KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kedatangan emiten baru dari sektor logam. Daaz Bara Lestari, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan besar logam dan bijih logam, akan segera melakukan Initial Public Offering (IPO).
Mengutip prospektus yang diterbitkan pada Jumat, 11 Oktober 2024, Perseroan yang memiliki anak perusahaan yang bergerak di sektor perdagangan, jasa angkutan laut, dan jasa pertambangan ini menawarkan 300 juta saham yang mewakili 15,02 persen dari modal ditempatkan dan disetor perusahaan, dengan nilai nominal Rp100 per saham.
Dalam IPO-nya, DAAZ mematok harga saham dalam kisaran Rp835 hingga Rp900 per lembar. Dengan begitu, Perseroan menargetkan dana segar sebesar Rp270 miliar.
Adapun dana tersebut diungkapkan untuk dipakai dalam dua keperluan. Pertama, sebanyak 33,34 persen dialokasikan untuk pembelian bijih nikel, yang mengacu pada perjanjian jual beli dengan PT Gag Nikel dan PT Nusanjaya Persadatama Mandiri.
Kedua, sebanyak 1,4 persen akan digunakan sebagai modal kerja, termasuk biaya tenaga kerja dan logistik. Sementara sisanya, 66,66 persen akan disalurkan sebagai pinjaman kepada dua anak perusahaan, yaitu PT Bara Makmur Dwitama (BMD) sebesar 50 persen, dengan 98 persen di antaranya dialokasikan untuk pembelian batu bara berdasarkan perjanjian dengan PT Titan Infra Energy. Sedangkan 2 persen lainnya digunakan untuk modal kerja, biaya tenaga kerja, dan logistik.
Kedua adalah PT Indo Lautan Energi (ILE) yang akan menerima 50 persen dari dana yang dialokasikan, dengan rincian sebagai berikut:
- Sebanyak 99 persen digunakan untuk pembelian bahan bakar solar sesuai perjanjian dengan Pt ExxonMobil Lubricants Indonesia.
- Sebanyak 1 persen digunakan untuk modal kerja dan logistik.
Sebagai penjamin pelaksana emisi efek sekaligus penjamin emisi efek adalah PT Henan Putihrai Sekuritas. Adapun jadwal pelaksanaannya sebagai berikut:
- Masa penawaran awal: 11-18 Oktober 2024
- Masa Efektif: 30 Oktober 2024
- Masa penawaran umum: 1-7 November 2024
- Tanggal penjatahan: 7 November 2024
Selanjutnya, pada 8 November 2024, saham DAAZ akan didistribusikan secara elektronik, bersamaan dengan pengembalian uang pesanan. Dan, saham DAAZ diperkirakan akan dicatatkan di BEI pada 11 November 2024.
PT Daaz Bara Lestari Tbk yang berusaha dalam bidang perdagangan besar logam dan bijih logam (KBLI Nomor 46620) dan aktivitas perusahaan holding (KBLI Nomor 64200). Perseroan ini memiliki perusahaan anak dengan bidang usaha perdagangan, jasa angkutan laut, dan jasa pertambangan.
DAAZ mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga April 2024 sebesar Rp43.714.200.996 dari hasil pendapatan sebesar Rp84.937.130.145.
Dinamika Industri Logam Indonesia
Industri logam di Indonesia saat ini sedang mengalami dinamika yang menarik, dengan potensi besar namun juga tantangan yang perlu diatasi. Emiten-emiten logam dalam negeri, yang bergerak di berbagai sektor mulai dari pertambangan hingga pengolahan logam, mengalami pengaruh yang kuat dari faktor global, seperti fluktuasi harga komoditas, kebijakan pemerintah, serta kondisi pasar internasional.
Berikut adalah beberapa tren utama yang mempengaruhi kondisi emiten logam di Indonesia:
1. Harga Komoditas dan Permintaan Global
Fluktuasi harga komoditas logam seperti nikel, tembaga, dan emas sangat memengaruhi kinerja emiten logam di Indonesia. Kenaikan harga nikel, misalnya, didorong oleh permintaan global untuk baterai kendaraan listrik (EV). Indonesia, sebagai salah satu produsen nikel terbesar dunia, mendapatkan manfaat dari tren ini, terutama perusahaan-perusahaan seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Namun, di sisi lain, harga logam dasar seperti tembaga dan timah mengalami fluktuasi akibat permintaan global yang tidak menentu. PT Timah Tbk (TINS), yang merupakan salah satu produsen timah terbesar dunia, menghadapi tantangan akibat penurunan harga timah di pasar internasional.
2. Investasi di Hilirisasi
Pemerintah Indonesia terus mendorong hilirisasi industri pertambangan melalui kebijakan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Emiten logam besar, seperti PT Freeport Indonesia (PTFI) yang mengelola tambang tembaga dan emas di Grasberg, terus berinvestasi dalam pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) untuk memenuhi regulasi pemerintah.
Pengembangan smelter ini bertujuan untuk mengurangi ekspor bahan mentah dan meningkatkan produk olahan logam bernilai tinggi. PT Aneka Tambang (ANTM), misalnya, juga meningkatkan kapasitas pengolahan nikel untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan internasional.
3. Nikel dan Pengembangan Kendaraan Listrik
Indonesia adalah salah satu pemain kunci di pasar nikel global, yang sangat dibutuhkan dalam industri baterai kendaraan listrik. Pemerintah menargetkan Indonesia sebagai pusat industri EV di Asia Tenggara, dengan dukungan terhadap pengembangan baterai lithium-ion. Emiten seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) diuntungkan dari inisiatif ini.
Investasi besar-besaran dari investor asing, seperti dari perusahaan China, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, juga mendorong pertumbuhan emiten nikel domestik. Di kawasan Morowali, Sulawesi Tengah, industri pengolahan nikel menjadi sorotan utama.
4. Tekanan Lingkungan dan ESG
Seiring dengan perhatian global terhadap isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), emiten logam di Indonesia menghadapi tekanan untuk memperbaiki praktik pertambangan yang berkelanjutan. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Timah Tbk (TINS) secara bertahap berusaha untuk meningkatkan standar lingkungan mereka, termasuk rehabilitasi lahan bekas tambang, pengurangan emisi, dan program CSR (Corporate Social Responsibility) yang lebih intensif.
Tantangan lingkungan ini tidak hanya berdampak pada reputasi perusahaan, tetapi juga pada akses mereka ke pasar internasional dan modal asing yang semakin memperhatikan kinerja ESG.
5. Kinerja Keuangan dan Volatilitas Pasar
Kinerja keuangan emiten logam Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas global. Sebagai contoh, pada 2023, beberapa perusahaan seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berhasil membukukan laba yang signifikan karena harga nikel yang tinggi. Namun, ketergantungan yang besar pada harga global menciptakan risiko bagi pendapatan di masa depan jika harga komoditas turun secara signifikan.
Selain itu, faktor-faktor eksternal seperti kebijakan perdagangan global, seperti larangan ekspor, dan kebijakan pemerintah Tiongkok serta Amerika Serikat dapat memengaruhi kinerja sektor logam di Indonesia.
6. Prospek Pertumbuhan
Prospek jangka panjang untuk emiten logam di Indonesia masih positif, terutama dengan dukungan pemerintah terhadap pengembangan hilirisasi dan investasi di sektor kendaraan listrik. Namun, untuk mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan, emiten logam perlu terus memperkuat komitmen mereka terhadap pengelolaan lingkungan, efisiensi operasional, serta inovasi teknologi.
Emiten seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), yang juga bergerak di sektor tembaga dan emas, menjadi salah satu pemain yang diprediksi akan terus mendapatkan keuntungan dari tren positif di pasar logam mulia dan bahan baku industri.
Industri logam di Indonesia memiliki potensi yang kuat untuk pertumbuhan, terutama karena dukungan kebijakan pemerintah dan permintaan global untuk logam seperti nikel yang terus meningkat.
Namun, emiten logam di Indonesia perlu terus mengelola risiko terkait fluktuasi harga komoditas, tekanan lingkungan, dan volatilitas pasar global. Dengan strategi yang tepat, perusahaan-perusahaan ini diharapkan dapat tetap kompetitif di pasar internasional dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.