Logo
>

Ekonom Sarankan Pemerintah Relaksasi Tarif Pajak PPN

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Ekonom Sarankan Pemerintah Relaksasi Tarif Pajak PPN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), merekomendasikan pemerintah untuk merelaksasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen saat ini, serta 12 persen di tahun 2025, menjadi 7-8 persen. Langkah ini diharapkan dapat memacu kontribusi sektor manufaktur terhadap devisa negara.

    "Pemerintah perlu memberikan dukungan pada sisi permintaan melalui relaksasi tarif PPN," ujar Bhima, Jakarta, Selasa 7 Juli 2024.

    Rekomendasi ini muncul setelah laporan S&P Global Market Intelligence menunjukkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Juni mengalami penurunan sebesar 1,4 poin menjadi 50,7 dibandingkan bulan sebelumnya.

    Bhima menjelaskan, penerapan relaksasi tarif PPN ini bersifat sementara dan diusulkan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.

    Lebih lanjut, Bhima menambahkan bahwa penurunan PMI manufaktur tersebut dipicu oleh meningkatnya biaya bahan baku akibat pelemahan nilai tukar rupiah, tingginya rasio suku bunga, serta tekanan inflasi bahan makanan yang mengakibatkan penurunan permintaan terhadap produk industri.

    Selain merekomendasikan relaksasi tarif PPN, Bhima juga mengusulkan pengendalian inflasi pangan, ekspansi pasar ekspor alternatif, pemberian diskon tarif listrik 40-50 persen pada jam beban puncak, serta pengetatan kembali impor.

    "Impor barang jadi perlu dibatasi dengan tarif dan kebijakan non-tarif," tegasnya.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyampaikan perlunya persiapan yang optimal jika relaksasi PPN diterapkan, mengingat penurunan pajak berpotensi mengganggu penerimaan negara yang dapat berujung pada defisit ekonomi.

    "Kita harus siap di sisi lain, karena jika penerimaan turun sementara belanja pemerintah diharapkan naik, defisit akan melebar dan utang meningkat," katanya.

    Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menekankan pentingnya penyesuaian pengaturan impor untuk meningkatkan optimisme pelaku industri di dalam negeri yang terpengaruh oleh pengetatan pasar global dan regulasi perdagangan yang kurang mendukung.

    Penyesuaian kebijakan yang diperlukan antara lain mengembalikan pengaturan impor ke Permendag No. 36 Tahun 2023, serta pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk sejumlah komoditas.

    Tingkatkan Pajak Pertambahan

    Bank Dunia atau World Bank menyoroti rencana pemerintah untuk meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025.

    Kebijakan ini diperlukan sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang telah disahkan untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperbaiki struktur pajak secara keseluruhan.

    Meski belum ada kesepakatan mengenai kelanjutan kebijakan ini di pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Bank Dunia menganggap kenaikan tarif pajak sebagai langkah untuk mendorong reformasi dari perspektif perancangan kebijakan.

    Namun, mereka menekankan perlunya langkah-langkah tambahan untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan agar kebijakan ini dapat memberikan dampak yang signifikan.

    Tanpa langkah-langkah tersebut, Bank Dunia menilai bahwa kenaikan tarif pajak tersebut tidak akan mencapai tujuannya secara optimal.

    “Dampak kenaikan tarif PPN akan terhambat oleh basis pajak yang sempit dan rendahnya kepatuhan pajak. Reformasi yang dimulai melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada tahun 2021 dapat diperkuat dengan langkah-langkah jangka pendek dan menengah,” demikian rilis Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2024, yang dikutip, Senin, 1 Juli 2024.

    Untuk jangka pendek, Bank Dunia merekomendasikan reformasi ini dapat dilengkapi dengan menetapkan ambang batas pajak yang lebih rendah, menghapus pengecualian pajak yang ada, serta memperbaiki mekanisme audit untuk meningkatkan kepatuhan pajak.

    Sedangkan, untuk jangka menengah, ada opsi untuk meningkatkan pengumpulan pajak dengan meningkatkan akses dan ketersediaan data dari pihak ketiga untuk mengawasi dan mengonfirmasi pendapatan, serta usaha untuk mengatur ulang perekonomian informal.

    “Penerimaan pajak yang lebih tinggi pada gilirannya dapat membiayai bantuan sosial untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin yang terkena dampak tarif PPN yang lebih tinggi,” ujar Bank Dunia.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun mendatang akan menjadi tanggung jawab pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka

    “Mengenai PPN saya sudah sampaikan, sekali lagi saya menyerahkan kepada pemerintahan baru untuk memutuskannya,” ucapnya Sri Mulyani saat konferensi pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    Efisiensi Pemungutan Pajak

    Bank Dunia juga menilai penerimaan fiskal dari kenaikan tarif PPN bisa meningkat jika efisiensi pemungutan pajak bisa digenjot. Indonesia menghadapi tantangan efisiensi yang membatasi potensi kenaikan tarif pajak untuk menghasilkan tambahan pendapatan pajak.

    Menurut Bank Dunia, rasio efisiensi PPN yang hanya sebesar 0,5324 adalah 0,17 poin di bawah rata-rata negara-negara tetangga. Sebagai catatan, rasio 1 menunjukkan sistem pemungutan pajak yang sangat efisien.

    “Hal ini menunjukkan bahwa potensi pendapatan yang dapat dipungut dengan tarif yang berlaku saat ini hampir sama. dua kali lipat dari pemungutan pajak sebenarnya,” ungkap Bank Dunia.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.