KABARBURSA.COM – Perlindungan bagi pengemudi ojek online di Indonesia menjadi isu krusial mengingat tingginya jumlah pekerja yang bergantung pada platform transportasi daring ini. Hubungan antara perusahaan penyedia aplikasi dan pengemudi lebih bersifat kemitraan daripada hubungan kerja tradisional, seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Namun, dalam kemitraan ini, pengemudi seringkali merasa kurang terlindungi, terutama terkait perubahan tarif dan kebijakan yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan tanpa melibatkan mereka. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian dan ketidaknyamanan bagi para pengemudi.
Erfin (35) pengemudi Gojek ini berangkat 'Narik' selepas Dzhur hingga pukul 22.00 WIB dengan pendapatan bersih sekitar Rp150 ribu per hari, namun apa yang kurang dari penghasilan yang terlihat cukup tersebut? secara nalar cukup penghasilan Rp150 ribu sehari, namun mengapa pengemudi onlie sepertinya tak juga bisa hidup sejahtera?
Ternyata Erfin mengeluh pendapatannya sebagai pengemudi ojek Online (Ojol) terlalu pas-pasan, potongan 20 persen di setiap pesanan perjalanan yang mencekik. "Terlalu besar potongan dari aplikator Belum lagi jika jarak pesanan di bawah 3 km, para pengemudi ojol hanya dapat bagian sekitar Rp10.500 per pesanan," ungkapnya Kepada Kabar Bursa, Minggu 16 Juni 2024
Sebagai pencari nafkah harian, Erfin juga mengaku begitu sulit untuk bisa hidup sejatera bahkan sekadar menyisihkan uang untuk menabung saja sulit. "Untuk makan saja terkadang belum cukup, kalaupun ada tabungan, tidak banyak, namanya cari rejeki harian," katanya.
Terdengar tanggung menerima pesanan di bawah 3 km, tetapi pesan tetap harus disambut. Pasalnya, tiap pembatalan pesanan perjalanan berpengaruh pada algoritma penerimaan penumpang. Secara tidak langsung, pengemudi akan sulit mendapat penumpang di kemudian hari.
”Dulu pernah kebanyakan cancel, dapet notif dari aplikator. Masih kekeh buat cancel juga, kena suspend beberapa jam. Suspend itu aplikasi nonaktif, jadi ga bisa ambil orderan sementara,” ucapnya.
Meskipun menyambut baik rencana pemerintah yang hendak menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang Ojek dan Kurir Daring, Erfin mengaku agak skeptis implementasinya bisa berjalan, terutama tentang tunjangan hari raya (THR). Pasalnya, tidak terhitung angka pengemudi yang memiliki akun, tetapi tidak aktif narik sebagaimana dirinya.
“Banyak juga akun-akun yang memang sudah nggak aktif narik, mereka yang ini masih bisa dapet nggak? Dan ujungnya kan memang nggak jadi itu THR. Tapi munafik rasanya kalau rakyat kecil macam saya ini nggak ngarepin THR,” kata Erfin.
Sementara Ahmad Amin (40), pengemudi ojol dari aplikasi Grab Indonesia, mengaku selalu dihantui rasa was-was saat bekerja. Bukan tanpa sebab, rasa was-wasnya muncul lantaran tidak ada kepastian perlindungan kerja dari pihak aplikator.
Selama ini, Amin dan para ojol kerap kali menggalang aksi solidaritas seandainya salah satu diantaranya mengalami kecelakaan kerja. Dari aksi itu, dana sumbangan dialihkan kepada pengemudi ojol yang mengalami kecelakaan.
“Selama ini kan para ojol narik dengan rasa was-was karena tidak adanya kepastian tentang perlindungan kecelakaan,” kata Amin.
Sementara untuk membayar jaminan kesehatan secara mandiri, tutur Amin, terlalu berisiko sebab rata-rata penghasilan harian yang tidak menentu. Di hari kerja, Amin mengaku mengantungi penghasilan Rp150 ribu. Cukup untuk kebutuhan harian, tidak untuk menabung dan membayar iuran kesehatan.
Nasib naas tak jarang muncul di hari-hari libur dan tanggal merah, di mana mobilitas masyarakat yang relatif lebih rendah dibanding hari-hari kerja. Amin mengaku, pendapatan di tanggal merah maupun hari libur menurun hingga 40 persen.
Sementara di setiap perjalanan mengantar penumpang, tutur Amin, pihak aplikator mengkas argo 20 persen hingga 25 persen. Potongan itu dinilai terlalu besar, lantaran pesanan penumpang tidak selamanya jarak jauh.
“Makanya rata-rata ojol, mereka gak punya tabungan banyak,” ungkapnya.
Senada dengan Erfin, Amin juga menyambut baik inisiatif pemerintah melalui rencana Permenaker tentang Perlindungan Ojek dan Kurir Daring. Selain untuk memberi jaminan perlindungan kerja, ia juga berharap Permenaker itu dapat mengatur insentif para ojol sebagaimana
“Untuk itu para driver ojol sangat berharap itu pemberian THR (tunjangan hari raya) dari aplikator dapat terwujud,” tutupnya.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menyiapkan tim khusus untuk membahas aturan perlindungan dan jaminan sosial bagi pekerja berbasis kemitraan seperti pengemudi ojek online. Pembahasan ini rencananya akan dilakukan setelah Mei 2024, dengan fokus pada pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan jaminan sosial lainnya.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, menegaskan bahwa aturan ini akan melibatkan asosiasi pengemudi dan perusahaan penyedia aplikasi untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan adil bagi semua pihak. Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia
Menurut riset Garda Indonesia, diperkirakan pada 2024, jumlah pengemudi ojek online di Indonesia mencapai sekitar 2,5 juta orang. Namun, data pasti jumlah pengemudi ini tidak diungkapkan secara rinci oleh perusahaan aplikator seperti Gojek dan Grab. Bahkan, asosiasi pengemudi ojek online, Di wilayah Jabodetabek saja, jumlah pengemudi bisa mencapai lebih dari 1,25 juta orang, mencerminkan konsentrasi tinggi di kawasan urban. (Andi/*)