Logo
>

Dolar AS Membuat Mata Uang Asia Anjlok

Ditulis oleh KabarBursa.com
Dolar AS Membuat Mata Uang Asia Anjlok

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dolar Amerika Serikat (Dolar AS) mendominasi panggung internasional dengan kekuatan yang menggemparkan beberapa mata uang di kawasan Asia. Penguatan dolar AS secara signifikan menekan nilai tukar mata uang di wilayah tersebut.

    Pada pukul 17.30 WIB, Rabu (17/1), data tradingeconomics mencatat bahwa yen Jepang (JPY) mengalami pelemahan sekitar 0,34 persen, rupiah (IDR) terdepresiasi sebesar 0,32 persen, dolar Singapura (SGD) merosot 0,11 persen, dan yuan China mengalami penurunan tipis 0,03 persen terhadap dolar AS.

    Nanang Wahyudin, Koordinator Penelitian & Pendidikan Valbury Asia Futures, mencermati bahwa penguatan dolar AS masih diperkuat oleh sejumlah katalis, termasuk data ketenagakerjaan, inflasi, dan pernyataan dari pejabat Federal Reserve (Fed).

    Meskipun sebagian meyakini bahwa Fed akan memulai pelonggaran pada pertemuan Maret 2024 mendatang, beberapa katalis seperti inflasi konsumen Amerika yang mencapai 3,4 persen berhasil mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga. Prediksi pemangkasan suku bunga turun dari 80 persen di Maret menjadi kisaran 65 persen-70 persen, menurut FedWatch tool dari CME.

    Raphael Bostic, Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, bahkan berpendapat bahwa suku bunga sebaiknya dipertahankan hingga setidaknya musim panas. Deretan penurunan suku bunga yang diindikasikan oleh Fed funds futures mencapai 168 basis poin, setara dengan 6 penurunan suku bunga dari standar 25 basis poin.

    Nanang memproyeksikan bahwa ekspektasi pelonggaran yang agresif oleh Ketua The Fed Jerome Powell mungkin akan dihadapi dengan penolakan yang lebih kuat pada suatu titik. Oleh karena itu, dolar kemungkinan akan terus menguat hingga sinyal pemangkasan suku bunga menjadi sangat nyata. Investor diharapkan untuk dengan seksama mengamati faktor data utama yang dapat mempengaruhi perubahan tingkat suku bunga, seperti tenaga kerja, inflasi, dan sektor manufaktur.

    Dalam tren penguatan saat ini, mata uang kawasan Asia merosot di bawah tekanan dolar AS, dengan China menjadi salah satu yang terpukul akibat pertumbuhan ekonominya yang melambat. Data Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok pada kuartal keempat 2023 menunjukkan pertumbuhan lebih rendah dari perkiraan, hanya sebesar 5,2 persen.

    Sementara mata uang Singapura terkoreksi karena laporan ekspor non-minyak yang merosot di bulan Desember, dipicu oleh penurunan permintaan dari China. Yen Jepang juga mengalami pelemahan akibat penguatan dolar, terutama setelah komentar hawkish dari Christopher Waller. Bank of Japan (BOJ) yang kemungkinan akan mempertahankan kebijakan ultra dovish-nya pada pertemuan pekan depan turut mempengaruhi pelemahan yen Jepang.

    Tingginya suku bunga untuk jangka waktu yang lebih lama dianggap sebagai pertanda negatif bagi mata uang Asia, mengingat hal ini mengurangi daya tarik aset berimbal hasil tinggi yang memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi. Sentimen di setiap negara juga ikut memengaruhi pelemahan mata uang terkait.

    Nanang menilai bahwa gagasan ini telah memberikan tekanan pada mata uang regional selama dua tahun terakhir dan kemungkinan akan terus berlanjut hingga The Fed memberikan sinyal konkret terkait penurunan suku bunga.

    Dalam konteks ini, Nanang menyatakan bahwa rupiah memiliki potensi untuk mengapresiasi kembali jika Fed benar-benar memangkas suku bunga. Adanya tekanan menuju level Rp 15.480 dan Rp 15.360 membuka peluang penguatan rupiah hingga di bawah Rp 15.600. Namun, risiko pelemahan tetap ada, dengan kemungkinan mencapai level Rp 15.680 dan Rp 15.720. Ancaman lebih besar muncul jika penutupan nilai tukar di atas Rp 15.720, yang dapat membawa rupiah menuju level Rp 15.840.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi