KABARBURSA.COM - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah memutuskan untuk mengalihkan dana mereka dari PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk (BRIS) ke beberapa bank lainnya, seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, dan bank-bank syariah lainnya.
Keputusan ini didasarkan pada Memo Muhammadiyah nomor 320/1.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana yang dikeluarkan pada 30 Mei lalu. Memo tersebut ditujukan kepada beberapa pihak, termasuk Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Majelis Pembinaan Kesehatan Umum PP Muhammadiyah, Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, Pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah, serta Pimpinan Badan Usaha Milik Muhammadiyah.
Keputusan ini diambil sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara pimpinan PP Muhammadiyah dan Amal Usaha Muhammadiyah mengenai konsolidasi keuangan AUM di Yogyakarta pada tanggal 26 Mei yang lalu.
"Dengan ini kami minta dilakukan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan dari BSI dengan pengalihan ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan bank syariah daerah serta bank lain yang selama ini bekerja sama dengan Muhammadiyah," tulis memo itu.
Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, dengan jujur mengungkapkan alasan di balik keputusan organisasinya. Salah satu alasan kunci yang disebutkannya adalah risiko. Anwar menyampaikan bahwa dana Muhammadiyah terlalu terpusat di BSI, yang menurutnya, dapat mengakibatkan risiko konsentrasi dalam bisnis.
Dia mencatat bahwa penempatan dana Muhammadiyah di bank-bank syariah lain masih sedikit. Oleh karena itu, menurutnya, bank-bank syariah lain tersebut tidak dapat bersaing dengan margin yang ditawarkan oleh BSI, baik dalam hal penempatan dana maupun pembiayaan.
Anwar menambahkan bahwa jika situasi ini terus berlanjut, persaingan di antara bank-bank syariah yang ada tidak akan sehat, yang jelas bukan sesuatu yang diinginkan oleh Muhammadiyah.
Pengalihan dana dari BSI ini sebenarnya sudah mengemuka dilakukan Muhammadiyah sejak 2020 lalu. PP Muhammadiyah sempat mengkaji penarikan dana dari BSI sejak 2020, yang kala itu baru saja terbentuk dari hasil merger bank syariah BUMN.
Pada saat itu, rencana penarikan dana tercetus karena bank dinilai sudah terlalu besar dan kuat dengan keseluruhan aset yang dimiliki mencapai Rp214,6 triliun.
"Untuk itu mungkin sudah waktunya bagi Muhammadiyah untuk tidak lagi perlu mendukung Bank Syariah Indonesia milik negara tersebut, sehingga mungkin sudah waktunya bagi Muhammadiyah untuk menarik dan mengalihkan semua dana yang ditempatkannya di bank tersebut, tutur Anwar kala itu.
Pada saat itu, Anwar menilai Muhammadiyah sebaiknya memberikan dukungan kepada bank-bank syariah lain yang jauh lebih dekat dengan umat. Hal itu dinilai sejalan dengan komitmen Muhammadiyah yang ingin memajukan ekonomi umat.
Dukungan itu bisa diberikan dengan mengalihkan dana Muhammadiyah di BSI ke bank-bank syariah lain. Begitu juga dengan pembiayaan. Syaratnya, bank syariah yang mendapat peralihan dana ini merupakan bank yang mau memajukan ekonomi umat, contohnya dengan memberdayakan ekonomi umat dan UMKM. PP Muhammadiyah pun saat itu masih akan melihat kebijakan dan langkah dari BSI sebelum memutuskan untuk menarik dana.
BSI pun buka suara usai Muhammadiyah menarik semua dananya dan mengalihkan ke bank syariah lain. Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar menegaskan pihaknya selalu berkomitmen untuk melayani dan mengembangkan ekonomi umat.
"Kami di BSI senantiasa berkomitmen memenuhi ekspektasi seluruh pemangku kepentingan dengan menerapkan prinsip adil, seimbang, dan bermanfaat (maslahat) sesuai syariat Islam," ucap Wisnu dalam keterangan resmi.
"BSI akan terus berusaha memberikan pelayanan terbaik dan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia," tambahnya.
Wisnu mengatakan BSI bertekad untuk menjadi perbankan yang melayani segala lini masyarakat, mulai dari institusi hingga perorangan. Ia menyebut BSI berupaya menjadi bank modern serta inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat. Kendati demikian, Wisnu menjamin BSI akan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah.
"Itu pun sebagai tanggapan perseroan terhadap berita mengenai keputusan PP Muhammadiyah untuk mengalihkan dananya dan juga menginstruksikan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) untuk ikut memindahkan dananya dari BSI," tutup keterangan tertulis BSI.
Ekonom Soroti Risiko Dampaknya
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto berharap tidak ada dampak besar. Pasalnya, langkah Muhammadiyah ini berisiko diikuti masyarakat yang menjadi anggotanya. Kalau itu terjadi, risiko besar bagi industri perbankan bisa terjadi.
Namun, kata dia, sejauh ini risiko itu tak terlihat. Pasalnya, saat ini dana yang dialihkan masih dalam koridor yang disimpan langsung oleh organisasi, bukan oleh masyarakat anggota Muhammadiyah.
Selain itu juga, tidak ada seruan dari Muhammadiyah untuk meminta anggota melakukan pengalihan seperti yang mereka lakukan. "Jadi, secara umum masih terbatas sih dampak bagi bank, meskipun tetap harus jadi concern karena terjadi secara tiba-tiba," tutur dia.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan dampak yang langsung dirasakan tentu saja ke likuiditas dan pembiayaan oleh BSI.
Menurut dia, dana Muhammadiyah cukup besar yang ditempatkan di sana. Tak hanya besar, perputarannya cukup kuat dengan berbagai badan usaha yang dimiliki Muhammadiyah.
"Artinya, ini alarm berbahaya bagi BSI. Dengan likuiditas yang menurun, bisa memicu rush terhadap nasabah lainnya," ujar Nailul.
Nailul berpendapat isu ini harus disikapi dengan tepat oleh BSI sehingga meyakinkan nasabah lainnya untuk tidak ikut menarik uangnya dari BSI. Kemampuan pembiayaan pun dinilai akan berkurang.
Menurut dia, hal ini berpotensi pada seretnya pendapatan dari margin yang dirasa bisa menurun akibat kemampuan pembiayaan dari BSI. "Bagi industri saya rasa tidak akan berdampak banyak karena uangnya bukan ditarik, melainkan dipindahkan saja," jelasnya.
Senada dengan Nailul, Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan dalam jangka pendek kebijakan Muhammadiyah ini akan berdampak pada BSI.
Maraknya pemberitaan dan komentar soal langkah Muhammadiyah ini katanya, akan menimbulkan pertanyaan bagi nasabah segala segmen, terutama dalam kaitan dengan pengaruhnya ke likuiditas.
Pasalnya, masalah likuiditas merupakan salah satu faktor risiko yang paling cepat mempengaruhi di tengah isu seperti di kasus Muhammadiyah ini.
"Penarikan dana besar oleh Muhammadiyah ini harus mampu digunakan BSI untuk menunjukkan kemampuan menjaga likuiditasnya guna meyakinkan nasabah/publik bahwa dana mereka di BSI aman," katanya.
Ia mengatakan sebagai bank syariah terbesar di Indonesia yang memiliki aset jumbo, mereka harusnya mampu mengatasi dampak dari penarikan dana ini sehingga tetap tumbuh dalam jangka panjang.
Pelajaran Berharga Masyarakat
Terlepas dari itu semua, ia mengatakan kasus Muhammadiyah ini merupakan pelajaran berharga bagi semua.
Khusus dari sisi perbankan katanya, kasus ini penting untuk menjadi pengingat bahwa menjaga kepercayaan nasabah (dan debitur) itu harus menjadi perhatian khusus. "Bila penarikan dana besar oleh nasabah dilakukan karena masalah kepercayaan itu, ini tentu akan menimbulkan risiko likuiditas karena pelunasan seketika debitur besar akan mempengaruhi profitabilitas bank," katanya.
Pelajaran berharga lain; pentingnya bank menjaga kemampuan likuiditas setiap saat. "Karena penarikan dana oleh pemiliknya bisa terjadi kapan saja, baik karena alasan ketidakpuasan ataupun karena alasan persaingan," katanya.
Sementara pelajaran lain adalah bagi semua pemangku kepentingan di sektor ini. Ia mengatakan perlu kolaborasi dan sinergi pemangku kepentingan di sektor perbankan untuk memastikan bahwa mereka bisa menjalankan bisnis dengan tata kelola baik sehingga mendapatkan kepercayaan dari nasabah. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.