KABARBURSA.COM - Saham PT UBC Medical Indonesia Tbk, emiten berkode LABS yang baru melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di tahun 2024, ditargetkan memiliki harga baru pada 2025. Alasannya, saham LABS memiliki fundamental yang cukup solid dengan pertumbuhan laba yang impresif dan dukungan regulasi yang kuat di sektor kesehatan.
Dalam riset Lotus Andalan Sekuritas, Sharlita Malik dan Hans Jervis menilai bahwa prospek jangka panjang saham LABS masih menarik meskipun valuasinya telah naik sejak IPO.
Berdasarkan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan, UBC Medical Indonesia mencatat laba bersih sebesar Rp5,61 miliar untuk periode sembilan bulan pertama tahun 2024, mengalami lonjakan sebesar 156,39 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Pencapaian ini melampaui ekspektasi dan telah mencapai 66,5 persen dari target tahun 2024 sebesar Rp8,43 miliar.
"Kenaikan laba ini didorong oleh beberapa faktor utama, pertama, LABS berperan sebagai penerima lisensi berbagai peralatan medis dan reagen kimia yang meningkatkan pendapatan perusahaan dan LABS fokus pada penguatan branding korporat yang mendorong peningkatan margin keuntungan," ujarnya, dikutip Rabu, 29 Januari 2025.
Selain itu, lanjut riset tersebut, UBC Medical Indonesia juga memperluas jaringan distributor melalui ekspansi outlet yang signifikan.
Meskipun mencatat peningkatan biaya operasional sebesar 6,10 persen yoy menjadi Rp62,4 miliar, efisiensi pada harga pokok penjualan, biaya penjualan, dan administrasi memungkinkan perusahaan tetap mencetak laba operasional sebesar Rp6,91 miliar.
Dari sisi margin, LABS mencatat peningkatan margin kotor menjadi 41,4 persen dari 41,01 persen pada periode yang sama tahun lalu. Perusahaan juga memproyeksikan volume penjualan tertinggi akan terjadi pada kuartal IV 2024, yang semakin memperkuat total penjualan tahunan.
Dukungan Pemerintah di Sektor Kesehatan
Lotus Andalan Sekuritas menilai, sektor kesehatan nasional mendapatkan dorongan dari kebijakan pemerintah pasca-COVID-19. LABS diuntungkan oleh berbagai program prioritas pemerintah, seperti layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, bertujuan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dan program eliminasi kanker serviks 2023–2030, yang meningkatkan permintaan alat diagnostik medis.
Kementerian Kesehatan telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kanker Leher Rahim di Indonesia Tahun 2023-2030. Program ini bertujuan untuk mengurangi angka kejadian dan mortalitas kanker serviks melalui empat pilar utama
Lebih lanjut, pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk mengeliminasi Tuberkulosis (TBC) pada tahun 2030. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan terkait TBC, termasuk deteksi dini dan pengobatan yang efektif.
"Program berikutnya, Indonesia Bebas TBC 2030, yang mendorong pertumbuhan sektor layanan medis dan farmasi. Sejalan dengan kebijakan ini, LABS terus memperluas distribusi produknya untuk mengoptimalkan potensi pasar," tulis sekuritas tersebut.
Dengan adanya program-program tersebut, LABS dapat memanfaatkan peluang untuk memperluas distribusi produknya dan berkontribusi dalam upaya pemerintah meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia.
Valuasi Saham dan Prospek Investasi
Berdasarkan metode Discounted Cash Flow (DCF) dan rasio Price to Earnings (PE) yang digulirkan ke tahun 2025, target harga saham LABS ditetapkan di Ro153 per saham.
"Dengan target PE tahun 2025 sebesar 40x dan target EV/EBITDA FY25F sebesar 17,97x, saham ini masih menawarkan potensi kenaikan sebesar 12,5 persen dari harga saat ini," ungkap Sharlita Malik dan Hans Jervis.
Adapun LABS telah menggelar IPO dengan melepas sebanyak 700 juta lembar. Besaran saham itu setara dengan 17,72 persen dari modal disetor dan ditempatkan perseroan dengan harga Rp102 per lembar.
Namun, keduanya menambahkan, investor tetap perlu mewaspadai risiko utama yang dapat mempengaruhi kinerja saham LABS, yaitu potensi pengurangan anggaran kesehatan pemerintah yang dapat berdampak pada permintaan alat medis dan penurunan konsumsi kesehatan per kapita, yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan industri.
Untuk diketahui, LABS memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp537,2 miliar dengan sekitar 3.950 juta saham yang beredar di pasar. Struktur kepemilikan saham perusahaan terdiri atas PT Optel Investama Mulia, sebagai pegendali (72,39 persen), Budi Hariadi (3,29 persen), PT Inodia (0,01 persen), dan publik (24,31 persen).
Dari segi aktivitas perdagangan, rata-rata nilai transaksi harian saham LABS mencapai Rp234 juta, dengan rata-rata bulanan sebesar Rp290 juta dan total nilai transaksi sejak IPO sebesar Rp3.231 juta.
"Meskipun valuasinya telah meningkat sejak IPO, prospek jangka panjangnya tetap menarik bagi investor. Dengan potensi kenaikan 12,5 persen, saham ini patut diperhitungkan bagi para pelaku pasar yang ingin mendapatkan eksposur di sektor alat kesehatan," tutup riset tersebut. (*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, sehingga KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.