KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat reli panjang selama dua bulan terakhir, mencapai rekor tertinggi tahun ini. Reli ini, selain sebagai indikasi belanja akhir tahun, juga menjadi bukti dari strategi "window dressing" yang tengah berlangsung.
Mengutip data perdagangan, setelah 10 bulan bergerak mendatar, IHSG melonjak 908 poin sejak 1 November 2023 hingga penutupan perdagangan 27 Desember lalu. Pada perdagangan terbaru, IHSG berusaha menembus level tertinggi sepanjang masa.
Pertumbuhan signifikan IHSG tahun ini terutama didorong oleh beberapa Initial Public Offering (IPO) yang membawa pemiliknya masuk dalam jajaran taipan terkaya di Indonesia. Tiga saham IPO, seperti Barito Renewables (BREN) dan Amman Minerals Internasional (AMMN), masuk dalam 10 emiten utama penggerak IHSG.
Meski demikian, analisis menunjukkan bahwa reli akhir tahun, yang diduga dipicu oleh strategi window dressing, terutama terjadi pada emiten blue chip dengan fundamental yang baik dan valuasi yang masih terjangkau. Emiten seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Central Asia (BBCA), dan Telkom Indonesia (TLKM) mencatatkan kenaikan harga saham yang signifikan.
Bank Rakyat Indonesia (BBRI) menjadi emiten big cap utama dengan kenaikan paling besar, melonjak 16.46 persen sejak 1 November 2023 hingga kemarin. Diikuti oleh Bank Negara Indonesia (BBNI) yang naik 9.44 persen, Bank Central Asia (BBCA) naik 9.10 persen, dan Telkom Indonesia (TLKM) naik 8.84 persen) dalam periode yang sama. Bank Mandiri (BMRI) dan Bayan Resources (BYAN) juga mencatatkan penguatan sebesar 6.19 persen.
Peningkatan harga saham ini sejalan dengan masuknya dana asing yang signifikan ke saham-saham tersebut. BBRI, BBCA, dan TLKM mencatatkan aliran dana asing masuk lebih dari Rp 1 triliun dalam sebulan terakhir, sementara BMRI dan BBNI juga mencatatkan aliran dana asing yang cukup besar.
Meskipun sebagian besar emiten blue chip mengalami reli signifikan, beberapa saham yang biasanya menjadi primadona pada tahun-tahun sebelumnya, seperti Astra Internasional (ASII) dan Indofood Sukses Makmur (INDF), gagal mencatatkan kenaikan selama periode window dressing tahun ini. Bahkan, INDF mencatatkan outflow sebesar Rp 205 miliar dalam sebulan terakhir.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.