KABARBURSA.COM - Diskusi mengenai kendaraan yang tidak diizinkan menggunakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite masih menjadi pembahasan pemerintah. Hal ini tercakup dalam revisi Peraturan Presiden No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Menurut Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Erika Retnowati, Presiden Joko Widodo telah meminta agar revisi perpres tersebut segera diselesaikan. Pembahasan revisi aturan ini sedang berlangsung di tingkat kementerian/lembaga (k/l).
"Revisi Perpres 191 terus dibahas karena ada arahan dari Presiden [Joko Widodo] untuk segera diterbitkan. Bahkan hari ini, pagi-pagi pun masih dibahas," ujar Erika dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin 27 Mei 2024.
Lebih lanjut, Erika menjelaskan bahwa Perpres 191 saat ini sedang menunggu keputusan dari Kemenko Bidang Perekonomian sebelum diterbitkan.
Salah satu aspek yang diperdebatkan dalam revisi Perpres ini adalah mengenai kendaraan yang berhak menggunakan Pertalite dan usulan pembatasannya.
Diprotes DPR RI
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menanggapi keluhan masyarakat terkait pembatasan dan penurunan kuota BBM Pertalite di berbagai wilayah.
"Pertamina harus taat pada ketentuan Perpres mengenai distribusi BBM dan tidak boleh sembarangan membatasi kuota penyaluran BBM Pertalite kepada masyarakat," ungkap Mulyanto pada Selasa 28 Mei 2024.
Menurutnya, hingga saat ini, Perpres tersebut masih menjadi pedoman utama bagi Pertamina dalam menyediakan dan mendistribusikan BBM jenis Pertalite.
Mulyanto menjelaskan bahwa Pertalite merupakan jenis BBM yang ditugaskan oleh Pemerintah kepada Pertamina untuk didistribusikan dengan ketentuan harga, kuota, dan wilayah tertentu.
"Sebagai operator, Pertamina bertanggung jawab untuk menyediakan Pertalite sesuai kebutuhan masyarakat. Tidak ada alasan bagi SPBU untuk menolak menjual Pertalite," tegasnya.
Ia menegaskan bahwa Pertamina dan SPBU tidak memiliki hak untuk secara sepihak menolak mendistribusikan BBM Pertalite. Tindakan semacam itu tidak sesuai dengan penugasan yang diberikan.
Mulyanto juga menyatakan bahwa regulasi terkait pembatasan distribusi BBM Pertalite belum mengalami perubahan. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk membatasi atau mengurangi distribusi BBM tersebut.
"Tidak ada kebijakan pemerintah untuk menghapus BBM Pertalite dan menggantinya dengan Pertamax Green. Pertamina tidak boleh bergerak di luar kendali pemerintah," tambahnya.
Menurut Mulyanto, cara Pertamina menahan distribusi BBM Pertalite ini mirip dengan saat penghapusan Premium sebelumnya. Masyarakat sudah mengetahui strategi tersebut.
"Ini merupakan taktik tidak jujur dari Pertamina. Masyarakat sudah mengetahui trik ini," tandasnya.
Net Zero Emision
Dalam siaran persnya 8 Mei 2024 lalu, PT Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina, menegaskan kelanjutan penyaluran BBM jenis Pertalite (RON 90) sesuai dengan kuota tahun 2024 yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, menegaskan bahwa Pertalite adalah Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) berdasarkan Kepmen ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022. Oleh karena itu, perubahan dalam penyalurannya harus disesuaikan dengan kebijakan Pemerintah.
"Ikhtisar dari keterangan tertulis 7 Mei 2024 menyatakan bahwa kami masih terus menyalurkan Pertalite di seluruh wilayah sesuai dengan penugasan yang diberikan Pemerintah. Masyarakat tidak perlu khawatir," tegas Irto.
Irto menambahkan bahwa Pertamina Patra Niaga, sebagai pelaksana penyaluran BBM subsidi, bertekad untuk mematuhi dan menjalankan semua kebijakan yang ditetapkan Pemerintah.
"Fokus kami adalah patuh terhadap kebijakan Pemerintah," ujar Irto.
Hingga April 2024, volume penyaluran Pertalite secara nasional mencapai 9,9 juta Kiloliter (KL) dari total kuota Pertalite tahun 2024 yang telah ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebesar 31,7 juta KL.
Irto juga menyampaikan bahwa Pertamina Patra Niaga telah mendorong digitalisasi untuk penyaluran BBM Subsidi melalui program Subsidi Tepat.
"Program Subsidi Tepat adalah inisiatif kami untuk memastikan transparansi dalam penyaluran BBM bersubsidi. Dengan digitalisasi, penyaluran BBM bersubsidi dapat dipantau secara real-time, serta mencegah potensi penyelewengan di lapangan," tambahnya.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menekankan komitmen Pertamina dalam menjaga ketahanan energi nasional dengan menyalurkan BBM jenis Pertalite. "Dengan menyediakan BBM subsidi, Pertamina berharap dapat memenuhi kebutuhan energi masyarakat dan mendukung perekonomian nasional," ungkap Fadjar.
Masyarakat dapat memperoleh informasi lebih lanjut mengenai produk, layanan, dan program Subsidi Tepat dengan menghubungi Pertamina Call Center 135 atau mengakses halaman https://subsiditepat.mypertamina.id/.
Pertamina, sebagai pemimpin dalam transisi energi, berkomitmen untuk mendukung target Net Zero Emission 2060 melalui berbagai program yang berdampak pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Ini selaras dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh operasi Pertamina.
Uji Coba Pembatasan Pertalite
Pertamina telah mengadakan uji coba pembatasan pembelian Pertalite untuk kendaraan roda empat di beberapa wilayah. Setiap pembeli wajib memiliki QR Code yang dipindai oleh petugas SPBU melalui aplikasi MyPertamina sebelum melakukan pembelian.
Dalam uji coba ini, pemilik kendaraan yang terdaftar di aplikasi My Pertamina diminta menunjukkan QR Code saat mengisi bensin. QR Code tersebut mencatat aktivitas pengisian bensin per harinya.
Pembelian Pertalite bagi kendaraan roda empat di atas 1.400 cc dilarang. Sementara itu, kendaraan bermotor roda dua di atas 250 cc dan kendaraan dinas pemerintahan seperti TNI dan Polri mungkin hanya dibatasi pembelian Pertalite atau dilarang sepenuhnya.
Daftar Mobil yang Mungkin Dilarang Menggunakan Pertalite
Berikut daftar mobil yang mungkin akan dilarang menggunakan Pertalite, berdasarkan kriteria yang dibahas:
- Semua mobil sport
- Mercedes S 450 4 Matic
- Mercedes-Maybach S 560 3.0
- Mercedes-Maybach S 580 3.0
- Mercedes-Benz GLE Class 2.9
- Mercedes-Benz GLE 450 4 Matic AMG Line
- Mercedes-Benz GLS 450 4 Matic AMG Line
- Mercedes-Benz GLS 600 4 Matic AMG Line
- BMW 8 Series 3.0
- BMW M3, M4, M5 4.0
- BMW M8
- BMW 740Li Opulence
- BMW 840i Gran Coupe M Technic
- BMW X5 xDrive40i xLine
- Mazda CX-5 (2.5)
- Mazda CX-8 (2.5)
- Mazda CX-9 (2.5)
- Honda Mobilio
- Honda HR-V
- Honda CR-V
- Honda Civic
- Honda Accord
- Honda BR-V
- Honda City Hatchback
- Honda Jazz
- Mitsubishi Outlander PHEV (2.4)
- Mitsubishi Xpander
- Toyota Innova (2.4)
- Toyota Avanza
- Toyota Veloz
- Toyota Rush
- Toyota Vios
- Toyota Fortuner (2.4, 2.7, dan 2.8)
- Toyota Land Cruiser 300 (3.3)
- Toyota Alphard (2.5 & 3.5)
- Toyota Camry (2.5)
- Daihatsu Xenia
- Daihatsu Terios
- Suzuki Baleno Hatchback
- Suzuki Ertiga
- Suzuki Grand Vitara
- Suzuki XL-7
- KIA Grand Sedona 2.2 & 3.3
- KIA Grand Carnival 2.2
- KIA Carens
- Nissan Livina
- Nissan Serena
- Nissan X-Trail
- Nissan Juke
- Wuling Almaz RS
- Wuling Confero S
- Wuling Cortez 1.8, 1.5 Turbo
- Wuling Alvez
- Hyundai Staria 2.2
- Hyundai Palisade 2.2
- Hyundai Santa Fe 2.2 & 2.5
- Hyundai Stargazer
- Hyundai Creta"