi pertumbuhannya konsisten. Pendapatan tumbuh 5,77 persen year-on-year, laba kotor naik 10,69 persen, dan laba bersih tumbuh 12,45 persen. 

Dalam iklim pasar yang fluktuatif, stabilitas seperti ini adalah aset yang langka.

Kalbe juga punya daya tahan pasar yang kuat. Return saham selama satu bulan terakhir melonjak hingga 31,22 persen, dan 3 bulan terakhir naik 14,62 persen. Bahkan dalam sepekan terakhir, saham ini naik lebih dari 10 persen. 

Lagi-lagi ini menunjukkan kepercayaan pasar yang sedang kembali meningkat, meskipun secara 5 tahun performa saham masih naik tipis 3,57 persen.

Secara keseluruhan, KLBF adalah potret perusahaan yang disiplin, kuat secara fundamental, dan konsisten memberi hasil positif dalam jangka panjang. 

Baik untuk investor jangka panjang yang mencari stabilitas maupun investor yang mengincar dividen, Kalbe adalah pilihan yang layak dipertimbangkan, bukan hanya karena kinerjanya yang cemerlang, tetapi juga karena kemampuannya bertahan dan tumbuh dalam segala situasi.

Jadi, jika dilihat secara keseluruhan, emiten-emiten sektor kesehatan yang diuntungkan saat pandemi, seperti KAEF dan INAF, justru saat ini terpuruk sangat dalam. Investor pun disarankan untuk benar-benar mempertimbangkan untuk mengoleksi kedua saham tersebut.

Sementara, saham IRRA saat ini kondisinya mulai membaik. Setelah sempat bersinar di saat pandemi COVID-19, IRRA yang sempat terpuruk mulai bangkit.

Performa gemilang justru ditunjukkan oleh PT Kalbe Farma Tbk atau IDX KLBF. Fundamentalnya hingga cukup stabil, bahkan selalu rutin membagikan dividennya kepada investor.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79