Logo
>

Dolar AS Rawan Tembus Rp16.400, RDGBI jadi Dewa Penolong?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Dolar AS Rawan Tembus Rp16.400, RDGBI jadi Dewa Penolong?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Rupiah diperkirakan akan tetap berfluktuasi pekan ini mengingat kuatnya indeks dolar Amerika Serikat (AS).

    Di pekan ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi pergerakan rupiah yang tengah tertekan.

    Menurut data Refinitiv, pada Jumat, 14 Juni 2024, nilai tukar rupiah ditutup pada Rp16.395 per dolar AS, melemah signifikan sebesar 0,80 persen dalam sehari dan mencapai level terendah sejak April 2020, saat pandemi COVID-19 melanda Indonesia.

    Pergerakan Rupiah Melawan Dolar AS

    Sepanjang pekan lalu, rupiah hanya menguat satu hari, yaitu pada Kamis, sementara sisanya mengalami penurunan terus-menerus di hadapan dolar AS.

    Indeks dolar AS (DXY) yang bertahan kuat di atas 105 menjadi salah satu faktor utama yang membuat rupiah sulit menguat akhir-akhir ini.

    Pada Selasa, 18 Juni 2024 pukul 18.00 WIB, DXY tercatat naik 0,17 persen dalam sehari dan berada di posisi 105,50.

    Di pasar non-deliverable forward, nilai tukar rupiah bahkan sudah menembus level Rp16.400 per dolar AS dalam dua hari awal pekan ini (17-18 Juni 2024), meskipun pasar keuangan libur memperingati Hari Raya Iduladha.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh sentimen pasar terhadap kondisi ekonomi AS yang terus membaik. Hal ini menyebabkan investor fokus pada tekanan inflasi di AS, yang masih sulit turun, sehingga Bank Sentral AS, The Federal Reserve, enggan menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate.

    "Perekonomian AS terus membaik, pertumbuhannya bagus," kata Airlangga, Jumat, 14 Juni 2024.

    Di dalam negeri, meskipun tidak banyak faktor yang memperburuk rupiah, masih ada beberapa hal yang memberikan tekanan, seperti musim haji, repatriasi dividen, serta kebijakan Presiden terpilih Prabowo yang dinilai terlalu ekspansif.

    Fithra Faisal Hastiadi, Economic Adviser PT Samuel Sekuritas Indonesia, menjelaskan bahwa rencana kebijakan fiskal Prabowo yang sangat ekspansif juga turut melemahkan rupiah.

    "Fiskal kita cenderung berlebihan. Rencana fiskal Pak Prabowo sangat ekspansif," ujarnya.

    Ia menambahkan bahwa rencana kebijakan fiskal yang ekspansif tersebut tercermin dari rancangan defisit anggaran yang melebar serta peningkatan rasio utang ke depan.

    Dalam rancangan awal APBN 2025, defisit dipatok antara 2,45-2,82 persen dari PDB, dan rasio utang dirancang pada kisaran 37,98 persen hingga 38,71 persen.

    "Jika kebijakan ini diterapkan, lima tahun ke depan rasio utang terhadap PDB bisa mencapai 47 persen, mendekati 50 persen," imbuhnya.

    Namun, potensi peningkatan rasio utang tersebut hanya dianggap sebagai rumor.

    Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono, menegaskan bahwa Prabowo sebagai Presiden terpilih RI 2024-2029 tidak akan menambah utang negara hingga 50 persen dari PDB. Menurutnya, hal itu hanya rumor belaka dan Prabowo akan mematuhi batasan hukum terkait ukuran-ukuran fiskal.

    Dia menegaskan, Tim Prabowo belum membahas target utang terhadap PDB karena bukan merupakan rencana kebijakan formal.

    "Penting untuk dicatat bahwa itulah mengapa Prabowo dan tim formalnya berbicara tentang kehati-hatian fiskal, karena hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut," kata Thomas dalam keterangan resminya, Selasa, 18 Juni 2024.

    Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI)

    Sementara itu, agenda RDG BI pada pertengahan pekan ini juga menjadi fokus. Selain keputusan mengenai suku bunga acuan, respon BI terhadap pergerakan rupiah yang melemah, proyeksi ekonomi nasional, serta kemungkinan intervensi dan prospek Devisa Hasil Ekspor (DHE) akan menjadi perhatian utama.

    Secara teknikal, rupiah masih berada dalam zona pelemahan. Level psikologis Rp16.400 per dolar AS masih menjadi target resistance terdekat. Jika level ini ditembus, resistance selanjutnya bisa bergerak ke Rp16.500 per dolar AS.

    Sementara itu, untuk support yang bisa dicermati jika rupiah berbalik menguat, pelaku pasar bisa memantau posisi Rp16.360 per dolar AS, yang bertepatan dengan garis rata-rata selama 50 jam atau Moving Average (MA) 50.

    Pemicu Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

    Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, membeberkan faktor eksternal dan internal yang membuat Dolar AS semakin perkasa terhadap Rupiah.

    Menurut Huda, faktor eksternal dan internal berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.

    “Dari eksternal, the Fed rate masih sangat perkasa dan rezim suku bunga tinggi masih belum berakhir. Permintaan dolar akhirnya meningkat, rupiah melemah,” ujar Huda kepada  Kabar Bursa, Senin, 17 Juli 2024.

    Selain itu, Huda menilai pasar juga masih melihat peluang untuk the Fed turun semakin kecil. Dia pun memprediksi the Fed hanya menurunkan suku bunganya satu kali.

    "The Fed kemungkinan hanya menurunkan suku bunganya sekali. Pasar masih melihat inflasi di US masih tinggi. Tidak memungkinkan untuk menurunkan suku bunga secara eksponensial," jelasnya.

    Untuk faktor internal, Huda melihat fundamental ekonomi Indonesia saat ini tidak begitu kuat meskipun inflasi cukup terkendali dan pertumbuhan ekonomi di angka sekitar lima persen. Namun begitu dia memandang pasar tidak bereaksi positif.

    "Kemudian, pasar malah melihat kenaikan hutang secara ugal-ugalan akan membuat kemampuan fiskal jadi terbatas," ungkapnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi